Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pengolah Sampah yang Diakui Badan Dunia Itu Ada di Indonesia

25 April 2017   09:57 Diperbarui: 27 April 2017   21:00 8133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama setelah keliling pabrik/Dokumen Pribadi

Iya, tepatnya di Desa Medang, Kelurahan Pagedangan, Tangerang, Banten. Saya dua kali diundang datang ke tempat itu. Undangan pertama saat pabrik pengolah sampah itu di-launching 6 Oktober 2016. Masa undangan yang kedua, saya dijelaskan lebih detail tentang teknologi pengolah sampahnya yaitu teknologi hidrotermal.

Teknologi hidrotermal yang dipakai untuk mengolah sampah warga di kawasan elit Summarecon tersebut ditemukan oleh orang Jepang. Pemegang patennya adalah Tadashi Nakamura, Kentaro Nagasawa dan Mamuru Kimura. Paten sudah diregistrasi di Jepang, Tiongkok dan dalam proses di Indonesia. Semenjak sepuluh tahun teknologi itu ditemukan sampai sekarang tak kurang dari 30 (tiga puluh) tempat yang mengaplikasikan teknologi tersebut di seluruh dunia untuk berbagai keperluan pengolahan berbagai jenis sampah.

Nakamura menjelaskan teknologi hidrotermal di pabrik pengolahan sampah di Desa Medang yang menerapkan teknologi hidrotermal/Dokumen Pribadi
Nakamura menjelaskan teknologi hidrotermal di pabrik pengolahan sampah di Desa Medang yang menerapkan teknologi hidrotermal/Dokumen Pribadi
Tak hanya organisasi Pemerintah Jepang yaitu JETRO (Japan External Trade Organization), bahkan badan dunia PBB yang membidangi pengembangan industri yaitu UNIDO (United Nation of Industrial Development Organization) mengakui teknologi hidrotermal ini sebagai teknologi yang relatif murah, hemat waktu dan ramah lingkungan. Kedua badan dunia yang kondang itu merekomendasikan pengaplikasian teknologi tersebut sebagai teknologi pengolah sampah di negara-negara yang bermasalah dengan sampah. Keduanya memasukkan teknologi hidrotermal ini di website mereka. Teknologi itu telah diterapkan dan diujicobakan di Jepang, Tiongkok, dan Arab Saudi untuk berbagai macam kebutuhan dalam konteks Reduce-Reuse-Recycle yang ramah lingkungan.

Bagian depan pabrik pengolah sampah dikawasan elit Summarecon di Desa Medang, Pagedangan, Tangerang/Dokumen Pribadi
Bagian depan pabrik pengolah sampah dikawasan elit Summarecon di Desa Medang, Pagedangan, Tangerang/Dokumen Pribadi
“Pabrik pengolah sampah itu menggunakan teknologi kami yang tidak menghasilkan residu berupa bottom ash dan fly ash dalam prosesnya,” demikian jelas Tadashi Nakamura salah satu pemilik paten teknologi itu. “Hanya sampah kaca, batu dan logam yang tak bisa diproses dengan teknologi hidrotermal kami. Jadi, input sampah harus dipisahkan saat di conveyor penghantar terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam reactor system,” lanjutnya. Di dalam reactor system sampah itu diproses hanya perlu waktu sekitar 30 (tiga puluh) menit. Ini yang membedakan teknologi kami dengan teknologi yang serupa yang memerlukan waktu kurang lebih empat jam pemrosesan dalam reactor system.


“Tak seperti teknologi incinerator, aplikasi teknologi hidrotermal ini tidak menghasilkan dioxin, senyawa polutan berbau yang berbahaya yang dihasilkan jika sampah dibakar bercampur dengan plastik. Disamping itu, air limbah tak terjadi, bahkan kami menjamin bahwa air setelah proses akan sesuai spesifikasi lingkungan,” Nakamura menerangkan.

Teknologi hidrotermal ini memproses sampah dengan memanfaatkan suhu dan tekanan tinggi, sehingga senyawa sampah terurai menjadi unsur-unsur yang lebih kecil berbentuk lumpur material biomass, karena itu tidak  berbau busuk. Malah cenderung berbau seperti aroma kopi. Kemudian lumpur material biomass itu dikeringkan di greenhouse atau bisa juga menggunakan dryer. Lumpur material biomass yang kering bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar atau bisa dicetak sesuai kebutuhan atau selera pasar. Bahan bakar material biomass itu seperti batu bara (coal-alike) dan mempunyai kalori berkisar 3.500 – 4.500 Kcal/Kg.

Greenhouse tampak di samping bangunan utamapabrik/Foto milik Tadashi Nakamura
Greenhouse tampak di samping bangunan utamapabrik/Foto milik Tadashi Nakamura
Tak hanya bisa menjadi bahan bakar, sampah yang diolah dengan aplikasi teknologi tersebut bisa dibuat menjadi pupuk atau bahkan makanan ternak. Sebagai bahan bakar, sisa pembakaran atau abu bisa diproses menjadi paving atau corn block. Jadi, tak hanya friendly environment tapi sekaligus zero waste. Jika material biomass itu digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, Perusahaan Listrik Negara (PLN) memberikan harga yang relatif lebih tinggi dibanding menggunakan bahan bakar jenis lain.

Foto bersama setelah keliling pabrik/Dokumen Pribadi
Foto bersama setelah keliling pabrik/Dokumen Pribadi
Rendemen.  Sebagai bahan bakar, material biomass/output yang dihasilkan adalah sekitar 35% dari keseluruhan total input sampah yang diproses. Dari sekitar 35% itu, sekitar 70%nya sebagai bahan bakar boiler lainnya dan sisanya sebagai bahan bakar untuk menggerakkan pengolah sampah itu sendiri.

Lebih Murah. Fabrikasi untuk komponen pengolah sampah dengan teknologi hidrotermal bisa dilakukan di Indonesia dengan bahan dan alat yang ada di Indonesia, tak perlu membuang banyak devisa untuk impor bahan dan alat. Tak perlu juga menggunakan tenaga teknis dari luar negeri. Jadi, teknologi hidrotermal memang murah.

Life Time. Jika pemeliharaan dilakukan dengan baik,benar dan teratur bisa lebih dari 20 (dua puluh) tahun.

Transfer Teknologi.Dilakukan pada fase operasi yaitu setelah seluruh pembangunan dan komisioning selesai serta trial berjalan dengan baik. Training dilakukan di Indonesia selama kurang lebih tiga bulan.


Lahan. Lahan yang diperlukan untuk mendirikan pabrik beserta fasilitasnya adalah seluas kurang lebih satu hektar. Jika termasuk pembangkit tenaga listrik diperlukan seluas kurang lebih 1.5 (satu setengah) hektar. Pabrik pengolah sampah dan pembangkit listriknya  lebih baik dibangun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Rekomendasi.  Diharapkan teknologi hidrotermal ini bisa mendukung program Pemerintah Indonesia yaitu bebas sampah pada 2020. Teknologi hidrotermal ini bisa digunakan sebagai salah satu teknologi untuk membantu menanggulangi masalah sampah di seluruh Indonesia. Material biomass yang dihasilkan direkomendasikan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik dari skala kecil sampai besar. Dengan teknologi hidrotermal ini sampah tak lagi masalah, dan kebutuhan listrik dalam suatu area bisa terpenuhi sesuai dengan tonase/volume sampah yang dibuang dan tersedia. Jadi pemadaman listrik yang biasa terjadi bisa diminimalisir.

Tentu saja semua  tergantung Pemerintah Indonesia. Yang jelas teknologi hidrotermal sudah ada di Indonesia dan sudah dioperasikan dan tak ada keraguan. Bahkan konon investor pun sudah tersedia pula. Nah loh, apalagi coba!! Demikian Nakamura menutup penjelasannya.


-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia

**) Ditulis dan disarikan berdasarkan beberapa kali penjelasan dalam kesempatan bertemu Tadashi Nakamura saat berada di Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun