Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

RA Kartini Pahlawan Emansipasi Suaminya Berpoligami

28 Desember 2013   19:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:24 9034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis Kartini dinikahkan oleh ayahnya di tahun 1903 saat dia berumur 24 tahun. Suami Kartini adalah bupati Rembang, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang pernah mempunyai tiga istri. Setelah menikah, semangat Kartini tetap tidak berhenti. Bahkan setelah pernikahannya Kartini lebih dewasa dan berkurang ego sentrisnya. Ia lebih mengutamakan transendensi dan penilaiannya terhadap adat Jawa lebih toleran. Pernikahan menurutnya membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan cita-citanya. Suami tercinta mendukung dengan memberikan kebebasan kepadanya untuk menulis buku, dan mengembangkan ukiran Jepara, bahkan mendirikan sekolah wanita di sekitar kompleks kantor kabupaten Rembang. Sekolah yang mengekspresikan semangat kuat Kartini untuk membuat perempuan di jamannya bisa maju sebagaimana yang ia cita-citakan.

Beberapa hari setelah melahirkan puteranya yang pertama dan terakhir, Kartini meninggal di usianya yang relatif masih muda, 25 tahun.

PENGHARGAAN KEPADA KARTINI
Surat-suratnya kepada teman-temannya di Eropa dibukukan oleh JH Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda, dan pada 1911, dicetak menjadi buku dengan judul Door Duistemis tot Licht (Dari Kegelapan Menuju Cahaya). Sebelas tahun kemudian di 1922, Balai Pustaka menerjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Tahun 1938 Armjn Pane, sastrawan Pujangga Baru mempublikasikan Habis Gelap Terbitlah Terang, yang dicetak sampai sebelas kali. W.R. Soepratman berdasarkan buku itu terinspirasi untuk menciptakan lagu Ibu Kita Kartini, sebagai penghormatan atas semangat dan keinginan Kartini agar perempuan Jawa, bahkan perempuan Indonesia tidak terkekang secara sosial tapi mereka bisa maju, menuntut ilmu, bahkan sejajar dengan kaum lelaki baik di bidang ekonomi, hukum bahkan politik.

SEMANGAT KARTINI DI ERA REFORMASI
Semangat Kartini terus hidup sampai sekarang. Ia meninggalkan semangat kesetaraan perempuan di hadapan laki-laki. Saat ini masyarakat tidak lagi memandang perempuan terkekang di dalam rumah. Saat ini sebagaimana kaum laki-laki, perempuan Indonesia mempunyai kesempatan yang sama di bidang sosial, ekonomi, hukum dan politik.

Perempuan Indonesia boleh menuntut ilmu setinggi yang ia bisa raih, perempuan boleh mencari pasangannya tanpa dipaksa oleh orangtuanya, perempuan boleh menjadi polisi, jaksa, dan hakim. Perempuan bisa menjadi guru, manajer, direktur. Perempuan boleh menduduki jabatan kepemimpinan di dari jabatan lurah, camat, bupati, gubernur, menteri, wakil presiden, bahkan presiden. Dalam hal pekerjaan, perempuan boleh sama seperti kaum lelaki.

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia.
**) Disarikan dari Wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun