Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi Tinggalkan Warga Jakarta dan Tidak Didukung Militer, Benarkah?

15 Maret 2014   20:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:54 3773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Jokowi Memberikan Keterangan Pers"][/caption]

Luar biasa. Megawati mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan yang lebih besar. Ia pada akhirnya mengalahkan egonya demi mendengar keinginan sebagian besar suara nurani rakyat Indonesia. Padahal sebagai Ketua Umum PDIP ia bisa memutuskan dan mendeklarasikan dirinya untuk maju menjadi calon presiden 2014. Walaupun ia punya kekuasaan mutlak untuk melakukan hal itu, ia tak gunakan kesempatan itu, malah ia memberikan kesempatan itu kepada seorang yang dianggap tukang mebel dan berwajah ndeso serta lebih muda yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi dideklarasikan oleh mulutnya sendiri sebagai calon presiden yang khususnya didukung oleh PDIP dan sebagian besar rakyat Indonesia pada umumnya.

Tanggal 14 Maret 2014 di Kantor Pusat DPD PDIP, Megawati Soekarnoputri membacakan surat perintah harian PDIP yang intinya mendeklarasikan secara resmi sikap PDIP untuk pencapresan Jokowi. Surat harian itu dibacakan pada pukul 14.45 WIB dan didampingi oleh Puan Maharani dan Tjahjo Kumulo.

“Tepat pukul 14.45 WIB, Ibu Ketua Umum Megawati memberikan surat perintah harian dan instruksi kepada pengurus partai,” ujar Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani di kantor DPP PDIP, Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2014).

Surat perintah harian itu ditulis tangan langsung oleh Megawati dan dibacakan di depan pengurus inti PDIP. Terlihat Megawati mengenakan baju putih dengan syal berwarna merah.

Suatu sikap pengorbanan yang sulit ditiru oleh petinggi partai lain tidak hanya di Indonesia, bahkan mungkin di dunia. Seorang ketua umum sebuah partai besar memberikan jatah untuk menjadi penguasa tertinggi di suatu negara kepada kader yang menjadi bawahannya.

Jusuf Kalla, seorang politisi senior Partai Golkar, mengapresiasi langkah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mengusung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk maju sebagai calon presiden. Menurut dia, sangat jarang ada ketua umum partai politik di Indonesia yang mampu bersikap seperti Megawati.

"Ibu Mega menyerahkan kesempatan itu ke Jokowi, tidak mudah itu. Boleh dibilang tidak ada ketua umum partai yang siap melakukan seperti itu," kata Kalla saat berbincang dengan sejumlah awak media di kediamannya di Jakarta, Jumat (14/3/2014) malam. Sumber disini.

Megawati Abaikan Janji Jokowi kepada Warga DKI Jakarta? Sekali lagi bahwa Megawati melepaskan egonya untuk menjadi capres dan memberikannya kepada Jokowi, karena sebagian besar rakyat Indonesia berharap kepada Jokowi menjadi Presiden dibanding Megawati. Jadi mandat Megawati itu juga berasal dari rakyat, dan bisa jadi termasuk warga DKI Jakarta.

Megawati melihat aspek harapan kemanfaatan lebih besar jika Jokowi menjadi presiden dibanding hanya menjadi gubernur. Jakarta sebagai ibukota negara dan kota kebanggaan Indonesia harus segera dibebaskan dari banjir dan macet. Penyelesaiannya tidak bisa sendiri diselesaikan oleh Pemda DKI Jakarta. Sebagian persoalan Jakarta memerlukan kebijakan yang lebih integratif, misalnya masalah banjir, macet dan sampah. Penyelesaian persoalan-persolan itu tidak bisa hanya diselesaikan tanpa melibatkan pemda-pemda lain di sekitar Jakarta. Beberapa waktu yang lalu, Jokowi harus "bersitegang urat leher" dengan Pemda lain seperti Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor untuk mengurai banjir dan sampah. Nah, harapan penyelesaian itu bisa ditangani jika ada power yang meliputi pemda-pemda di Jabodetabek. Kekuasaan seorang presiden yang bisa melakukannya.

Militer mendukung Jokowi? Ilyani Sudardjat seorang Kompasianer menulis dalam artikelnya, Jika Jokowi Maju Pilpres, Apakah Militer Mendukung? Tertanggal 25 July 2013 yang intinya mempertanyakan sikap dukungan militer jika Jokowi menjadi Presiden.

Ilyani mengungkap bahwa yang perlu dipertimbangkan adalah kekuatan militer di Indonesia. Dalam sejarah presiden sipil cenderung diturunkan, Habibie sipil yang langsung dikaitkan dengan Golkar. Sehingga, walaupun dia cerdas banget, dalam setahun bisa menstabilkan ekonomi, mendorong reformasi dengan perpisahan TNI-Polri, kebebasan pers, jauh lebih smart dan taktis dibandingkan Mursi, tetapi tetap dijatuhkan oleh MPR.

Gus Dur apalagi. Wiranto ditepikan sebagai Menko Hankam, dan beberapa asas demokrasi negara pun diletakkan, tetapi lagi-lagi dia dijatuhkan. Ketika itu, Indonesia juga chaos banget. Konflik etnis, agama, suku, merebak dimana-mana. Masih inget kerusuhan Mei, teror kota yang mengerikan di Jakarta dan beberapa kota lainnya? Penembakan misterius? Penghilangan Wiji Tukul, mahasiawa, tokoh politik, LSM? Siapa dibelakang ini semua?

Mega juga seorang sipil. Tetapi ketika pilpres langsung oleh rakyat, kalah oleh SBY yang memiliki background militer. Baru ketika SBY menjadi Presiden, beberapa kerusuhan di Indonesia reda.

Namun demikian ada fakta terkait sikap militer yang berkembang setelah beberapa jam pendeklarasian Jokowi sebagai calon presiden oleh PDIP, sebagaimana dilaporkan oleh detik.com bahwa terdapat 22 purnawirawan Jenderal TNI dan Polri mengapresiasi pencapresan Jokowi.

"Saya dan teman-teman purnawiran yang lain mengapresiasi langkah yang diambil Bu Mega. Ini merupakan langkah yang sangat baik untuk kemajuan bangsa," ujar Jenderal TNI (Purn) Luhut B Pandjaitan di Wisma Bakrie 2, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (14/3/2014).

Luhut bersama 21 purnawirawan Jenderal yang lain berkumpul untuk memberikan apresiasi bagi pencapresan Jokowi. Menurutnya, masih akan ada beberapa purnawiran jenderal lain yang akan merapat.

"Teman-teman yang lain beberapa akan setuju dengan kami," jelasnya.

Namun, meskipun mengapresiasi, para purnawirawan jenderal itu tak bersuara lantang untuk mendukung Jokowi. Meski terus didesak, mereka tetap menyatakan diri hanya mengapresiasi, tidak mendukung.

Di tempat lain, sebagaimana dilaporkan oleh Hanibal Widjayanta, seorang jurnalis yang menjadi ekesutif produser ANTV menulis dalam wall status facebooknya hari ini Sabtu tertanggal 15 Maret 2014 sebagai berikut "Beberapa hari yang lalu, kami bertanya kepada seorang perwira tinggi militer aktif tentang sikap tentara tentang dua calon presiden yang paling moncer saat ini, di mana kebetulan yang satu sipil sementara yang satu lagi bekas militer. Saat itu dia berkata: "Yang pertama kapasitasnya mungkin agak kurang, tapi masih bisa kita beri masukan, sementara yang ke dua, secara kapasitas mungkin lebih kuat, tapi lebih sulit kita beri masukan..."

-------mw------- *) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun