Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Akan Berhentikah Pembunuhan Paus Itu?

1 April 2014   20:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:13 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_318003" align="alignnone" width="592" caption="http://statik.tempo.co/data/2014/01/07/id_252389/252389_620.jpg"][/caption]

Tulisan berikut adalah kisah panjang perlawanan internasional terhadap tradisi perburuan paus oleh Jepang. Tulisan ini terdiri dari dua tulisan. Ini tulisan yang pertama dari dua tulisan itu. Semoga para pembaca bisa mengambil pelajaran dari kisah yang diuraikan dalam tulisan ini.

AKHIR PERSETERUAN PANJANG
Penantian Australia, Selandia Baru dan aktivis lingkungan Greenpeace serta Sea Shepherd sejak November 2010 tak sia-sia, akhirnya gugatan keduanya agar perburuan ikan paus oleh Jepang dihentikan dikabulkan oleh Mahkamah Internasional pada 31 Maret 2014. Mahkamah yang berpusat di The Hague, Paris itu memerintahkan Jepang untuk menghentikan praktek perburuan paus yang diklaimnya untuk penelitian, demikian rilis The New York Times Senin, 31 Maret 2014 kemarin.

“Berdasarkan fakta program penelitian JARPA II yang sudah berlangsung sejak 2005, Jepang telah membunuh 3.600 paus Minke,” kata hakim Peter Tomka dari Slovakia. Padahal, berdasarkan penelitian Australia, tidak dibutuhkan pembunuhan besar-besaran terhadap paus bila dilakukan untuk program penelitian. Sumber disini.

Mahkamah tersebut juga menutup kemungkinan Jepang membuka kembali perburuan ikan paus di masa depan jika Jepang mendesain ulang programnya. Tokyo mengatakan bahwa ia membutuhkan data untuk memantau dampak dari paus pada industri perikanan dan untuk memantau pemulihan populasi paus dari penangkapan ikan berlebihan.

Keputusan itu mengundang pujian langsung dari organisasi lingkungan, termasuk Sea Shepherd Conservation Society, yang beberapa kali telah mengirimkan kapal-kapal cepat di perairan terpencil dan dingin untuk memblokir dan mengganggu armada penangkapan ikan paus Jepang .

"Kami sangat senang mendengar keputusan Mahkamah Internasional itu," ungkap Geert Vons, perwakilan dari Sea Shepherd sesaat setelah meninggalkan pengadilan. "Kami tidak pernah mengira bahwa keputusan yang kuat itu ternyata diambil, yang mememerintah Jepang untuk membatalkan semua lisensinya di wilayah perairan samudra di bagian selatan."

Pengadilan juga menganjurkan bahwa Jepang juga mempertimbangkan kembali apa yang disebut program ilmiah kedua di Pasifik Utara, karena kasus yang diputus hanya terfokus pada belahan bumi selatan.

PERBURUAN YANG TAK BERHENTI
Australia dan Selandia Baru menilai aktivitas perburuan ikan paus oleh Jepang sudah keterlaluan. Apalagi perburuan ikan paus itu sebagian besar ditangkap di perairan internasional. Padahal, Jepang telah menandatangani moratorium perburuan paus pada 1986. Dimana pada 1986, Komisi Internasional Ikan Paus (International Whaling Commission/IWC)) mengizinkan beberapa negara, termasuk Jepang, untuk memburu ikan paus jenis Minke. Artikel-8 dari Konvensi Internasional Regulasi Ikan Paus bahkan secara khusus mengizinkan membunuh 400 hingga 500 ekor ikan paus setiap tahun untuk tujuan penelitian ilmiah. Namun faktanya, Jepang berburu 850 paus Minke setiap tahun di Kutub Selatan. Jepang berdalih hal ini sesuai dengan konvensi yang menyatakan pembunuhan paus diperbolehkan untuk penelitian. Sumber Australian Broadcasting News memperkirakan setiap tahun Jepang mengalokasikan dana tak kurang dari 2 milyar yen terutama untuk peningkatan keselamatan awak kapal pemburu. Sumber disini.

Bahkan fakta lain menyebut di tengah resesi ekonomi, ikan paus sebanyak 9,000 ekor telah dibunuh untuk keperluan riset ini sejak 1988, padahal penelitian dapat dilakukan tanpa membunuh ikan paus. Sejumlah 500 juta yen per tahun untuk Institut Penelitian Mamalia Laut (ICR) terbuang sia-sia, ditengarai penelitian itu dapat dilakukan tanpa membunuh ikan paus. Shohei Yonemoto dari Universitas Tokyo merasa bahwa penelitian ikan paus harus dihentikan. Sumber disini.

PERLAWANAN TERHADAP PERBURUAN
Perburuan yang berkelanjutan oleh Jepang itu menuai tekanan internasional. Selain kedua negara, Australia dan Selandia Baru, dua lembaga pecinta lingkungan Greenpeace dan Sea Shepherd tak ketinggalan turut mengganggu praktek perburuan paus oleh negara matahari terbit ini. Arief (2011) mencatat beberapa perlawanan kedua organisasi pecinta lingkungan sampai ke pengadilan.

Pada April 2008, polisi Jepang menahan dua aktivis Greenpeace, Junichi Sato dan Toru Suzuki, yang mencuri 23,1 kg daging ikan paus dari Seino Transportation Co. Daging yang terbungkus kotak hadiah itu akan digunakan sebagai bukti bahwa ikan paus yang diperdagangkan, bukan untuk penelitian tetapi untuk dimakan. Karena tuntutan bukti-bukti kurang kuat, maka dua tersangka dibebaskan Pengadilan Distrik Aomori pada 15 Februari 2010 lalu.

Greenpeace menganggap aktivitas mereka berbeda dengan Sea Shepherd yang cenderung keras. Greenpeace lebih memilih jalan hukum dan damai. Berikut aksi yang dilakukan Sea Shepherd beberapa tahun belakangan.

Pada 6 Januari 2010. Kapal Jepang Shonan Maru 2 tabrakan dengan kapal Ady Gil milik Sea Shepherd, organisasi lingkungan hidup asal Amerika Serikat. Esoknya, Ady Gil karam. Sebulan kemudian 6 Februari 2010. Kapal lain Sea Shepherd bernama Bob Barker dihantam kapal Jepang, Yushin Maru No 3. Tabrakan terjadi di perairan Antartika, wilayah teritorial Australia. Setelah kejadian itu, pada 15 Februari 2010, Aktivis Sea Shepherd, Peter Bethune, loncat ke kapal Shonan Maru 2 dari jet ski yang dikendarainya. Tujuan Bethune hanyalah menyodorkan tagihan 3 juta dolar atas kerusakan Ady Gil. Dari lautan Antartika itu, Shonan Maru 2 akhirnya membawa Bethune ke Jepang untuk diadili atas tuduhan penerobosan (trespassing) dan tindak kekerasan.

Modus operandi Sea Shepherd adalah mengikat baling-baling kapal Jepang dengan tali tampar, melempar cat atau cairan asam (butyric acid) ke kapal Jepang. Cairan ini diduga membuat perih mata pelaut Jepang. Jepang kemudian membalas dengan menyemprot aktivis dengan water cannon.

Bersambung pada artikel berjudul

SEJARAH TRADISI PERBURUAN PAUS JEPANG

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
**) Sumber Gambar
***) Sumber Bacaan
1. History of Japanese Whaling. n.d., n.p. Web. 1 April 2014.
2. Arief. Kontroversi Perburuan Ikan Paus. 1 March 2010., Wordpress. Web. 1 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun