Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu...

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus Prabowo vs Jokowi: Teori Membedah Public Figure Effect Pada Pileg 2014

12 April 2014   23:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:45 3616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13972943161794741671

[caption id="attachment_319729" align="aligncenter" width="281" caption="Jokowi dan Prabowo: Siapa Paling Berpengaruh?"][/caption]

Sumber Gambar

PROLOG
Prabowo effect lebih hebat daripada Jokowi effect. Memang demikian katanya. Semua media online, pengamat, televisi, dan media cetak yang juga digemakan oleh para suporter Prabowo dan Gerindra di media sosial seperti twitter dan facebook . Tentu mereka pantas bangga atas kehebatan Prabowo. Itu hak mereka semua untuk mengklaim demikian. Sah-sah saja. Tetapi, apakah lantas Jokowi boleh diejek karena --menurut mereka-- kurang effectnya Jokowi pada perolehan suara PDI Perjuangan dalam pileg 2014 kali ini? Kenapa selalu Jokowi yang jadi bahan ejekan setelah hasil quick count dimunculkan? Bagaimana kesimpulan itu dibangun sehingga Prabowo effect bisa hebat? Apa dasarnya? Selama ini saya tidak menemukan teori public figure effect pada hasil perolehan suatu partai. Agar bisa diambil kesimpulan, tentu saja harus digunakan analisa kuantitatif, bukan kualitatif seperti para pengamat itu menilai.

Berikut saya menyajikan analisa kuantitaif tersendiri sehubungan dengan pubic figure effect ini yang dikaitkan dengan hasil perolehan suara suatu partai dengan memperhatikan hasil sementara quick count yang ada.

BEBAN PARTAI
Jauh-jauh sebelumnya diperkirakan partai-partai yang diisukan korupsi sampai yang diterpa korupsi semua diramalkan turun perolehan suaranya. Alasan utamanya adalah kesadaran politik rakyat Indonesia yang meninggi dan anti korupsi. Rakyat tak mau memilih partai korupsi jika suatu partai terindikasi korupsi kader-kadernya. Seperti diketahui, indeks korupsi yang dirilis oleh ICW periode 2002-2014 (www.antikorupsi.org) sebagai berikut 1. PDIP (7.7) 2. PAN (5.5) 3. Golkar (4.9) 4. PKB (3.3) 5. PPP (2.7) 6. PKPI (2.1) 7. Gerindra (1.9) 8. Demokrat (1.7) 9. PBB (1.6) 10. Hanura (1.5) 11. PKS (0.3).

Namun beda halnya dari data yang diperoleh dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2005 sampai tahun 2013. Lembaga antirasuah itu pun mencatat partai Golkar sebagai partai yang memiliki kader terbanyak yang tersangkut kasus korupsi dan telah mendapatkan putusan dari pengadilan. Terdapat 40 kader GOLKAR terlibat korup, diikuti PDI-P 27, DEMOKRAT 17, PAN 8, PPP 8, PKB 2, GERINDRA 2, PKS 1, PBR 2, PKPI 1, PBB 2. Sumber disini.

Dapat dilihat dari kedua data tersebut bahwa PDIP menurut ICW mempunyai indeks korupsi tertinggi (7,7), sedangkan menurut KPK jumlah kader PDIP yang terkena kasus korupsi 27 orang di urutan kedua setelah Golkar. Untuk Partai Gerindra 1,9 menurut ICW, dan menurut KPK kader Partai Gerindra 2 orang yang melakukan korupsi. Artinya bisa jadi daya angkat PDI Perjuangan lebih berat dibandingkan dengan Partai Gerindra, karena kader PDI Perjuangan yang terkena kasus korupsi lebih banyak dibanding Partai Gerindra.

WAKTU TERSEDIA BAGI PUBLIC FIGURE
Fenomena public figure effect memang menarik untuk dicermati. Hal ini karena public figure yang berperan sebagai calon presiden suatu partai yang mengusungnya bisa membawa partai itu meraih simpati masyarakat agar dengan rela memilih kader partai yang lain dan partai pengusungnya. Saya dalam menganalisis pengaruh public figure ini melihat dari waktu persiapan yang dipunyai oleh public figure tersebut sebagai calon presiden suatu partai yang mengusungnya. Waktu yang cukup itu berarti memberikan kesempatan public figure tersebut untuk melakukan kampanye secara meluas kepada masyarakat pemilih di Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui, ambisi Prabowo untuk menggapai mimpinya menjadi presiden menggantikan SBY, membuatnya mempersiapkan diri lebih lama. Ia mempersiapkan diri sejak tahun 2009. Sudah lima tahun di hari-hari malamnya dalam pikirannya penuh terisi mimpi menjadi presiden. Ia pun mengerahkan semua daya upayanya untuk meraih cita-cita itu. Uang yang digelontorkan oleh adiknya, Hasyim Djoyohadikusumo tidak sedikit, triliun nilainya demi ambisi kakaknya itu. Uang itu digunakan untuk menjadikan Prabowo lebih dikenal oleh rakyat Indonesia, salah satunya untuk membayar iklan dalam berbagai jenis di semua media sejak tahun 2009.

Sedangkan sebaliknya dengan Jokowi, ia sebelumnya tidak pernah memikirkan untuk menjadi presiden, walaupun terus menerus elektablitas dan akseptabilitasnya mengalahkan Prabowo setelah ia berhasil mengalahkan Foke dalam pilihan Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Ahok menjelang akhir tahun 2012. Hal ini juga ditunjang karena rekam jejak prestasi Jokowi di Solo, dan hari-hari kegiatannya (terutama blusukan) di Jakarta yang diberitakan secara terus menerus oleh media, sehingga ia menjadi media darling. Jokowi karena "desakan" yang terus menerus baik dari pendukung Jokowi maupun "rayuan" maut yang disodorkan oleh lembaga survey yang terus-menerus diselenggarakan. Megawati pun akhirnya berlega hati dengan jiwa yang ikhlas memberikan kesempatan Jokowi kadernya. Megawati pun 14 Maret 2014 mendeklarasikan Jokowi menjadi capres yang diusung oleh PDI Perjuangan, padahal waktu pileg 3 minggu lagi. Sontak Jokowi dengan mengucap "bismillah" sambil mencium bendera merah putih, ia pun tak ada pilihan lain selain menerima "desakan" amanah itu. Jokowi pun resmi menjadi capres PDI Perjuangan.

TARGET PARTAI
Sehubungan dengan kesadaran politik masyarakat dimana masyarakat semakin cerdas untuk tidak memilih partai yang cenderung korupsi, beban Jokowi dipastikan lebih berat mengangkat PDIP dibanding Prabowo untuk mengangkat Gerindra. Angka-angka dari ICW an KPK menunjukkan hal itu. Trust level rakyat lebih tinggi pada partai yang kadernya melakukan korupsi lebih sedikit.

Karena kedua partai berkeinginan mengusung capresnya sendiri tanpa koalisi, PDI Perjuangan berharap di pemilu kali ini yaitu memperoleh suara 25%, sedangkan Partai Gerindra adalah 20%.

FAKTOR LAIN
Faktor lain yang menjadi pembatas gerak dari public figure adalah posisi mereka di partai pengusungnya. Semakin tinggi kedudukan seorang public figure dalam suatu partai ia semakin bebas dan cepat dalam mengambil keputusan politik, sehingga ia lebih bebas untuk bermanuver dan berkreasi untuk mengambil sikap dalam menghadapi perubahan politik di lapang yang dinamis.

Prabowo adalah pendiri Partai Gerindra dan di partai itu ia sebagai Ketua Dewan Pembina, sedangkan Jokowi adalah kader partai bukan penguasa partai, sehingga dalam bermanuver dan berkreasi menghadapi perubahan politik yang dinamis Prabowo mempunyai ruang gerak yang lebih bebas dibanding Jokowi yang tergantung dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

HIPOTESA
Suatu public figure dikatakan mempunyai pengaruh yang tinggi jika kenaikan hasil pemilu saat ini dikurangi dengan pemilu sebelumnya dibagi dengan hari yang ia punyai untuk menarik simpati masyarakat mempunyai nilai positif. Semakin tinggi nilai positif yang didapat, maka bisa dikatakan public figure itu mempunyai pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan dengan public figure lainnya di suatu partai yang berbeda.

HASIL DAN KESIMPULAN
Dalam pileg 2014 para pengamat dan media yang pandai membuat prediksi dengan berbagai alasan melihat kenyataan yang berbeda. Partai Gerindra dan PDI Perjuangan sama-sama tidak mencapai target. Hal itu terlihat dari hasil quick count salah satu di antaranya Litbang Kompas Kamis, 10 April 2014 pukul 5.18 pagi WIB di persentase angka masuk 93% mencatat bahwa pemenang pemilu itu adalah PDI Perjuangan (19,24%), disusul oleh Partai Golkar (15,03%), dan posisi ketiga adalah Partai Gerindra (11,75%). Tentu hasil akhir tepat angka perolehan menunggu perhitungan KPU sebagai penyelenggara resmi pemilu.

Partai Gerindra yang memang sejak didirikannya mencapreskan Prabowo bisa sedikit bernafas lega, perjuangannya selama lima tahun yang disertai korbanan uang triliunan itu menghasilkan 11,75% di pileg sekarang, atau kenaikan sekitar 7,29 % dari pileg sebelumnya 4,46%, kenaikan paling tinggi di antara kenaikan partai peserta pileg 2014.

Sedangkan PDIP yang mendeklarasikan Jokowi 3 minggu sebelum pileg, memperoleh 19,24%, atau ada kenaikan sebesar 5,21% dari pemilu sebelumnya (2009) yaitu 14,03%.

Jika dikaitkan dengan waktu pengusungan capres, Prabowo mempunyai waktu lebih jauh lebih banyak dibanding dengan Jokowi yang baru diusung PDI Perjuangan menjelang pileg 9 April 2014. Tetapi, jika dihitung dengan hari untuk berkesempatan meraih simpati masyarakat, waktu yang dimiliki Prabowo adalah 1.825 hari (lima tahun dikalikan 365 hari), sedangkan Jokowi hanya 21 hari. Walaupun PDI Perjuangan mempunyai kader nomer dua terbanyak setelah Golkar dalam hal korupsi, dan peluang perolehan suara di tahun 2014 turun, tetapi Jokowi bisa memenangkan PDI Perjuangan menjadi partai yang paling tinggi hasil perolehan suara menurut quick count, dibanding Partai Gerindra yang hanya 2 orang kadernya terlibat korupsi. Jika dihitung bobot kenaikan per hari menaikkan suara partai pengusungnya, Jokowi mempunyai nilai yang tertinggi (5,21%/21 hari) yaitu 0.25, sedangkan Prabowo 7,29%/1.825 hari) 0.003. Jadi Jokowie effect mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pabowo effect.

Jadi dimana kehebatan Prabowo effect?

Teori saya ini bisa untuk menghitung public figure effect di partai yang lain, asal diketahui kapan ia dinyatakan diusung menjadi capres oleh suatu partai. Silakan anda mencoba sendiri.

Silakan baca artikel saya yang lain terkait dengan Jokowi dan Prabowo, dua putra terbaik Indonesia yang sedang berkompetisi memenangkan hati rakyat sehingga menjadi Presiden Indonesia 2014.

Makna Tersembunyi Kelingking Jokowi dan Jempol Prabowo

Prabowo Subianto Terancam Pidana, Soal Pemimpin Jakarta yang Sakit dan Penipu

Jokowi Suka Mencium Pria dan Wanita Dewasa

Menjatuhkan Jokowi Dengan Filsafat “Anemonefish”

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
**) Sumber bacaan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2009

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun