[caption id="attachment_323098" align="aligncenter" width="569" caption="https://assets.kompas.com/data/photo/2014/04/25/16300001-foto41780x390.JPG"][/caption]
Saat ini ramai diberitakan tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lembaga penyelenggara pemilu Indonesia ini jika tidak mengumumkan hasil rekapitulasi pilihan legislatif pada 9 April 2014 yang lalu dianggap melanggar Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 205 ayat-2 dan Pasal 207 ayat-1 yang sanksinya disebut dalam Pasal 319.
Adanya sanksi pidana itu karena dalam Pasal 205 ayat-2 disebut kata "wajib" dalam isi pasal itu "KPU wajib menetapkan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota." Penyebutan kata "wajib" artinya harus diumumkan tepat 30 hari setelah penyelenggaraan pileg 9 April 2014. Menurut perhitungan hari ini Jumat 9 Mei 2014 adalah jatuh tempo penetapan itu pada pukul 24.00 waktu setempat sebagai batas paling akhir.
Pasal 207 ayat-1 itu berbunyi "KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah hari pemungutan suara." Sedangkan bunyi Pasal 319 itu adalah "Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)."
Selain harus tepat waktu, penetapan hasil pileg 2014 itu tidak boleh dilakukan secara bertahap, alias harus mencakup semua hasil rekapitulasi suara pemilu legislatif.
Sampai tulisan ini dibuat 08.00 wib baru 26 provinsi yang disahkan KPU hasil rekapitulasi suara nasionalnya dalam pemilihan legislatif. Masih 7 provinsi tersisa yang menunggu giliran untuk disahkan. Ketujuh provinsi itu adalah Maluku Utara, Jawa Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur. Sumber disini.
Ditengarai potensi molornya hasil rekapitulasi tersebut disebabkan banyaknya masalah yang terjadi. Versi KPU, sda lima masalah yang diungkap KPU mengapa hasil rekapitulasi tersebut berpotensi molor yaitu (1) banjir protes saksi parpol; (2) suara dari luar negeri belum selesai dihitung; (3) perlu pencermatan ulang data pemilih; (4) perbaikan formulir C-1; dan (5) penyelesaian masalah saat rekapitulasi lama. Sumber disini.
Presiden, jelas Margarito Pakar Hukum dan Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) harus segera menyelamatkan pemilu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) pada Jumat (9/5) jika pada hari itu KPU gagal mengesahkan rekapitulasi suara nasional pemilu legislatif sebagaimana yang diamanatkan UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilu. Dan jika hal itu terjadi akan menjadi preseden pertama dalam pemilu di Indonesia di mana komisioner KPU harus diberhentikan di tengah jalan karena ketidakmampuan menetapkan rekapitulasi suara nasional sesuai perintah undang-undang.
"Pidana ini harus diproses. Karena ada pelanggaran etik di situ. Demi hukum, mereka harus diberhentikan, dan diangkat komisioner KPU yang baru," tutur mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Selasa (6/5). Sumber disini.
Hal yang senada juga diungkapkan Pengamat pemilu dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin. Menurutnya hasil pemilu terancam tidak sah jika KPU tidak menetapkan hasil pemilu nasional tepat waktu. Kondisi itu tak hanya berpengaruh terhadap calon anggota legislatif DPR dan DPRD saja, melainkan juga bagi caleg DPD. Selanjutnya Said mengatakan, polemik rekapitulasi suara disebabkan beberapa hal, seperti penggelembungan suara, jual-beli suara, dan potensi manipulasi kecurangan, baik di kabupaten/kota maupun provinsi.