Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 68 Ayat (1) menyatakan, permohonan pembubaran partai politik hanya bisa diajukan oleh Pemerintah. Peraturan MK No.12/2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik Pasal 1 ayat-2 menyebut bahwa yang dimaksud Pemerintah adalah Pemerintah Pusat, yang selanjutnya dijelaskan dalam Pasal-3 “Pemohon adalah Pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa Agung dan/atau Menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk itu.”
Jadi legal standing atau pemohon yang berhak mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi atas pembubaran suatu partai yang melanggar UUD 1945 adalah Presiden atau bisa diwakili oleh Jaksa Agung dan atau Menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk itu.
Tugas Presiden Berikutnya
Pengajuan pembubaran Partai Demokrat saat ini tentu saja mengalami kendala atau hambatan, karena partai penguasa saat ini adalah Partai Demokrat yang justru melakukan korupsi. Jadi peluang pembubaran partai ini terbuka pada presiden yang baru. Siapapun presidennya yang akan menggantikan SBY yang habis masa jabatannya, sikap oposisi Partai Demokrat justru akan mempermudah Presiden yang baru untuk mengajukan pembubaran partai ini. Tak ada alasan untuk tidak membubarkannya. Presiden yang baru harus berani melakukannya demi terkikis habisnya perbuatan korupsi yang sudah akut di Indonesia.
Keberanian pemerintahan yang baru untuk membubarkan Partai Demokrat akan berdampak positif pada pemberantasan korupsi di Indonesia. Setidaknya korupsi terorganisir bisa ditekan habis. Apalagi disertai dengan sanksi hukuman mati bagi para pelaku korupsi tersebut.
Pembubaran partai di Indonesia bukan hal yang baru. Mardian Wibowo (2011) mencatat terdapat beberapa kasus pembubaran partai politik di Indonesia dan wilayah yang secara historis merupakan cikal bakal Indonesia, yaitu Hindia-Belanda. Pada 1913 Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda membubarkan Indische Partij, dan membubarkan Partai Komunis Indonesia. Sementara Partai Nasional Indonesia dibubarkan oleh Ketuanya sendiri para 1930 karena penangkapan para pemimpin PNI oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Partai Komunis Indonesia dibekukan pada tahun 1965 dan kemudian pada tahun 1966 PKI dilarang dengan Ketetapan MPRS. Pada masa Presiden Soeharto ini juga, tepatnya 1973, dilakukan penggabungan partai-partai menjadi Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia, serta satu Golongan Karya. Sumber disini.
BERANTAS KORUPSI SAMPAI HABIS DARI BUMI PERTIWI INDONESIA.
-------mw-------
*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H