[caption id="attachment_324417" align="aligncenter" width="611" caption="Berantas Korupsi Selamatkan Bangsa"][/caption]
Prolog
Sebagaimana diakui oleh Ketua Umum yang sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Presiden RI yang akan habis masa jabatannya di tahun, bahwa anjloknya perolehan suara Partai Demokrat adalah disebabkan kasus korupsi yang mendera partai itu. Pernyataan ini diungkap oleh SBY saat membuka Rapimnas Partai Demokrat di Hotel Sultan, Senayan Jakarta pada Minggu 18 Mei 2014.
"Mengapa perolehan kita turun tajam? Karena ada kasus korupsi yang dilakukan sejumlah kader, krisis kepimpinan 2013 lalu, kemudian digempur habis-habisan 2 tahun oleh sejumlah televisi dan media cetak yang membangun persepsi publik seolah-olah parpol paling banyak korupsi padahal kenyataannya tidak," katanya. Sumber disini.
Partai Demokrat memperoleh suara 10,19% di pileg 9 April 2014 yang baru lalu turun separuh lebih dibanding pileg 2009 partai itu meraup 20,85% perolehan suara. Anjloknya perolehan suara itu menyebabkan partai ini tak bisa mengusung presiden sendiri, juga sampai saat ini arah koalisi belum juga bisa dinyatakan secara tegas. Bahkan dalam salah satu hasil keputusannya, SBY menegaskan PD akan bersikap mandiri. "Rapimnas berpendapat lebih mulia dan terhormat bagi PD untuk bersikap mandiri serta tak perlu meminta-minta dari pihak manapun untuk sebuah kekuasaan. Ini didukung oleh 56% kader partai yang dipimpin oleh SBY ini.
Sikap pasti Partai Demokrat untuk berkoalisi memang masih ditentukan pada 20 Mei 2014, tapi melihat gelagat pernyataan dari SBY yang didukung oleh hampir separuh kadernya diduga kuat bahwa Partai Demokrat akan menjadi partai oposisi.
Elit Partai Demokrat Korupsi Terorganisir?
Masifnya kasus korupsi yang dilakukan oleh elit-elit partai tersebut mengisyaratkan bahwa partai ini diindikasikan melakukannya secara terorganisir sehingga bisa disebut telah melanggar UU RI No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (dan UU RI No. 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik), pasal-40 ayat-2 butir (a) yaitu Partai Politik dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan. Bukti-bukti elit partai tersebut melakukan korupsi bisa dibaca dalam artikel yang berjudul "Pak Presiden, Bubarkan Partai Demokrat Please!"
Suara Pembaharuan, 26 Februari 2013 melaporkan bahwa mengamati perilaku korupsi oleh petinggi Partai Demokrat ini, Said Salahudin Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) mengatakan, kasus korupsi yang diduga melibatkan pengurus inti Partai Demokrat membuka peluang partai politik itu untuk dibubarkan.
“Karena kegiatan korupsi dilakukan oleh para pengurus inti, maka hal itu bisa dikualifikasikan sebagai kegiatan korupsi yang dilakukan oleh parpol secara kelembagaan,” kata Said Salahudin di Jakarta, Senin (25/2/2013).
Pembubaran Partai Demokrat Mungkin?
Said mengatakan, menurut Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 24 (C), Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan untuk membubarkan partai politik. MK berwenang membubarkan partai politik apabila kegiatannya bertentangan dengan UUD 1945 atau akibat yang ditimbulkannya bertentangan dengan UUD 1945.
Aturan itu, kata dia, merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 68 Ayat (2) juncto Peraturan MK Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Pembubaran Partai Politik pasal 2 huruf b. Sumber disini.