Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jika SBY Melawan Malu

9 Desember 2014   06:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:43 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_358522" align="aligncenter" width="586" caption="Presiden Jokowi sedang menyambut tamunya Ketum Partai Demokrat SBY di Istana Merdeka"][/caption]

Sumber Gambar

Menjelang berakhirnya masa bhakti DPR periode 2009-2014, sikap politik Partai Demokrat yang dianggap berkhianat dengan melakukan walk out secara dramatis di saat voting yang menentukan menjadikan akhir sidang paripurna DPR mengetok palu setuju bahwa pilkada dipilih oleh DPRD. Sikap Demokrat tersebut menjadikan SBY dan Partai Demokrat sasaran tembak ekspresi kemarahan publik yang merasa dikhianati. Publik merasa hak politik untuk turut serta dalam memilih pemimpin sendiri di wilayahnya digerus oleh manuver KMP dan Fraksi Demokrat. Ekspresi kemarahan publik itu mendunia. Di dunia maya terutama di Twitter peristiwa yang dibuat bertagar #ShameOnYouSBY, #ShamedByYou, dan #ShamedByYouAgainSBY, berturut-turut, terus menerus menjadi Trending Topic teratas sejak UU Pilkada disetujui 26 September 2014.

SBY kecewa bahkan marah dengan sikap kader-kadernya yang mbalelo.  Ia merasa memberi perintah untuk all out mendukung pilkada langsung bukan walk out. Presiden ke-6 itu pun sadar, ia akan dicatat dengan tinta hitam sepanjang sejarah sebagai presiden anti demokrasi. SBY malu pun bukan main. SBY yang selalu menjaga citra dirinya itu pun kalang kabut.

Demi mengembalikan citra dan melawan malu yang mendera dirinya, seminggu berselang setelah peristiwa itu, SBY dengan sisa-sisa kekuasaan yang dimilikinya sebagai seorang presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) dua sekaligus: Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Lalu Perpu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Penetapan dua perpu itu dimaksudkan untuk mementahkan UU MD3 yang mengatur pilkada tidak langsung. Ia tak peduli bahwa penetapan perpu itu mensyaratkan kondisi genting negara sebagaimana disebutkan dalam dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.” Penetapan PERPU yang dilakukan oleh Presiden juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) yang berbunyi “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

SBY tampaknya menyadari bahwa subyektivitas Presiden dalam menafsirkan “hal ihwal kegentingan yang memaksa” yang menjadi dasar ditetapkannya PERPU, kelak akan dinilai DPR yang baru periode 2014 - 2019: apakah kegentingan yang memaksa itu benar terjadi atau akan terjadi. SBY berspekulasi dengan penetapan dua perpu tersebut: kelak DPR yang baru menerima atau menolak. Itu urusan nanti. Ia tak peduli. Ia ingin menunjukkan bahwa ia mendukung pemimpin daerah dipilih langsung oleh rakyatnya, bukan oleh anggota dewan.

SBY pun juga tak peduli bahwa dengan menetapkan dua perpu itu ia akan terlihat jelas menentang Partai Demokrat --partai yang mengusung dirinya menjadi presiden selama dua periode. Ia punya alasan kuat untuk dirinya: tak sudi disebut anti demokrasi. Presiden SBY yang juga Ketum Partai Demokrat itu tak masalah untuk hatta ia harus berseberangan dengan partainya sendiri. Demikain juga ketika dari Bali terdengar suara lantang bahwa Munas Golkar versi ARB menarik dukungannya pada dua perpu yang ditetapkannya. Tentu saja rencana Golkar ARB ini membuat SBY meradang. Ia yang semula ingin menarik diri dari dunia persilatan politik mencuit keras di akun Twitter miliknya. SBY turun gunung dengan sengit terhadap rencana Golkar ARB itu.

Melalui Twitter 14 cuitan dilayangkan oleh SBY merespon deklarasi perang Golkar Ical.

"Kini, secara sepihak PG menolak Perppu, berarti mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Bagi saya hal begini amat prinsip," tulis mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam akun Twitter resmi miliknya @SBYudhoyono, Kamis (4/12/2014) malam. SBY memastikan, Partainya ogah bekerjasama dengan partai politik yang tidak konsisten, mengingkari kesepakatan, dan meningalkan komitmennya begitu saja.

"Saya menganut politik yang berkarakter, bermoral, bisa dipercaya dan satu kata dengan perbuatan. Rakyat menginginkan politik seperti ini. Saya dan PD meminta dukungan rakyat Indonesia pecinta demokrasi, agar Perppu Pilkada Langsung ini bisa lolos di DPR nanti," tulis SBY di tweet berikutnya. Sambil memegang kertas Nota Kesepahaman Bersama, SBY pun mengisahkan bagaimana kesepakatan bersama enam parpol pada 1 Oktober 2014 untuk mendukung Perppu Pilkada yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekjen Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PKS dan PPP (hanya ketum).

"Waktu itu PD bersedia bersama KMP dalam kepemimpinan DPR & MPR, dengan syarat (mutlak) KMP harus menyetujui dan mendukung Perppu," jelas SBY.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun