Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Surat dari USA Tekan Jokowi Soal Eksekusi Mati "Bali Nine"

9 Februari 2015   03:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:35 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_367859" align="aligncenter" width="576" caption="Director Prison Watch Program AFSC Bonnie Kerness"][/caption]

Sumber Gambar

Tekanan kepada Pemerintah Indonesia masih terus berdatangan. Ketegasan Presiden Jokowi yang menolak grasi atau pengampunan pada terpidana mati kasus narkoba terutama Bali Nine kembali diuji. Kali ini datang dari organisasi yang bernama American Friends Service Committee (AFSC) sebuah organisasi persahabatan masyarakat keagamaan (Quaker) untuk perdamaian dan keadilan sosial di Amerika Serikat dan seluruh dunia.

Diberitakan oleh www.kompas.com pada hari ini, Minggu, 8 Februari 2015 bahwa AFSC mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo demi meminta pengampunan terpidana mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan yang keduanya berasal dari Australia.

Organisasi yang mengaku sebagai lembaga advokasi perlindungan hak asasi manusia lebih dari seratus tahun itu merasa terganggu terhadap rencana eksekusi dan menganggap hukuman mati terhadap kedua gembong narkoba Australia berlebihan, bahkan menyebut keputusan Pemerintah Indonesia untuk mengeksekusi terpidana mati adalah tidak pantas.

“Organisasi kami sangat terganggu oleh pelaksanaan (hukuman mati) yang akan datang untuk Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dua warga Australia yang berada di penjara di Indonesia untuk kejahatan narkoba. Kami percaya bahwa hukuman mati itu berlebihan.”

“Saya merasa bahwa itu (eksekusi mati) sangat tidak pantas bagi individu yang tidak memiliki sejarah kekerasan dan yang telah ditunjukkan selama penahanan mereka penyesalan dan keinginan untuk rehabilitasi,” demikian tulis Bonnie Kerness, MSW selaku Direktur Prison Watch Program dalam suratnya yang dilihat Kompas.com di Denpasar, Bali, Minggu, 8 Februari 2015.

“Dengan rasa hormat yang mendalam dan kerendahan hati, kami meminta Anda (Joko Widodo) sebagai Presiden baru Indonesia menunjukkan kepada dunia nilai-nilai pencerahan demokrasi negara Anda dengan menunjukkan belas kasihan kepada dua individu yang layak ini dengan menawarkan pengampunan. Kami sangat berterima kasih atas pertimbangan Anda,” lanjut Bonnie.

Sebelumnya, terkait terpidana mati Bali Nine ini pihak Australia juga sudah melakukan upaya diplomatik untuk menggagalkan eksekusi mati warganya itu. Upaya langsung dari Perdana Menteri Tony Abbot kepada Presiden Jokowi, melalui surat ataupun mengutus Dubes Asutralia di Jakarta untuk melobi Wakil Presiden Jusuf Kalla, namun semua upaya itu tak mengubah keputusan Presiden untuk tetap menolak grasi keduanya.

Tak hanya upaya diplomatik itu, surat pribadi dikirimkan kepada Presiden baik dari kedua terpidana mati itu sendiri maupun surat bermaterai dari terpidana lain dari Kerobokan, Denpasar, Bali yaitu Martin Jamanuna yang siap menggantikan untuk menerima eksekusi mati karena melihat penyesalan yang ditunjukkan oleh Andrew Chan.

Menyesal tentu merupakan kewajiban dari semua yang telah melakukan kesalahan dan dosa, apalagi sampai menjadi terpidana mati karena telah melakukan perbuatan melawan hukum berat yakni dalam hal ini telah mengedarkan narkoba. Tak hanya menyesal ia pun harus selalu berusaha untuk melakukan kebaikan baik kepada sesama maupun kepada Tuhan. Harus disadari bahwa ia akan segera bertemu Sang Pencipta. Setidaknya dengan penyesalan dan kebaikan yang dilakukannya itu ia berharap bahwa perbuatan dosanya akan diampuniNya. Adalah wajar seseorang yang sudah mendekati kematian melakukan perbuatan baik kepada sesama dan kepada Tuhan Sang Pencipta.

Namun, hukum positif negara Indonesia yang memberikan sanksi optimal yaitu hukuman mati itu tetap harus dilaksanakan. Hukuman itu sebagai bentuk konsekuensi logis di dunia atas perbuatannya yang melanggar hukum dengan sanksi hukuman berat. Apalagi pengadilan sudah memutuskan, upaya banding, kasasi ataupun peninjauan kembali sudah dilakukan. Namun dengan pertimbangan fakta perbuatannya, hukuman mati telah dijatuhkan dan sudah in kracht. Presiden pun menolak permohonan grasi mereka karena mengingat, seperti yang disampaikan sendiri oleh Presiden Jokowi, Indonesia dalam keadaan darurat narkoba. Setiap hari 50 rakyat Indonesia tewas sia-sia karena narkoba. "No Compromise," begitu Presiden menegaskan kembali keputusannya untuk memberikan grasi kepada terpidana mati saat diwawancara oleh wartawan CNN Chiristine Amanpour yang disiarkan pada Selasa, 27 Januari 2015 lalu. Selengkapnya silakan baca "Presiden Jokowi “No Compromise” atas Tekanan Intensif Australia".

14234001651477880228
14234001651477880228
Isi Surat dari Bonnie Kerness kepada Presiden Jokowi

Sumber Gambar

Kembali pada surat tertanggal 5 Februari 2015 dari AFSC yang dikirimkan kepada Presiden Jokowi dan ditembuskan kepada kedua terpidana mati. Jika memperhatikan isi suratnya terbaca hal-hal sebagai berikut:

1. Diskriminasi
Jelas surat itu diskriminasi, karena hanya menyebut dua terpidana mati dari Australia, padahal yang akan dieksekusi tidak hanya dari Australia, tapi dari Nigeria, Perancis, Brasil, Ghana, Cordoba, Filipina dan Inggris. Kenapa hanya warga negara Australia saja yang dimintakan ampun? Padahal organisasi ini memaklumkan dirinya sebagai lembaga advokasi hak asasi manusia seluruh dunia. Perhatikan kalimat dalam surat itu "....... Our organization is deeply troubled by the impending execution of Myuran Sukumaran and Andrew Chan, two Australian citizens who in prison in Indonesia for non-violent drug related crimes."

2. Arogan
Arogansi surat ini bisa diungkap pada kata pembuka "The American Friends Service Committee has been advocating for human rights nearly one hundred years. Our organization is deeply troubled by the impending execution of Myuran Sukumaran and Andrew Chan, two Australian citizens who in prison in Indonesia for non-violent drug related crimes."

Rupanya hanya organisasi itu yang merasa dirinya terganggu, ia tak memikirkan bangsa Indonesia pun telah terganggu, dan bahkan sebagian rakyatnya menjadi korban akibat beredarnya narkoba oleh mereka. Beredarnya narkoba yang marak menyebabkan Indonesia dalam keadaan darurat narkoba, dan korban narkoba yang akut akan menderita dalam waktu yang lama.

3. Meremehkan
Bonnie Kerness bahkan berani menyebut bahwa hukuman mati yang telah in kracht itu sebagai hal yang berlebihan dan tidak pantas dengan alasan terpidana mati telah menunjukkan penyesalan dan melakukan perbuatan baik selama di penjara. Pernyataan itu jelas-jelas meremehkan bahkan tidak menunjukkan penghormatan pada proses hukum yang telah dilakukan oleh peradilan Indonesia pada kedua warga negara Australia itu.

"As an organization, we believe that the death penalty is excessive. As the Director of AFSC's Prison Watch Program, I can't help but feel that it becomes inappropriate for individuals who have no history of violence, and who have demonstrated during the imprisonment their keen remorse and capacity for rehabilitation.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, demi kewibawaan hukum di Indonesia dan penegakannya sudah sepantasnya Presiden Jokowi mengabaikan surat tersebut dan tetap melaksanakan hukuman mati kepada terpidana mati kasus narkoba dan lainnya tanpa pandang bulu. Apalagi organisasi yang berpusat di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat ini kegiatannya dalam pengawasan Federal Bureau of Investigation (FBI).

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
**) Sumber bacaan
1. Terkait Eksekusi Mati Duo “Bali Nine”, Jokowi Dikirimi Surat dari AS. 8 Februari 2015. Sri Lestari. www.kompas.com. Web. 8 Februari 2015.
2. Napi Kerobokan Siap Dihukum Mati untuk Gantikan Andrew Chan. 8 Februari 2015. Sri Lestari. www.kompas.com. eb. 8 Februari 2015.
3. Surat Terbuka Dua Terpidana Mati "Bali Nine" untuk Pemerintah Indonesia. 6 Februari 2015. Sri Lestari. www.kompas.com. Web. 8 Februari 2015.
4. American Friends Service Committee. www.afs.org. Web. 8 Februari 2015.
5. American Friends Service Committee. www.wikipedia.com. Web. 8 Febaruari 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun