Ribuan pulau yang tersebar yang dimiliki Indonesia rupanya dimanfaatkan menjadi titik masuk yang strategis bagi mafia narkoba untuk memasukkan barang haram tersebut ke dalam wilayah Indonesia. Setelah banyak digagalkan melalui bandara-bandara yang ada oleh para penegak hukum Indonesia, para mafia itu saat ini mengalihkan rute pasokan barang melalui laut dan wilayah perbatasan.
Para mafia narkoba itu tak masuk ke dalam wilayah Indonesia begitu saja. Sebelum memasok anggota mereka terlebih dahulu mempelajari dan menyelidiki situasi baik keamanan, personal, hukum dan perundang-undangan negara Indonesia, bahkan peralatan yang dimiliki oleh aparat penegak hukum Indonesia. Disamping mereka menyamar dan berbaur dengan kita semua, misalnya sebagai nelayan yang rutin melaut untuk memancing dan menangkap ikan, dan sebagainya. Yang paling sering dilakukan adalah dengan cara menikahi wanita-wanita setempat agar tidak dicurigai dan bisa berbaur secara sosial. Dari anggotanya yang menyamar itulah para mafia itu mendapatkan pasokan informasi yang penting untuk membuat strategi pemasaran barang haram ke Indonesia. Aktivitas penyamaran dan peredaran ini dilakukan selama bertahun-tahun, sehingga para mafia itu berhasil "panen raya" dari hasil kerja keras itu dalam waktu beberapa tahun belakangan ini.
Data dan Fakta yang Mengerikan
Menurut Kabag Humas BNN Sumirat Dwiyanto pada 19 Januari 2015 dalam acara Primetime Talk di Beritasatu TV, serbuan mafia narkoba ke wilayah Indonesia mencatat transaksi barang haram itu sekitar total 48 triliun. Transaksi yang fantastis. Bandingkan dengan keseluruhan transaksi yang terjadi di ASEAN yang sejumlah 160 triliun. Para mafia narkoba yang berasal dari Indonesia sendiri, juga Malaysia, Australia, Iran, Perancis, Taiwan, Nigeria dan lain-lain. Para mafia tersebut berpesta pora dengan total peredaran sebesar 30% ada hanya di Indonesia.
Menurut penjelasan pangamat hukum Asep Iwan Iriawan, para mafia itu berpikir bahwa vonis hukuman di Indonesia adalah hukuman yang ringan dan seumur hidup, hukuman mati di Indonesia hanya di atas kertas. Hukuman mati hanya berlaku untuk kejahatan teroris dan pembunuhan berencana. Bahkan di dalam penjara pun para mafia yang tertangkap dan diputus hukuman mati pun masih bisa mengendalikan dan menjalankan bisnis narkoba. Tak ada eksekusi mati di Indonesia. Itu pikiran mafia terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
Tabel-1. Tersangka Narkoba Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kewarganegaraan
Juga, penjelasan dari Sumirat, menurut pengakuan salah satu anggota mafia narkoba yang tertangkap yang akhirnya bekerjasama dengan penegak hukum bahwa di Indonesia bisa melakukan pencucian uang dalam bentuk pemberian donasi pada lembaga atau aktivis tertentu yang berkampanye anti hukuman mati untuk mengganggu dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Direktur PLRIP-BNN Ida Utari pada Rakernis Terapi Rehabilitasi Napza pada 20 Maret 2014 di Kementrian Kesehatan menyebut di seluruh dunia pecandu berat narkoba berjumlah antara 15.5 juta - 38.6 juta. Prevalensi pengguna narkoba dunia adalah sekitar 5%, sedangkan Indonesia pada 2015 diperkirakan sebesar 2.8%, ada kenaikan hampir dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir (tahun 2004 prevalensi 1.75%). Tak ada penururan sama sekali selama 10 tahun terakhir. Lihat Tabel-2.
Tabel-2. Prevalensi Pengguna Narkoba di Indonesia