Amanda Meade wartawan the Guardian melaporkan hasil jajak pendapat warga negara Australia tentang eksekusi mati warga negara Australia karena narkoba di luar negeri. Jajak pendapat dilakukan oleh Roy Morgan Research atas saran dari anak perusahaan radio resmi ABC milik Australia, Triple-J. Hasil jajak pendapat itu mengungkap bahwa 52% warga negara Australia setuju atas eksekusi mati atas warga Australia di luar negeri itu, sedangkan 48% tidak setuju. Jajak pendapat itu dilakukan pada tanggal 23 - 27 Januari 2015 lalu dengan responden sebanyak 2,123 orang. Menurut Roy Morgan Research jajak pendapat dilakukan dengan menggunakan SMS dan tidak ada komisi bagi responden, sehingga responden jauh dari pengaruh pengaturan hasil jajak pendapat itu. Tahun 2009 dilakukan jajak pendapat serupa diketahui 53% setuju hukuman mati untuk warga Australia di luar negeri karena perdagangan narkoba.
Jajak pendapat itu dirilis oleh media mainstream dalam negeri Australia dengan headline mencolok Australians think Andrew Chan & Myuran Sukumaran should be executed. Headline berita itu sekaligus menghapus upaya Pemerintah Australia dan Mercy Campaign yang telah berhasil mengumpulkan tanda tangan 130,000 buah untuk sebuah petisi demi membebaskan duo Bali Nine.
Karena tak ada lagi jajak pendapat dilakukan, hasil itu adalah cerminan dari keseluruhan warga negara Australia yang saat ini berjumlah 22,507,617 (per Juli 2014, data Central Intellegence Agency (CIA) Amerika Serikat) Â Lebih dari separuh warga negara Australia setuju atas pelaksanaan hukuman mati duo Bali Nine di depan regu tembak Pemerintah Indonesia.
Tapi, semua hal di atas oleh Abbott dikaburkan  dengan mengatakan kepada PBB hanya jutaan warga negara (tidak setuju 42% dari 22,507,617 orang) yang kecewa atas ekseskusi itu, padahal di sisi lain ada jumlah lebih dari yang disampaikan Abbott yang setuju atas eksekusi mati itu (52% dari 22,507,617 orang).
Bukti Lain
Kita tahu bersama bahwa Australia termasuk negara yang menghapus sama sekali hukuman mati (Abolitionist Country) dan secara resmi Pemerintah Australia mendeklarasikannya pada tahun 1985. Kita tentu berasumsi bahwa jika sudah dideklarasikan secara resmi oleh Pemerintah bisa dipastikan bahwa keputusan itu telah mendapat dukungan para politisi negara Australia. Namun, berbagai jajak pendapat resmi yang dilakukan oleh lembaga riset di Australia menunjukkan hal yang berbeda. Jelas digambarkan bahwa jajak pendapat pada para politisi partai di Australia sebelum dan sesudah deklarasi penghapusan hukuman mati ternyata, setelah deklarasi, masih ada keinginan kuat untuk menerapkan kembali hukuman mati walaupun hanya pada kasus tertentu, bahkan prosentasinya lebih tinggi dibanding hukuman lainnya. Jajak pendapat itu adalah sebagai berikut.
[caption id="attachment_369262" align="aligncenter" width="574" caption="Jajak Pendapat Pada Politisi Australia atas Penerapan Hukuman Mati di Australia Sebelum dan Sesudah Deklarasi"]
Sumber Gambar milik Australian Institute of Criminology, page-3
The Australian National University yang secara rutin melakukan jajak pendapat pada para politisi Australia atas berbagai isu yang berkembang sejak tahun 1987 sampai sekarang. Atas laporan jajak pendapat setebal 131 halaman oleh Ian McAllister dan Sarah M. Cameron membuktikan hal yang tidak jauh berbeda, sebagaimana rakyat Australia, para politisi Australia pun ternyata dari tahun ke tahun berkeinginan kembali menerapkan hukuman mati itu walaupun hanya pada kasus tertentu dengan prosentasi yang semakin meningkat.
[caption id="attachment_369266" align="aligncenter" width="567" caption="Jajak Pendapat Pada Politisi Australia atas Hukuman Mati di Australia Tahun 1987 - 2013"]
Sumber Gambar milik The Australian National University, page-113
Dari berbagai fakta yang terungkap di atas, betapa liciknya Perdana Menteri Tony Abbott demi tujuannya agar bisa memojokkan Pemerintah Indonesia dengan isu hukuman mati warga negaranya, ia harus melakukan dusta untuk mendapatkan dukungan dari Perserikatan Bangsa Bangsa.