[caption id="attachment_369243" align="aligncenter" width="551" caption="Tony Abbott dan Ban Ki Moon: Ada dusta di antara mereka?"][/caption]
Berita intervensi PBB soal hukuman mati di Indonesia ramai diberitakan di media nasional dan internasional. Tentu saja hebohnya pemberitaan dipicu oleh gencarnya Pemerintah Australia membela dua warganya: Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang segera dieksekusi mati karena terbukti sah secara hukum Indonesia keduanya adalah gembong narkoba. Perdana Menteri Australia Tony Abbott sejak awal ngotot menekan Pemerintah Indonesia untuk membatalkan rencana eksekusi itu, walaupun Presiden Jokowi secara tegas menjelaskan no compromise dan menolak permohonan grasi dari terpidana narkoba dari manapun. Sebelumnya Presiden juga menolak pengampunan Belanda dan Brasil atas warganya dari eksekusi masti pada 18 Januari 2015 lalu. Alhasil kedua negara itu menarik duta besarnya dari Jakarta.
Ketegasan serupa ditunjukkan oleh Presiden Jokowi pada eksekusi gelombang kedua yang rencananya akan dilakukan bulan Februari 2015 ini. Dari 12 terpidana mati yang akan dieksekusi berasal dari Filipina, Perancis, Nigeria, Gana, Brasil, Indonesia sendiri dua diantaranya dari Australia. Rincian siapa saja dan kapan akan dieksekusi Kejaksaan Agung belum memberikan keterangan lebih lanjut, walaupun persiapan eksekusi sudah mulai dilaksanakan. Namun, Senin hari ini, 16 Februari 2015 masing-masing diplomat dari negara yang warga negaranya akan dieksekusi telah diundang Pemerintah Indnesia untuk pertemuan dalam rangka memberitahu pelaksanaan eksekusi mati itu.
Abbott baru saja lolos dari pemakzulan karena melukai hati warga negaranya dengan memberikan Gelar Kebangsawanan kepada Pangeran Philip dari Inggris yang memang dalam sejarahnya Australia dalam belenggu Kerajaan Inggris. Tony Abbott dituduh mengalami diskoneksi dengan perasaan rakyat Australia, dalam kasus pemberian penghargaan tertinggi Australia kepada Pangeran Philip dari Inggris tersebut. Hal ini diangkat dan dijadikan momentum untuk memakzulkan Abbott. Namun, nasib Tony Abbott beruntung. Voting internal partainya pada Selasa, 10 Februari 2015 dimenangkannya.
Oleh karena itu, Abbott memanfaatkan isu hukuman mati tersebut untuk menghibur hati rakyat dan partainya dengan menunjukkan upaya yang ngotot dan nekat agar pelaksanaan hukuman mati itu bisa dibatalkan oleh Pemerintah Indonesia.
Lobi melalui jalur diplomatik yang dilakukannya menemui kegagalan. Wapres Jusuf Kalla senada dengan Presiden Jokowi menolak untuk membatalkan eksekusi itu saat menerima utusan resmi Pemerintah Australia minggu lalu. Wapres Jusuf Kalla menjelaskan bahwa dua warga Australia itu telah menempuh langkah hukum berjenjang.
Tak berhasil dengan cara internal Australia, Abbott pun mencoba meminta sekutu dekatnya Amerika Serikat. Tapi tentu saja, Pemerintah AS tak bisa membantu, karena di bulan Februari ini Pemerintah Federal AS malah merencanakan mengeksekusi 8 terpidana mati. Bahkan mendahului Indonesia, Pemerintah Federal Amerika Serikat telah mengeksekusi dua orang terpidana mati Donald Newbury 4 Februari 2015 dan Wolter Storey 11 Februari 2015 dengan suntik mati. Apa kata dunia, jika AS membantu Australia, sedangkan dalam negerinya sendiri hukuman mati sedang dijalankan? Lihat tabel berikut.
Tiada rotan, akar pun berguna. Tak dapat bantuan dari Pemerintah AS, dari LSM di Amerika Serikat pun jadilah. Gamblang sekali bahwa Abbott mempunyai target tertentu pada Indonesia. Abbott ingin memojokkan Pemerintah Indonesia dengan issu hukuman mati warganya itu sehingga ia berharap agar Pemerintah Indonesia mengikuti keinginan Abbott. Itu adalah uji kekuatan atas Presiden Jokowi atas Pemerintah Australia seperti diungkap oleh Daniel Hurst seorang koresponden politik the Guardian. Sumber disini.
Adalah lembaga non-pemerintah American Friends Service Committee (AFSC) sebuah organisasi persahabatan masyarakat keagamaan (Quaker) yang didirikan satu abad yang lalu untuk perdamaian dan keadilan sosial di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Direktur Prison Watch Program AFSC Bonnie Kerness pun mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Namun, Pemerintah Indonesia bergeming. Selengkapnya simak "Surat dari USA Tekan Jokowi Soal Eksekusi Mati “Bali Nine”.