Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kisah Jokowi Menepuk Tiga Pencibir Nakal

19 Februari 2015   13:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:54 3546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_369638" align="aligncenter" width="558" caption="Ketum PDIP Megawati Bersama Kader Andalannya Jokowi yang Jadi Presiden Saat ini"][/caption]

Sumber Gambar

Tak seorang pun menyangkal kebaikan hati Megawati yang memberikan kesempatan ada Jokowi, kader PDI Perjuangan untuk menjadi presiden. Kebaikan Megawati ini akan selalu tercatat dalam tinta emas sejarah Indonesia, dimana ketua umum sebuah partai besar memberikan kesempatan buat kadernya untuk memimpin sebuah bangsa yang besar.

Namun, kebaikan hati itu dibaca negatif oleh orang-orang di sekitarnya, juga oleh lawan politiknya. Tak hanya pikiran negatif, justru sudah menjadi cibiran lawan politiknya untuk merenggangkan hubungan Megawati dan Jokowi. Olok-olok itu adalah bahwa Jokowi karena bukan ketua umum partai, ia lemah, ia akan mudah dikendalikan oleh pengurus tertinggi partainya, ia hanya sebatas petugas partai. Lebih jauh lagi Jokowi hanyalah akan menjadi boneka. Jokowi boleh jadi presiden, tapi ia bukan kepala negara dan kepala pemerintahan. Intinya Megawati lah yang mengendalikan.

Cibiran itu benar-benar dimanfaatkan oleh lawan politiknya untuk menjatuhkan Jokowi pada saat kampanye pilpres yang lalu, sebut saja Fadli Zon dari Partai Gerindra. Zon membuat cibiran itu dalam puisinya yang terkenal "Sajak tentang Boneka".

[caption id="attachment_369639" align="aligncenter" width="494" caption="Fadli Zon dari Partai Gerindra sang Pencipta Sajak Tentang Boneka"]

14242988481026872425
14242988481026872425
[/caption]

Sumber Gambar

Isi puisi cibiran itu berkisah tentang sebuah boneka yang tak mampu berbuat apa-apa. Zon mengibaratkan, bahwa sebuah boneka tersebut berbaju kotak-kotak. Boneka itu tak mampu berkata-kata banyak dalam berbicara. Tidak hanya itu, dia juga menyebut boneka tak punya harga diri dan hati nurani. Menurut Zon, boneka tak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti keinginan pemiliknya. Selengkapnya puisi cibiran itu silakan baca disini.

Walau sebagian pengamat meyakini bahwa Jokowi kelak bila menjadi presiden tidak akan menjadi boneka, namun cibiran "Sajak tentang boneka" Zon sudah sedemikian merasuk ke dalam benak dan menjadi stigma publik sampai saat ini: sampai Jokowi menjadi Presiden.

Tak hanya lawan politik Jokowi yang memberikan cibiran seperti itu, bahkan internal PDI Perjuangan sendiri pun, jika terlihat Presiden melakukan sesuatu kebijakan yang tidak disukai oleh PDI Perjuangan, akan keluar cibiran petugas partai. Cibiran yang seolah-olah mwngingatkan dan menekan Jokowi agar ia patuh dan turut apa kehendak partainya.

[caption id="attachment_369640" align="aligncenter" width="541" caption="Menko PMK Puan Maharani Pembantu Presiden Jokowi"]

14242992961079682258
14242992961079682258
[/caption]

Sumber Gambar

Cibiran bernuansa negatif itu tak tanggung-tanggung diucapkan salah satunya oleh putri Megawati sendiri, Puan Maharani yang notabene pembantu presiden.

"(Membentuk partai) itu hak politik tiap warga negara, tapi sampat saat ini Pak Jokowi masih kader PDIP dan petugas partai," kata Puan di Kompleks Parlemen, Selasa, 3 Februari 2015. "Kalau ada massa dan nama partainya, lalu disahkan pemerintah, ya, boleh-boleh saja." Sumber disini.

Ternyata tak hanya Zon dan Puan, Tommy Soeharto pun senada dengan Zon menyebut Jokowi akan menjalankan roda pemerintahan ini dengan ABS. ABS plesetan dari Asal Bunda Senang. Bunda diduga menunjuk pada Ibu Megawati. Sumber disini.

Perhatikan kicauan putra bungsu mantan Presiden Soeharto itu yang juga angkat bicara menyoal kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) versus Polri era kepemimpinan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, ini. Apa kata pengusaha yang akrab disapa Tommy Soeharto, tersebut?

"Rajin Amat nunding Orba hukum tdk jalan"Orba itu berpedoman Pada UUD45 "sekarang pedoman nya pada UU ABS "Undang2 Asal bunda senang":)" tulis Tommy pada akun Twitter @TommySoeharto62, Senin 16 Februari 2015.

[caption id="attachment_369641" align="aligncenter" width="553" caption="Pengusaha Tommy Soeharto: Era Jokowi ABS"]

142429970187647153
142429970187647153
[/caption]

Sumber Gambar

Tommy menyebut ABS, era Jokowi? Singkatan "ABS" adalah singkatan dari: Asal Bunda Senang. Kata "Bunda" dimaksud, diduga mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri, tokoh yang disebut paling berpengaruh terhadap Jokowi.

Tak hanya ketiga orang itu, sebagian publik pun masih menampakkan kepercayaannya pada cibiran-cibiran itu dengan melihat fakta ternyata dalam kabinet Jokowi ada nama-nama orang parpol yang menjadi menteri.

Apalagi jika mengikuti perkembangan kisruh KPK vs POLRI. Dimana kisruh itu dipicu oleh pengumuman KPK yang menjadikan tersangka Komjen Budi Gunawan calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi menjelang fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi III DPR. KPK menyatakan punya alat bukti bahwa Budi Gunawan terindikasi menerima gratifikasi rekening gendut

Publik melihat bahwa calon tunggal itu terkait erat dengan posisi Budi Gunawan sebagai man ajudan Presiden Megawati waktu menjabat sebagai Presiden RI ke-5. Anggapan publik pencalonan itu seolah permintaan Megawati kepada Jokowi. Jelas ini mengesankan bahwa Jokowi mengikuti perintah Megawati.

Budi Gunawan tak terima dijadikan tersangka oleh KPK. Dan ia nekat mem-praperadilkan KPK di Pengadilan Jakarta Selatan. Sidang pun dipimpin oleh hakim tunggal Hakim Sarpin Rizaldi.

Sebagai balasan atas tindakan KPK, POLRI pun membalas dengan menjadikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tersangka atas dugaan penggiringan saksi untuk melakukan kesaksian palsu saat sidang pilkada Kotawaringin Barat di MK. Yang kemudian disusul oleh banyak laporan kepada Ketua KPK Abraham Samad serta wakil ketua lainnya.

Sementara itu, publik mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri walaupun oleh DPR pencalonan itu disetujui.

Presiden Jokowi pun membentuk Tim 9 independen yang diketuai oleh Buya Syafii Maarif. Dimana salah satu rekomendasinya adalah membatalkan pelantikan Budi Gunawan. Rekomendasi yang berlawanan dengan kehendak koalisi yang dipimpin oleh PDI Perjuangan, Koalisi Indonesia Hebat. Ancaman impeachment dari KIH pun ditebar.

Oleh publik Presiden Jokowi dinilai gamang dan lambat dalam menyikapi kisruh itu. Desakan terus dilakukan kepada Presiden.

Di tengah pergolakan itu, Presiden melakukan pertemuan dengan rivalnya saat pilpres, Prabowo Subianto. Pertemuan itu menghasilkan penilaian bahwa hubungan Presiden Jokowi renggang dengan Ketua Umum PDI Perjuangan dan KIH yang tampak ngotot mendesak Presiden melantik Budi Gunawan.

[caption id="attachment_369644" align="aligncenter" width="601" caption="Presiden Jokowi masih milik rakyat"]

1424300108358386458
1424300108358386458
[/caption]

Sumber Gambar

Apalagi pernyataan Presiden yang tak mau melantik Budi Gunawan, namun tak segera diikuti oleh keputusannya secara resmi dan langsung di depan publik. Janji mengumumkan sikapnya setelah pulang dari kunjungan kerja luar negeri tak ditepati. KIH pun terus melobi saat di Solo bersamaan dengan acara pilihan Ketum Partai Hanura, sehingga akhirnya keluar janji setelah praperadilan selesai diputus.

Senin, 16 Februari 2015, hakim tunggal memenangkan permohonan Budi Gunawan. Budi Gunawan menuntut namanya direhabilitasi, bahkan pengacara pun bilang bahwa Budi Gunawan siap dilantik menadi Kapolri. Publik melihat memang Budi Gunawan terlihat di Istana setelah pengadilan Jakarta Selatan memenangkannya. Presiden masih diam.

Sikap diam itu dimaknai sebagian besar publik pun bahwa Presiden segera melantuk Budi Gunawan. Ketua Tim 9 Buya Syafii terlihat tak sabar dan mengingatkan agar Presiden tak melantik Budi Gunawan. Namun Presiden masih saja belum menentukan sikapnya.

Sikap Presiden yang demikian menjadikan publik semakin yakin bahwa pengaruh KIH sedemikian kuat. Olok-olok boneka, petugas partai dan ABS semakin menguat dalam benak publik.

Namun, pada Rabo, 18 Februari 2015 pukul 14.20wib di Istana Negara, Jakarta, didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Jokowi mengumumkan suatu keputusan yang mengejutkan dan dinilai berani. Presiden Jokowi tak jadi melantik Komjen Budi Gunawan. Sebagai gantinya, Presiden mencalonkan Komjen Badrodin Haiti yang saat ini menjadi Plt Kapolri. Disampaikan pengajuan secara resmi Badrodin akan dilakukan setelah masa reses DPR selesai yaitu 22 Maret 2015.

Keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri pengganti disambut baik oleh netizen. Nama Badrodin masuk sebagai trending media sosial Twitter di Indonesia. Yose Rizal, founder PoiticaWave, mengatakan sejak pukul 14.00 hingga 16.30, ada sebanyak 21,496 percakapan yang mempopulerkan topik ini.

"Sebanyak 88 persen netizen mendukung dan memberikan sentimen positif atas putusan tersebut," tulis dia dalam rilis pers pada Rabu, 18 Februari 2015. Sumber disini.

Pengumuman itu awal yang jitu dan berani yang menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak seperti yang dituduhkan oleh Fadli Zon bahwa ia adalah boneka, Presiden bukanlah petugas partai seperti kata Puan, apalagi Asal Bunda Senang seperti yang cuitkan Tommy, serta tak selemah yang disangka oleh sebagian publik. Presiden Jokowi masih milik rakyat. Jokowi adalah kita sampai saat ini.

Sekali Jokowi menepuk, tiga cibiran melayang.

Artikel terkait

Budi Gunawan Batal Dilantik: Presiden Jokowi Masih Dengar Suara Rakyat

Bertemu Prabowo, Jokowi Mulai Lawan Megawati dengan Berani?

Bu Mega, Jokowi Jangan Dilepas Kepala Diikat Kaki..!

-------mw-------

*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun