Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Operasi Penculikan Duo Bali Nine oleh Militer Australia, Mungkinkah? Catatan Artikel Prayitno Ramelan

24 Februari 2015   01:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:38 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"All members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state or in any manner inconsistent with the Purposes of the United Nations."

Sedangkan secara lebih khusus Preemptive Strikes sebagai salah satu bentuk pertahanan diri suatu negara memang diakui dalam Piagam PBB Chapter VII Article-51:

"Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a member of the UN – until the Security Council has take measures necessary to maintain international peace and security."

Dengan mengesampingkan diskursus berbagai pendapat tentang tentang legalitas doktrin keamanan itu, preemptive strikes diperbolehkan dengan syarat dilakukan pada (1) entitas non- negara, seperti teroris, yang mungkin atau mungkin tidak memiliki senjata pemusnah massal; dan (2) menyatakan di mana ada risiko bahwa teroris akan memperoleh senjata pemusnah massal.

Ketika preemptive strikes dipertimbangkan untuk dilakukan oleh suatu negara, mesti didahului dengan pengamatan pendahuluan, diantaranya adalah pengamatan yang cermat tentang sifat ancaman itu, apakah ada ancaman konkret seperti konsentrasi pengerahan pasukan musuh di perbatasan negara itu atau diduga kuat adanya detonator (pemicu) hulu ledak nuklir atau pemusnah massal yang diarahkan ke dalam negara itu. Hal-hal itu dipertimbangkan sebagai legitimasi untuk dilakukan preemptive strikes. Selain itu, hal lain yang dijadikan legitimasi adalah adanya pemberitaan masal yang menyebar dari pihak musuh akan ancaman itu, informasi intelijen, dan rekam jejak kebiasaan musuh.

Namun demikian sebelum memutuskan melakukan preemptive strikes melalui pejabat pemerintah negara itu harus melalui tahapan diplomasi, sanksi, dan alat-alat lainnya. Idealnya, sebuah tindakan agresif berupa operasi militer hanya boleh dilakukan jika semua opsi lain telah habis.

Operasi Penculikan Duo Bali Nine Oleh Militer Australia, Mungkinkah?
Secara fakta walaupun Pemerintah Indonesia telah melakukan ancaman eksekusi mati terhadap warga Australia, namun ancaman itu sebatas pada duo Bali Nine yang telah melanggar hukum positif Negara Indonesia. Indonesia tidak melakukan ancaman secara umum yang melibatkan atau ditujukan kepada seluruh warga negara Australia baik sipil maupun militer. Dan Pemerintah Indonesia tidak mengarahkan senjata pemusnah masalnya ke negara Australia, selain tidak adanya rekam jejak Indonesia sebagai negara agresor.

Karena itu, berdasarkan uraian di atas berdasarkan doktrin keamanaan PBB, legalitas dan fakta yang ada, Pemerintah Australia tidak memenuhi syarat untuk melakukan preemptive strikes. Ancaman pada warganya --duo Bali Nine-- adalah dalam rangka Indonesia melakukan kedaulatan hukum negaranya terhadap warga Australia yang melanggar hukum Indonesia, dimana situasi Indonesia dalam keadaan darurat narkoba.

PBB pun setelah mendapatkan penjelasan dari Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi sudah tidak bersuara lantang lagi terhadap eksekusi mati itu. Ini bisa merupakan sinyal bahwa PBB memahami bahwa eksekusi mati duo Bali Nine warga Australia semata-mata Pemerintah Indonesia melaksanakan putusan pengadilan yang inkracht dan Presiden Jokowi dengan tegas menolak memberikan ampunan kepada mereka.

[caption id="attachment_370277" align="aligncenter" width="549" caption="Pesawat Sukhoi Mengawal Persiapan Eksekusi Bali Nine"]

1424692274988059299
1424692274988059299
[/caption]

Sikap Indonesia: Siaga..!!
Namun demikian, kasat mata menjelang eksekusi mati terhadap 13 orang terpidana mati diantaranya duo Bali Nine, Pemerintah Indonesia meningkatkan kewaspadaan militernya. Sebagaimana diberitakan oleh www.republika.co.id pada Senin hari ini di Kupang bahwa Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Torry Djohar Banguntoro mengatakan TNI sudah menyiapkan satu Skuadron Sukhoi untuk mengawal proses pemindahan terpidana mati asal Australia dalam kasus "Bali Nine" dari Lapas Kerobokan Bali menuju Lapas Nusakambangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun