Saya menggunakan istilah asli dalam bahasa Inggris, environmental portrait karena saya kesulitan menemukan padanan istilah yang pas dalam Bahasa Indonesia. Environmental portrait adalah gaya atau cara membuat potret fotografi dalam lingkungan nyata si subjek foto. Hal ini biasanya dilakukan untuk menunjukkan kenyataan tentang pekerjaan atau sifat seseorang.
Biasanya ada dua jenis environmental portrait. Pertama si subjek foto dan si fotografer saling mengetahui sehingga pengambilan gambar itu memang direncanakan. Fotografer bias mengarahkan gaya, memakai alat-alat tambahan selain kamera, dan bahkan membuat setting atau menambahkan properti.
Jenis yang kedua adalah jenis yang alami. Dalam pengambilan gambar alami ini biasanya tidak ada perencanaan. Fotografer akan mencari subjek dan mengambil gambar secara candid atau tanpa sepengetahuan subjek foto. Hal ini dilakukan supaya foto lebih alami dan mencerminkan realitas yang sebenarnya. Saya sendiri lebih suka jenis yang kedua yang bersifat alami. Selain tidak harus repot dengan peralatan, hasilnya lebih kuat menunjukkan realitas hidup si subjek. Namun tantangannya adalah menemukan momen yang tepat.
Saya tahu ada acara
ICD (Indonesia Community Day) yang diselenggarakan di Plaza Ngasem Yogyakarta dari Instagram Babeh Helmi. Maka berbekal sebuah kamera mirrorless dan lensa vintage manual saya melaju ke Plaza Ngasem karena saya ingin bertemu teman-teman Kompasianer lawas.
Penyiar khusus balap motor
Kebetulan saya tidak membawa lensa lebar sehingga saya hanya bisa membuat potret. Sengaja saya mengambil potret para Kompasianer lawas yang sudah menjadi teman sejak lama. Ada beberapa teman yang sudah saya kenal di dunia maya selama bertahun-tahun tetapi belum pernah bertemu. Misalnya saya bertemu mbak Yayat, Pak Dian, Mas Nanang, dan Pak Bain untuk pertama kalinya. Saya juga bertemu teman-teman Kompasianer lawas yang pernah bertemu sebelumnya seperti Babeh Helmi, Zulfikar, Sha, mbak Rina, mbak Lina Sophy dan yang lain-lain.
Bukan environmental portrait
Pertemanan dan
komunitas yang terjalin yang berawal dari Kompasiana ini memang ajaib. Orang dari berbagai latar belakang bertemu berkumpul dan ceria bareng. Kalaupun sering ada adu argumen, ujung-ujungnya ya tetep kumpul dan tertawa-tawa bareng lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Lyfe Selengkapnya