Asu, pemotor mau menjambret telepon genggam si ibu. Si pemotor pun melesat.
Telepon genggam terjatuh di rerumput pagar kantor. Dunia nyata di TKP seperti berhenti. Lek Po yang tanpa sadar masih bawa centong kuah. Pedagang lain yang berada di sebrang terkesiap, terbangun dari slow motion.
"Maaf" kataku. Akupun mengambilkan telepon genggamnya. Perempuan masih kaku. Suara di telepon genggam, berteriak-teriak, "ada apa," berkali-kali. Berteriak, "ibu ada apa?".
Tubuh perempuan dingin. Wajahnya pucat pasi. "Jawablah dulu, telepon itu!" kataku.
"Ibu tidak apa-apa. Baik-baik saja ya sama nenek" sambil menutup telepon. Lalu menangis. "Ada apa" tanyanya sambil menatap padaku. Air matanya meleleh
Mak jleb. Perempuan yang keluar dari gedung ini ternyata.... Sebuah kondisi "tidak ngijak bumi". Demikian kesimpulan teman-teman waktu kuliah ketika menjuluki teman (lelaki/perempuan) sedang marahan, jatuh cinta, bahagia, dapat wesel, dapat nilai A. Khusus untuk EF yang sudah mendahului kami, terima kasih sudah menjadi teman, mengisi perjalanan hidup. Your the best di S1 maupun ketika ambil MM di Yogya. Semoga damai dan bahagia di surga.
Lek Po datang dengan sebotol air putih. "Sudah bawa ke warung dulu!" kata Lek Po. Warga pun lalu menutup jalan agar kami mudah menyebrang.
Orang ramai di Warung Lek Po untuk tahu cerita, siapa dan apa. Aku meminta warga untuk memberi ruang. "Beri oksigen. Beri oksigen. Nanti malah pingsan susah kita bawa ke UGD. Kita selesaikan dan cari solusinya dulu" kataku. Warga pun keluar warung.
"Minumlah dulu" kataku. Lek Po pun membuatkan semangkok bakso. Mang Cendol memberikan semangkok cendol.
Perempuan itu seperti menggigil. Jaket The Nort Face warna biru kulepas. "Bolehkah?" tanyaku sambil bersiap memasangkan jaket. Sang perempuan hanya meluruskan pundaknya. Kulihat tulisan "akta cerai" di map yang selalu didekapnya.
"Bisakah antar aku ke bandara?" pintanya. Aku terkejut, menunjuk diriku. Perempuan berambut pendek itu mengangguk. Akupun mengangguk.