Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Please Talk to Me or to Your Mom

16 Juli 2023   07:50 Diperbarui: 16 Juli 2023   08:01 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita 1
Ibunya hanya penjual kerupuk kemplang, penjual tekwan, penjual pempek selain sekolah lagi dengan biaya mandiri. Menerima pesanan makanan khas Palembang. Selalu mengajak berbicara pada anak mengenai pekerjaan orangtua, kondisi ekonomi keluarga dan juga harapan untuk masa depan keluarga. Tanamkan nilai-nilai moral, baik buruk.

Suatu hari. Ada pesanan pempek dan tekwan untuk acara. Si ibu pun bangun subuh. Si anak masih terlelap. Makanan khas itu harus sudah ada di lokasi sebelum pukul delapan pagi.

Si anak yang baru berumur tiga tahun terbangun. Ritual bangun pagi ke kamar mandi dan cuci muka. Langsung melihat situasi dapur yang berantakan. Kipas angin yang berputar kencang mendinginkan pempek yang selesai di goreng. Pempek didinginkan agar tidak berembun ketika dibungkus plastik.

"Boleh bantu nggak Bu?"tanya si Bujang.

"Boleh. Cuci tangan dulu pakai sabun. Sarapan dulu!". Begitulah Sang Ibu dengan jidat penuh keringat memberi perintah pada anak. Si anak membuka kulkas mencari susu dan kemudian mencari roti dan pisang. Itu semua diskon, hasil sabar menunggu di toko orange mulai pukul 21.00.

Bocah tiga tahun itu membuat tiga lapis roti. Satu lapis roti isi coklat (untuk ibunya). Satu lapis isi coklat dan pisang (untuk dirinya sendiri). Satu lapis roti isi pisang (untuk bapaknya).

Si ibu dah nggak bisa ngomong lagi. Ketika si anak membawakan susu dan roti ke ibunya. Ibunya menolak karena tangannya lagi pegang sutil membolak balik pempek "adaan". 

"Buka saja mulut ibu". Si ibu sudah tidak bisa ngomong lagi. Kecuali membuka mulutnya dan tersumpallah roti itu ke mulut. Satu gelas air putih pun disosorkan.

"Jauh-jauh! Panas. Panas. Ini mau angkat pempek". Si ibu pun mengangkat pempek panas dari kuali ke meja. "Pak ambil kipas angin di kamar! Manfaatin kipas di kamar, kan sudah bangun si bujang".

Bocah tiga tahun itu bergegas ke kamar. Aku yang baru mau bangkit dari kursi karena memasukkan pempek-pempek ke plastik isi 10 biji. Terperanjat karena si bocah melesat duluan ke kamar. Keluar sambil membawa kipas angin setinggi satu meter lebih sambil menjaga keseimbangan tubuhnya.

Hidup di bumi seperti melambat melihat lelaki kecil itu bereaksi beraksi. Kipas diletakan di pinggir meja. Dan akupun cepat sadar  membantunya serta melarangnya untuk mencolokkannya ke kabel listrik tambahan.

Si bujang pun membantu menyusun pempek yang sudah dibungkus ke dalam eks kotak mie. Aku yang melihatnya excited dengan gambaran ini, aku cuma bisa bahagia dan memanjatkan doa syukur pada Tuhan. Bocah itu lupa sarapan. Akupun menyodorkan roti lapis isi coklat dan pisang. Dia malah membuka mulutnya minta disumpalkan. Ngakaklah ibu bapaknya.

Jam enam tiga puluh. Teriaklah aku, "yang nak jualan mandilah!".
Kami berdua (dua lelaki) pun mencari bajaj di depan gang. Kami berdua lalu mengangkut pempek dan kerupuk ke bajaj. Di susun, agar ibu bisa menyempilkan badannya di bajaj.

Si ibu yang tak pernah berias modis. Berias sederhana sudah siap jam tujuh di pintu bajaj. Hanya bocil yang dapat ciuman dari ibu. Bapaknya cuma mendapat pesan, "jaga pangeran ku ya!". Suara khas bajaj pun menggema ketika abang bajaj menarik gas meninggalkan kami berdua.

Lelaki kecil itu membantu membereskan, dapur dan ruang tengah. Sebelum dia mandi, akupun berteriak, "pangeran ibu, tolong bereskan bekas tempat tidur mu ya!". "Siap," katanya.

Diskusi
Seorang anak adalah cerminan orangtua. Setuju. Seorang anak itu putih polos, setuju. Perilaku seorang anak, emosional anak terbentuk dari keluarga dan lingkungan. Perilaku dan emosi itu muncul ketika si anak harus mengambil keputusan cepat untuk dirinya sendiri dan orang-orang sekitar.

Bocah tiga tahun, nekat mengangkat kipas angin yang lumayan berat dan lebih besar dari tubuhnya. Terangkat dan terbawa. Kecepatan bocah mengambil keputusan dan mengeksekusinya membuat kepala orang dewasa harus menggeleng-geleng kepala.

Pertanyaan dasarnya, "kok bisa?". Bisa lah. Ledakan harga dirinya. Membuatnya menjadi kuat dan nekat. Sedari kecil nilai-nilai membantu sesama termasuk membantu orangtua ditanamkan. Membantu pekerjaan rumah. Urusan pekerjaan orangtua pun disampaikan agar si anak lelaki itu tahu posisi dan memiliki empati kalau  orangtua sementara tidak memperhatikannya.

Bila ada waktu antar anak sekolah atau jemput anak sekolah tanpa pemberitahuan. Apa yang ada di benak orangtua kalau melihat adegan, anaknya salim tangan seorang satpam penjaga gerbang sekolah? Selidik punya selidik. Si anak memang memiliki tabiat salim baik mau masuk sekolah ataupun pulang sekolah ke satpam ataupun ke gurunya di depan gerbang sekolah. Nilai menghormati yang lebih tua. Bahkan jika berjalan di depan orang yang lebih tua harus membungkukkan badan atau berkata permisi.

Buatlah anak memiliki harga diri dan percaya salah satu dari kedua orangtua, kalau bisa percaya kedua-duanya bagus untuk mendukungnya mencari solusi, apapun yang terjadi. 

Biasanya sih percaya ke ibu atau bapak saja. Jarang seorang anak yang bisa percaya pada bapak ibu sekaligus. Percaya bisa menerima keluhan si anak, mendengarkan keluh kesah kejadian yang dialaminya di luar, belantara keras luar sana tanpa harus menghakimi.

Cerita 2
Bocah itu sekarang sedang berjuang untuk mewujudkan tiga generasi di sebuah fakultas yang sama dengan kakek dan ibunya. Emosi si bocah sudah mulai stabil. Walau sudah beranjak remaja, komunikasi dengannya tetap dibuat intens.

Pasalnya, si bocah ketika SD dan dirudung oleh temannya dan sudah tidak tahan lagi pulang ke rumah mengambil pisau dapur dan mengejar bocah yang merudungnya. Untung satpam melihat dan teriak-teriak memanggil bude. Si bocah dapat ditenangkan tetapi emosinya masih lumayan tinggi. Istriku yang sedang piket jaga, pulang karena bude nelpon sambil nangis-nangis. Akupun pulang mendadak go show ke bandara. Satu gang geger.

Sampai rumah anak itu kupeluk. Aku ajak jalan. Berbicara antar dua lelaki. Berbicara mengenai cita-cita menunaikan cita tiga generasi. Bercerita mengenai kebaikan, bagaimana kakek dan ibunya selalu berjuang menyelamatkan orang bukan mencelakai orang. Bagaimana bapaknya bertarung melintasi aspal malam hari, ataupun dini hari untuk mencari rezeki yang tak seberapa.
Di depan Tugu Tani anak SD itu memelukku. Tidak menangis. Cuma ada bisikan lembut, "maafkan aku". Tubuhku serasa terbang memuji Tuhan atas karunia titipan ini.

"Siap". "Ini bapak pulang walau tiket harus ngutang. Wak. Wak. Wak."

"Apakah mau digendong atau didukung untuk beli ayam goreng nih?" tanyaku. Tidak ada jawaban. Kami berdua melangkah membeli ayam goreng, paket burger dan es cream lima ribuan. Dulu.

Bujang kalau kujemput sewaktu pulang TK setiap masuk lorong kudukung. Mendekati rumah Helen dia meronta minta turun. Anak kecil tahu malu juga dengan anak perempuan. "Malu," katanya.

Penutup
Keras seperti ibunya. Dendam tuntas seperti bapaknya. Cocok. Pas. Demikian kalau kami suka bed talk memandang purnama. Ah, sudahlah, semoga si bujang tergapai citanya. Kami hanya bisa mendoakanmu agar menjadi anak baik dan bahagia. Setiap anak tidak sama, mereka membawa karakter masing-masing. Orangtua bisa dipercaya anak (baca:menjadi teman) itu susah sekali. Carilah solusi bersama jika terjadi masalah pada anak. Anak dalam cerita ini sulung, yang sekarang suka ngopi.

Please talk to me or to your mom.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun