Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lupa

29 September 2022   01:30 Diperbarui: 29 September 2022   01:36 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber I freepik.com/author/pvproductions 

Hari Sabtu dan Minggu adalah hari melambatkan segala sesuatu. Lambat bangun tidur. Lambat sarapan. Lambat duduk di teras. Lambat menyapu halaman. Semua melambat. Bahkan tiga mata juga sudah ikut-ikutan melambat kecuali ada kegiatan yang memang harus dilaksanakan di sekolah.

Sarapan pagi di pasar terkadang menjadi pilihan yang menyenangkan. Bisa berbaur dan melihat aktivitas pagi mengais receh mempertahankan hidup dan bertahan hidup.

Sabtu, pukul enam pagi suasana masih temaram. Memesan bubur ayam di depan pasar. Mencari bangku dan meja. Penuh. Pilihannya, ubah rencana atau makan bubur di kursi plastik tak bermeja. Akhirnya diputuskan makan di tempat, duduk di kursi plastik.

KKP penikmat bubur diaduk. Sate usus dan sate kerang. Aku penikmat bubur tak diaduk. Tanpa ada permintaan, secara reflek, emping di mangkok KKP akan berpindah ke mangkokku. Jemari lentik itu, otomatis memindahkan emping ke mangkokku.

Reflek. Sama ketika dia tanpa canggung mengambilkan nasi dan lauk untukku ketika masih pacaran. Waktu seakan-akan melambat berputar, mata teman-temannya langsung tertuju pada cara KKP "melayani".

Baru tiga sendok menikmati bubur dari pinggir mangkok, tiba-tiba ada suara dering telepon genggam milik lelaki yang sedang menikmati bubur di meja.

"Selamat Pagi sayang," ujar si penelpon.

Lelaki pun tanpa canggung membalas, "Selamat Pagi sayang".

"Kemarin ke mana saja? Aku di sini cemas menunggu kabar darimu. Paling tidak ngabari. Apa tidak ada waktu, lima menit saja untuk kasih kabar? Apakah kamu lupa dengan diriku?". Suara dari sebrang, flat, tetapi ngiris seperti sembilu.

Si lelaki sepertinya belum sadar kalau pengaturan suara terima teleponnya agak kenceng sehingga orang lain bisa mendengar. Sayup-sayup. Cuma jelas.

Aku tersenyum. Tetapi ada sandal karet yang menginjak kaki. Injakan itu membuat aku tak lagi konsentrasi untuk mendengarkan jawaban si lelaki.

Si penerima telepon sepertinya baru ngeh kalau pengaturan suara teleponnya agak keras dan didengar sayup, jelas oleh orang sekitar yang sedang menikmati bubur. Jengah dan kemudian menyudahi sarapannya. Sisa di mangkok masih lumayan banyak.

Aku kembali menikmati bubur ayam. Sendok kini menjelajahi bagian tengah. Kedele goreng. Daun seledri dan suwiran ayam plus telur sudah mulai masuk ke dalam mulut. Menikmatinya sambil mendengarkan suara kendaraan yang mulai ramai seperti orkestrasi menjemput rezeki.

Eh lupa. Cakwe biasanya juga akan pindah mangkuk dari KKP ke aku. Reflek yang kami berdua yang tahu.

Usai makan bubur kami blusukan mencari kue basah. Satu penyuka rasa sedikit gemuk dan asin. Satu penyuka rasa manis.

Di dalam mobil, iseng aku bertanya. "Mengapa ibu menginjak ketika aku agak sedikit kepo dengan lelaki yang bilang lupa tadi?".

Jawabannya dari dulu sama sampai sekarang sama. "Jangan suka kepo dengan urusan orang lain kalau urusanmu tidak mau dikepoin orang lain!". "Paham kan!".

Sampai depan rumah. Aku turun, buka pagar. KKP yang otot lengannya sudah terlatih dengan Kijang ambulance Puskesmas, waktu dinas di Pantai Timur Sumatra,  dengan luwes memarkirkan mobil LGCC di halaman. Mobil manual yang tidak pakai power steering. Tutup pagar.

Ketika KKP keluar mobil dan mengunci mobil. Aku pun menggodanya. "Aku tahu mengapa ibu menginjak kaki ketika makan bubur tadi?".

"Ibu pernah kesal waktu itu. Mungkin lelah dan capek. Jadi ibu ketika tak berkabar mulai dari pagi sampai sore bilang lupa. Padahal dulu pernah bilang. Madak nian i , katek waktu 5 menit bae untuk ngabari," kataku sambil berlari masuk ke rumah dan bunyi bletak, kunci mobil dilempar. Langsung menyelamatkan diri masuk ke kamar Sulung untuk nulis dan kunci pintu. 

Anak-anak, Sabtu ini kebetulan Ekskul di sekolahnya masing-masing. Sulung lagi kerja kelompok dengan teman kuliahnya. Rumah sepi. Bude datang agak siang.

Apes. Laptop Sulung memakai password.

Dari luar KKP bilang. "Password nya ada di aku. Keluar lah".

"Aku mau ngetik ini".

"Keluar! Nanti, dompetmu kosong. Kau mau bayar Kompas dan bayar halo minggu ini".

"Ia. Ia. Ia" kataku.

Pintu baru dibuka. Tangan langsung diseret, pindah kamar.

Salam Kompal

kompal-633490a14addee13aa7584e4.jpg
kompal-633490a14addee13aa7584e4.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun