Pemangku kepentingan itu pemimpin yang duduk di berbagai level. Mulai dari bupati/walikota (DPRD kabupaten/kota), gubernur (DPRD provinsi), presiden (DPR). Semua harus bersinergi untuk mengatasi resesi. Jangan lupa swasta.
Ketika pengangguran naik. Ada investor yang mau buka pabrik, pabrik tanahnya di kabupaten/kota. Izin pusat lancar jaya, izin provinsi lancar, izin kabupaten/kota tersendat (ini ibarat). Pembukaan tertahan, lapangan kerja tidak terbuka. Di sinilah butuh kolaborasi sebenarnya untuk rakyat yang sesungguhnya. Bukan ancam mengancam apalagi demo mendemo.
Di sinilah nasionalisme sesungguhnya bagi bangsa dan tanah air diuji teruji. Nasionalisme eksekutif, legislatif. Nasionalisme oposisi. Nasionalisme politik. Nasionalisme rakyat itu sendiri.
Walaupun data menunjukkan kemungkin Indonesia untuk terkena resesi hanya tiga persen. Cek 1.  Cek 2. Cek 3. Kolaborasi semua pemangku kepentingan demi nasionalisme adalah segalanya. Kewaspadaan dan respon cepat adalah segalanya.
Resesi itu hantu. Tidak terlihat tapi membuat takut semua makhluk ekonomi.
+++
HP Mang Dalwo bergetar keras di dekat piring. Mang Dalwo pun membayar sepuluh ribu rupiah pada Asih. Mbak Retno ngakak, "itu KKP pasti sudah dekat". Mbak Retno itu temanan dengan Bude yang bantu-bantu di rumah.
Mang Dalwo tersenyum dan berkata, "semoga kita semua sehat dan selalui dilimpahi kebaikan dan rezeki yang baik". "Amiiin".
Berdiri kurang dari sepuluh detik di depan Warteg, mobil mungil pelibas banjir yang selalu diisi Pertamax itu berhenti. Seorang perempuan cantik berkaca mata hitam Ray-Ban duduk dengan anggun di depan setir. Lelaki berambut menggimbal masuk dan duduk disamping.
Perempuan itu menundukkan kepalanya. Ciuman lembut mendarat di kening.
"Printer Sulung dan printer Tengah sudah di belakang kan. Kita ke Mangga Dua ya," kata Mang Dalwo.