Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mari Bicara Panti Jompo dengan Keluarga Inti

6 November 2021   12:42 Diperbarui: 11 November 2021   17:48 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menua I Foto: OtnasusidE

"Berbicara dari hati ke hati. Membahas segala macam kemungkinan yang akan terjadi. Biaya, kunjungan ke panti dan lain sebagainya. Simpulkan dan putuskan."

Muda sudah lewat. Menua sudah pasti. Siap tidak siap pasti akan terjadi. Perubahan fisik dan psikis akan terjadi dengan sendirinya. Diri sendiri yang mesti mempersiapkan. Pasangan pun harus dipersiapkan. Bukan mencari pasangan baru!

Berbicara menua itu sungguh menyakitkan. Akan ada ketakutan suami atau istri akan mati terlebih dulu. Padahal semua yang hidup ada waktunya. Waktu sehat. Waktu sakit. Waktu mati. Itu alamiah sealamiah alam yang terus menua.

Manajemen hari tua bukan hanya soal uang, harta tetapi soal bagaimana suami atau istri akan menikmati hari tua. Bagaimana anak atau cucu mengurusi orang tua atau si mbah.

Manajemen hari tua kadang terbalik. Malah umur sudah tua mengurusi cucu bukan mengurus diri sendiri yang sudah menua. Orang tua sepertinya tidak pernah habis untuk mengurus. Masih muda mengurusi anak, sudah tua mengurusi cucu. Bahkan kalau di perdesaan sampai mengurusi cicit.

Membicarakan hari tua terus terang sangat tidak mengenakkan. Tidak enak tetapi harus dihadapi, jangan sampai tidak enak membicarakan malah kejadian tidak enak yang harus dihadapi. Hilangkan rasa tidak enak.

Mari memulai membicarakan soal hari tua sebelum anak-anak menikah. Pulang ke desa, tinggal di tepi sungai atau tepi sawah. Berkegiatan berkebun, berternak, memelihara ikan bisa menjadi pilihan. 

Menulis di Kompasiana juga bisa menjadi pilihan untuk mengisi hari tua. Bertarung dengan kaum milineal untuk memperebutkan PV. Wak wak wak. Hiburan melawan pikun.

Tinggal di Panti Jompo adalah pilihan terakhir. Walau sebenarnya tinggal di Panti Jompo itu sebenarnya adalah pilihan terbaik. Persoalan memang pada biaya. Jutaan loh biayanya. Silahkan cari di Mbah Google.

Di dusun terutama di perkampungan di Punggung Bukit Barisan Sumatra, menitipkan orang tua lanjut usia merupakan hal tabu kalau hal itu dilakukan oleh anaknya. Boleh jadi karena Panti untuk Lansia di Punggung Bukit Barisan tidak ada atau belum menjadi perhatian pemerintah daerahnya. Penanaman nilai-nilai menghormati orang tua masih sangat tinggi.

Orang tua akan berjuang untuk memberi makan, menyekolahkan, mendidik, membelikan kendaraan, menyediakan tempat tinggal, menikahkan. Tentu sesuai dengan kemampuan orang tua dan variasi-variasi tertentu dalam kehidupan.

Urusan ngompol anak misalnya. Orang tua tidak akan misuh-misuh ketika harus menjemur kasur kena kencing di musim hujan. Menggantikan celana di malam hari. Menemani kencing ke kamar mandi agar tidak ngompol. Mencuci celana anak.

Mungkin anak yang sudah dewasa dan memiliki anak. Sibuk kerja, lupa dengan peran orang tua dulu yang hanya untuk persoalan kencing di celana harus jemur kasur, cuci celana, cuci sprai. Bisa berminggu-minggu itu terjadi. Bahkan ketika si anak sudah masuk SD ada yang kalau tidur masih ngompol. Ini baru satu urusan ngompol belum urusan lainnya.

Orang tua bisa membesarkan tiga anak sampai lima anak, ini ngurusi dua orang atau satu orang tua yang sudah tua saja tidak bisa. Apa kata dunia. Barangkali itulah nilai yang masih melekat dan tertanam kuat dalam orang-orang yang tinggal di Punggung Bukit Barisan Sumatra, terlebih khusus di wilayah Pasemah.

Pikun. Marah-marah. Ngompol. BAB di celana. Sakit menahun yang menggerogoti tubuh yang renta. Ini membutuhkan kesabaran yang tak bertepi. 

Di Bukit Barisan banyak nenek dan kakek yang naik turun bukit sambil membawa kinjar di punggung mereka masih kuat. Mereka yang tidak kuat lagi biasanya lebih banyak di rumah. Kalau masih bisa bangun, mereka menjemur kopi dan padi depan rumah.

Walaupun demikian, sungguh menitipkan orang tua di panti jompo juga tidak salah. Itu adalah pilihan anak-anaknya. Dipastikan ada sesuatu dibalik keputusan menitipkan orang tua di panti jompo. Mungkin ada alasan yang tidak bisa diungkapkan ke publik.

Pikun. Marah-marah. Bisa jadi ngompol atau pun BAB di celana. Belum lagi sakit yang menggerogoti tubuh yang sudah renta. Membutuhkan kesabaran tak bertepi. 

Paling penting sekarang adalah mari berbicara dengan pasangan soal urusan tinggal di panti jompo. Itu adalah pilihan terakhir. Berbicara dengan keluarga inti. 

Berbicara dari hati ke hati. Membahas segala macam kemungkinan yang akan terjadi. Biaya, kunjungan ke panti dan lain sebagainya. Simpulkan dan putuskan.

Ada Lansia yang memang memilih untuk masuk panti. Alasannya agar hidupnya lebih teratur. Jadwal hidup mulai dari bangun tidur, olah raga, makan minum dan lain sebagainya sudah terjadwal. Ada keteraturan di sana. Selain itu, ini yang tak kalah penting, di panti ada teman sebaya. Mereka bisa saling menguatkan dan menghibur satu sama lain. 

Menjadi tua bukan urusan soal pegang uang jutaan setiap bulan. Bukan soal makan minum dan dirawat. Menjadi tua itu adalah pilihan untuk bahagia bersama atas nama cinta. 

Baik dengan pasangan ataupun dengan anak cucu cicit. Variasinya tidak bisa sama. Semua sangat tergantung dengan adat budaya serta pembicaraan dengan anak cucu.

Salam Kompal

kompal-6186144df5eb6828793d3132.jpg
kompal-6186144df5eb6828793d3132.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun