Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Revolusi Seksualitas: Jangan Sange-an

4 November 2021   09:31 Diperbarui: 4 November 2021   09:34 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IlustrasiI Photo: Charles Deluvio @ unsplash.com

Bagi yang kepala sange-an lebih baik tinggal di gua tanpa listrik tanpa jaringan internet. Visual seksualitas seolah hadir tanpa batas dan tak berjeda. Muncul dua puluh empat jam, tujuh hari seminggu.

Ada goyang pargoy. Ada wear big challenge, Ada bugs bunny challenge. Ada tante bla bla bla. Ada VPN lagi. Jadi dunia sudah tak berbatas antara dunia nyata dan dunia maya. Seksualitas di dalamnya menjadi sangat absurd.

Eksibisionis yang mencuat beberapa hari terakhir adalah fenomena keliaran dari kebutuhan dasar manusia. Manusia sudah tidak bisa mengontrol lagi kebutuhan dasar paling bawah tetapi memiliki efek teratas pada diri manusia. Melewati akal sehat sebagai makhluk berakal berpikir.

Memamerkan alat kelamin dan melakukan aktivitas seksualitas di area publik seakan-akan menjadi kebutuhan untuk ditumpahkan. Tidak ada lagi rasa malu. Semua secara reflek terjadi. Aneh. Tidak, itulah jalan kaum eksibisionis untuk melepaskan hasrat seksualitasnya.

Inilah revolusi seksualitas sebelum Revolusi 4.0. Cerita seksualitas pada waktu SMA diam-diam dibaca ketika jam istirahat. Fotokopi berpindah dari satu meja ke meja lainnya. Begitupun buku-buku cerita detektif dibalut dengan adegan seksualitas secara vulgar dipinjam pinjamkan sana-sini. Anak-anak SMA 80-an begitu adanya, tidak seluruhnya. Ada yang diam-diam hamil dan kemudian menghilang tak berjejak. Semua berkasak kusuk secara terbatas.

Revolusi seksualitas di Revolusi  4.0 tak berbatas. Kejadian di ujung pulau menjadi viral dan diketahui oleh orang di ujung lainnya. Seksualitas ditabukan tetapi berkembang biak di telepon genggam. Cerita seksualitas sudah masuk di Youtube. Visual dan audio bergerak dengan menarik layar ke atas. Begitu mudah berbagi seksualitas. Begitu mudah masuk alam bawah sadar. Begitu masuk berkembang biaklah, beranak pinak seperti dialog Basic Instinct antara Sharone Stone dan Michael Douglas di atas ranjang.

Seduksi juga bermetamorfosis tidak lagi dalam kata-kata melalui jaringan kabel telepon ataupun surat pos. Pernah lihat video lelaki ganteng atau perempuan cantik duduk di restoran.  Memandang tepat ke orang yang sedang menjadi sasaran. Si lelaki atau si perempuan menjilati es krim. Perempuan ataupun lelaki sasaran menjadi jengah. Itu ruang terbuka publik.

Ketika jengah membuncah si lelaki atau perempuan yang menjilati es krim berdiri tegak memakai kaca mata hitamnya dan membuka tongkat khusus tunanetra . Drop dah, perempuan ataupun si lelaki sasaran.

Leletan lidah di es krim itu tergantung otak mengolah dan meresponnya. Begitupun ketika orang menjilat menelan pisang. Bila olahan dan responan masuk ke kebutuhan dasar jadinya wadidaw.

Ketika seorang perempuan ditepuk pantatnya di sebuah pusat perbelanjaan. Ketika seorang perempuan dipegang pinggangnya di sebuah tempat wisata. Ketika seorang perempuan dipegang tangannya di ruang publik tempatnya bekerja. Adalah sebuah pameran visual kasih sayang yang melelehkan hati bagi kaum jomblo.

Begitu juga sebaliknya, ketika tangan perempuan menggelayut di tangan lelaki. Ketika perempuan mengambilkan nasi dan mengurusi lauk lelaki di restoran berbintang. Pelayan terhenyak. Ah selipan beberapa lembar setelah gesekan kartu kredit menunjukkan perempuan tetap perempuan.

Pamer kemesraan memang bikin nyut-nyutan. Bagi yang kalem yo biasa saja. Bagi yang sange-an gulung kuming. Misuh. Apalagi kalau pasangannya datang membawakan makan siang ataupun minuman segar. Mak celeguuuukkk.

Bagaimana seorang lelaki mencium kening perempuan di ruang tunggu bandara? Beda pesawat. Masing-masing membawa anak. Memeluk dan mencium anaknya. Si lelaki terbang terlebih dulu. Sedangkan penerbangan si perempuan terjadi keterlambatan karena alasan teknis.

Seksualitas adalah industri. Sama dengan industri teknologi dan jasa. Seksualitas muncul dalam berbagai bentuk evolusi yang semakin lama semakin cepat tak terkendali.

Memahami diri. Memahami tubuh. Memahami dunia yang terus ber-evolusi dari satu revolusi ke revolusi lainnya adalah kunci untuk tidak terseret efek samping revolusi seksualitas era revolusi 4.0.

Diri adalah pemilik tubuh. Diri adalah pengendali. Mo dibawa goyang pargoy oke. Mo dibawa open BO bisa. Mo dibawa ikut pameran bagian-bagian tubuh yang dianggap menarik secara seksualitas  lebih bisa lagi.

November itu romantis. November itu hujan. Sweet November yang dibintangi oleh Charlize Theron dan Keanue Reeves memang bikin hati meleleh menikmati sisa hidup dengan cinta, merasakan cinta.

No nut November, ah sudahlah. Seksualitas bisa mencari jalannya dalam setiap revolusi untuk tetap eksis. Jangan sange-an wae. Hakmu untuk sange hanya jangan pada tempat dan waktu serta orang yang salah.

Salam Kompal

kompal-618341a3ffe7b52db908a123.jpg
kompal-618341a3ffe7b52db908a123.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun