Sebuah perjalanan tidak akan pernah sama walau berangkatnya selalu jam 3 dini hari menuju bandara untuk mengejar pesawat pagi ke sebuah pulau kecil. Sopir  BB ke Gambir kemungkinan besar berbeda demikian pula dengan sopir Damri.
Terkadang bisa sarapan pagi, terkadang juga malah tak sempat karena menyiapkan materi pekerjaan yang perlu disampaikan di pulau. Tas punggung "Doraemon" yang berisi berjenis minuman ukuran 250 ml, kue kering ataupun kue basah yang dibeli sore di kawasan Salemba lebih sering menemani di ruang tunggu daripada sarapan bubur hangat di tenan terminal bandara.
Ketika pesawat terbang pilihan tertidur ataupun membaca Koran yang tadi dibeli di Damri. Bila gerimis terjadi, aliran air hujan di jendela pesawat indah menari tersapu kecepatan pesawat.
Sebagai pembantu umum yang  tak dianggap sungguh memerdekakan. Sampai di lokasi, menyiapkan laptop, menyetel proyektor dan uji coba materi PPT, memeriksa baterai poin laser. Kalau sudah oke semua, kirim WA ke KKP, done.
***
Mencari sarapan di pinggir jalan ataupun melanjutkan sarapan bawaan tas Doraemon bersama Satpam atau dengan petugas kebersihan. Pos keamanan menjadi rame seperti biasa. Pertemuan KKP dan seluruh staf biasanya akan berakhir sampai pukul 5 sore. Selama menunggu, membunuh waktu dengan jalan di pasar ataupun ke pusat kota, tergantung dengan sopir mobil sewaan ada sesuatu yang baru atau menarik tidak di pulau untuk ditunjukkan.
***
Sore ke hotel mandi. Duduk menghadap kolam renang yang tepat di pinggir pantai. Kerlap kerlip lampu kapal mulai terlihat di garis horizon.
Tanpa kata seorang perempuan duduk di samping membagikan headset. "Wind Beneath My Wings" mengalun dari suara Bette Midler. ... I can fly higher than an eagle. Cause you are the wind beneath my wings ....
Perempuan yang kusebut KKP itu memang sesuatu banget. Sulung menyebutnya Nenek Sihir. Tengah menyebutnya Mrs Discipline. Bungsu menyebutnya The Banker. Semua sebutan itu tergantung pengalaman yang pernah menyertai kami dengan KKP. KKP adalah kaki kupu-kupu, tato di kaki kanannya yang tak pernah terlihat oleh orang lain. Itulah aku menyebutnya.
***
"Mo mabuk," tanyaku. Bar ada di hotel tempat kami menginap. "Besok saja. Besok aku masih memberi tiga sesi pelatihan dan satu sesi praktek serta evaluasi," kata KKP sambil menggelayut di lenganku.
"Eh, besok. Kamu ikut penuh ya, bantu aku seperti biasa. Jangan pakai celana pendek!" katanya sambil memainkan bulu-bulu halus di paha yang hanya disarungi dengan celana pendek.
Horizon semakin menggelap. Kami berpindah. "Tidak ada janjian makan malam dengan kawan-kawan malam ini kan."
Tidak ada jawaban hanya suara berisik dan suara tas tas tas dari baju dalam yang putus kancing. Dan kraaak. Benda yang memiliki pengait di belakang, dipaksa putus dari depan. Semua terdengar sangat seksi.
Tiga kali dan tertidur. Terbangun jam 4 dini hari. Materi disiapkan. PPT dibaca lagi. Begitulah KKP. Selalu always tidak pernah tidak membaca ulang PPT dan menyiapkan materi untuk disampaikan. Berusaha meminimalisir ketidaksempurnaan dalam penyampaian materi yang sudah beberapa kali disampaikan dibeberapa tempat. Setiap tempat itu pasti beda dan selalu ada pemicu pencair suasana.
Dua hari kemudian kami tidak pulang ke CKG tetapi ke PLM. Moda LRT memang asik. Berhenti tepat di sebuah hotel di pinggiran sungai. Bukannya istirahat, kami malah memilih berenang di hotel. Ini memang salah satu hotel yang memiliki kolam renang yang asik.
Jam sembilan malam ternyata pertemuannya. Berbicara di restoran. Dan seperti biasa lelaki celana pendek berada di meja lain yang siap sedia kalau tangan KKP mememanggil. Seperti lelaki panggilan yang dipanggil dengan lighter.
Olahraga malam memang menghanyutkan seperti sungai di depan yang konon kabarnya sampai ke Sungai Musi kalau diikuti alirannya. Tak terputus oleh dengus malam yang memakai pakaian formal di dalam, eh memilih dalaman olahraga atas bawah.
Besoknya ke CKG dengan pesawat pertama. Dalam perjalanan subuh, KKP menggoda, "mengapa tak membunyikan atasan semalam". Sambil berbisik kubalas, "di pulau kamu sudah bertukar bra di kantor. Jadi aku kraaak saja. Ketika kraaak malah makin berkejar-kejaran. Setelah gelut. Kamu tak menuntut itu bra mahal. Semalam aku nggak berani karena aku tahu tag price  seminggu lalu. Muaahaal".
KKP tak bersuara hanya tangannya mencubit pinggangku. Wajahnya memerah.
***
Humor itu bisa di mana saja. Pikiran liar bisa terjadi di mana saja. Ada orang bilang Piktor atau pikiran kotor. Boleh dan memang ada adanya. Siapa yang tahu kalau dua orang, lelaki dan perempuan paruh baya ngomong kotor di pesawat. Proteksilah. Berliar-liaranlah, berkotor-kotorlah dengan pasanganmu yang tercatat secara resmi.
***
Salam Kompal Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H