Pendukung Ganjar bereaksi. Jelas. Lalu muncul pertanyaan apakah pendukung Ganjar merupakan pendukung alami ataukah bukan? Susah untuk menjawabnya. Mereka muncul secara lumayan masif. Mereka tersentak terbangun.
Taroklah mereka adalah simpatisan pribadi, hanya saja mereka lumayan kuat. Percaya atau tidak beberapa teman langsung mengunggah kebersamaan Ganjar di status WA.  Aku terkejut. Sungguh awu wu wu.
Teman bertemu Ganjar sekitar akhir tahun 2019 di sebuah acara. Si teman bertanya dengan Ganjar dengan sumringah, "Pak kapan-kapan mau mampir ke Palembang nggak?". Ganjar tersenyum plus menjawab, Â "boleh, nanti kapan-kapan saya ta' main sana ya. Salam buat Wong Palembang".
Kemenangan seseorang untuk jadi presiden, gubernur, walikota atau bupati memang tidak terlepas dari sebuah sistem organisasi tim pemenangan dan pilihan serta longsoran simpati  dari puncak gunung es. Secara tradisional pilihan langsung demikian adanya.
Di suatu daerah menjelang Pilkada kabupaten/kota, ada calon petahana yang dikenal oleh seluruh warganya. Suka blusukan. Suka sujud dengan orang yang lebih tua. Siapapun lawannya ya pasti tumbang.  Seorang warga di pedalaman dusun saja sampai ngomong, "kakak kau tu dipasangke dengan sandal jepit bae menang". Dan memang beliau menang besar akhirnya.
Begitulah. Ketika beliau naik kelas, bertarung di Pilkada provinsi, kalah. Apa yang menjadi masalah? Sederhana. Beliau, ngetop di daerahnya tetapi belum tentu dikenal di daerah lain.
Lalu apakah harus mengunjungi setiap desa/kelurahan atau kecamatan di seluruh provinsi untuk jadi gubernur. Dan bagaimana untuk menjadi presiden? Tentu tidak mungkin Ferguso. Butuh alat/media untuk menjangkaunya. Caranya dengan Medsos. Medsos itu lintas batas dan lintas generasi. Setelah itu cerita dari mulut ke mulut.
Masih Lama
Mau jadi presiden. Nyapres dulu. Eh sukses dulu saja di eksekutif, legislatif, yudikatif dan pengusaha. Ehmm. Jangan lupa janji waktu kampanye diwujudkan. Kalau tidak mau habis dikuliti.  Eh ia, jangan lupa butuh tim dan juga tim sapu jagat yang jujur dan amanah.
Medsos pasti, itu untuk  menjangkau wilayah dan warga. Jangan remehkan Medsos, walaupun dunia maya, warga +62, salah satunya teman saya, bisa saja menggelinding seperti bola salju yang tak terbendung.
Akhirnya, semua sudah saling mengukur dan sudah tahu kelemahan dan kelebihan masing-masing. Ombak internal partai sudah dites. Kader partai yang selalu masuk bursa Capres berbagai survai juga sudah dites. Pilpres masih lama, 2024. Segala sesuatu bisa terjadi. Paling penting usaha. Usaha itu kerja. Lah, kalau duduk saja ya bagaimana?
Salam Kompal