Seorang teman lama yang berprofesi sebagai dokter terdiam sejenak ketika kutanyakan mengenai kesiapan kemungkinan gelombang Covid 19 pasca lebaran. Kulanjutkan pertanyaan dengan pendukung ketika merawat pasien mulai dari APD, sarung tangan, kacamata google, pelindung wajah dan masker. Â "Semoga atasan memikirkan nyawa kami yang ada di garda terdepan. Kalau tidak, kita sudah disumpah untuk menolong. Berserah dengan Tuhan saja. Pakai apa yang ada saja".
***
India kehilangan 50 dokter dalam sehari ketika gelombang Tsunami Covid 19 melanda sejak April lalu (1). Bahkan ada yang depresi hingga bunuh diri (2). Bahkan berdasarkan data terakhir lebih dari 400 dokter meninggal selama gelombang kedua Covid 19 di India (3). Tekanan dalam diri para dokter dan perawat sangat luar biasa ketika pasien Covid 19 datang apalagi ketika pasien datang dengan kondisi kritis.
Di beberapa daerah di Indonesia kecenderungan kenaikan pasien Covid 19 sudah terjadi. Penambahan kemungkinan besar akan terjadi dua minggu atau tiga minggu setelah lebaran. Artinya sekitar awal Juni dan pertengahan Juni masa inkubasi virus akan meledak. Di Jawa sudah terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Demikian pula dengan di Sumatra. Silahkan saja cermati data-data yang diungkapkan oleh media cetak dan elektronik. Resminya silahkan lihat di website https://covid19.go.id/
Selama dua tahun Covid 19 menjadi momok bagi dunia termasuk Indonesia. Mengguncang ekonomi, mengguncang para klinisi dan juga patologi klinik, mengguncang para ahli virus serta mengguncang para politisi lokal maupun nasional di berbagai negara. Sisi kemanusian dengan foto dan video mengguncang nurani. Terakhir pesan dari Kades yang terpapar Covid 19 dan akhirnya meninggal dunia (4).
Belum lagi disparitas distribusi vaksin bagi negara berkembang, miskin dan negara-negara maju semakin menganga. Lonjakan kasus di beberapa negara produsen vaksin membuat produksi terganggu dan ada tekanan dari dalam supaya vaksin terlebih dulu untuk dalam negeri. Semua produsen memfokuskan secara politik untuk memenuhi kebutuhan negaranya masing-masing.
Bagi pemangku kepentingan yang berkutatan dengan Covid 19 pasti lelah. Cuma itu tugas yang memang harus dipikul. Para tenaga kesehatan juga lelah memakai APD, melihat pasien sesak nafas, melihat pasien meninggal. Trauma pasti.
Kabar dari Cilacap bikin miris. Sebanyak 32 tenaga kesehatan terpapar Covid 19 (5, 6). Sungguh prihatin karena mereka garda terdepan dalam memberikan pelayanan. Kewaspadaan harus dimulai dari depan. Mulai dari Satpam, perawat UGD dan dokter UGD tidak boleh lengah sedikitpun. Mereka harus sudah memakai APD. Lebih baik mencegah daripada tertular.
Pasien ada yang jujur tetapi ada juga yang tidak jujur. Ketika dokter melakukan anamnesis banyak informasi yang tidak disampaikan. Mulai dari perjalanan seminggu dua minggu terakhir, sesak nafas, batuk dan demam terkadang dijawab semaunya.
Akibatnya sudah tertebak, perawat dan dokter tertular kalau ternyata mereka OTG ataupun akhirnya terkonfirmasi positif Covid 19. Apalagi virus varian India sudah masuk ke Indonesia dan sangat cepat penularannya. Jangan sampai korban perawat dan dokter berjatuhan seperti pada gelombang pertama Covid 19 muncul.
Kita kehilangan cukup banyak dokter, jumlahnya mencapai 325 dokter (7) dan 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, 10 tenaga laboratorium medik. Jumlah ini tertinggi di Asia (8).
Mari bangun awareness (kesadaran) mengenai bahaya Covid 19. Tidak mudah memang. Butuh daya tahan yang sangat luar biasa dari seluruh pemangku kepentingan, masyarakat dan juga social justice warrior. Butuh kreatifitas agar penyampaian menggugah dan tidak jenuh.
Kalau cuci tangan, jaga jarak, pakai masker untuk menghindari Covid 19 sudah banyak bertebaran. Duh. Boleh itu untuk stiker. Harus ada terobosan baru agar cuci tangan, jaga jarak dan memakai masker itu untuk mencegah tertularnya Covid 19 atau menularkan Covid 19 tidak monoton. Kampanyenya harus kreatif.
Lelah sudah pasti. Cuma ini perang sesungguhnya dalam kehidupan. Perang dengan virus yang tak terlihat tetapi ada dan nyata. Jangan lelah. Lelah ambyaaar. Jangan sampai lelah melawan Covid 19 sampai diketahui cara menaklukkannya seperti sakit flu ringan.