Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Penuhi Kebutuhan Rohani, Ada Bayang-bayang Tsunami Covid-19 Pasca Mudik

11 Mei 2021   13:01 Diperbarui: 13 Mei 2021   10:31 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi memgecek dokumen pendukung Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) kendaraan yang melintas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek pada periode larangan mudik 6-17 Mei 2021(Dok. PT Jasamarga)

Mudik adalah kebutuhan rohani. Dua lebaran sudah Covid 19 menemani. Ada begitu banyak duka dan suka lebaran dengan Covid 19.

Beberapa teman masih sempat tugas bersama mengarungi Jalan Lintas Sumatra hari Minggu malam hingga Jumat sore. Kini mereka ada yang telah tiada. Covid 19 menjadi pemicunya. Ada yang masuk rumah sakit hari Sabtu terkabar Senin sudah meninggal. Ada yang masuk tengah bulan, akhir bulan dikabarkan meninggal. 

Bersyukur masih bertahan tidak ngumpul tahun ini, walau terkadang sudah lelah. Ada teman yang memilih istirahat hidup dari tabungan dan kerja bantu istri kerja dari rumah. Ada juga yang masih bertahan mengukur jalan hingga ke perbatasan Sumatra Selatan. 

Covid 19 merengut nyawa teman dan orang-orang yang dikasihi. Ada yang marah, ada yang kesal. Bahkan ada yang mengeluarkan sumpah serapah kalau dirinya dicovidkan. Padahal kalau bertanya langsung ke dokternya dengan kepala dingin semua menjadi jelas. Bukan dengan membawa bingkai pengetahuan Covid 19 yang salah kemudian dikonfrontasi dengan dokter yang merawat.

Ada yang percaya. Ada yang goyah kepercayaannya. Ada yang memang tidak percaya. Ada yang tidak percaya tetapi mengajak orang lain untuk tidak percaya. Ada juga yang tetap percaya bahkan lebih waspada dan meningkatkan diri untuk menegakkan protokol kesehatan.

Semua berbaur dalam miliaran informasi yang berseliweran di media sosial dan di pasar serta pusat perbelanjaan. Semua menyerbu otak sehingga akhirnya meledak. Bingung mengambil keputusan.

Paling bingung ketika ada video di media sosial memprovokasi agar tidak memakai masker dan juga meminta untuk menerobos penyekatan mudik. Tujuannya apa? Lantas kalau terjadi lonjakan kasus bagaimana? Politik dan Covid 19 serta kepentingan tertentu berbaur.

Faktanya, ada kecenderungan peningkatan penderita Covid 19 menjelang Lebaran. Peningkatannya sangat siginifikan. Kompas.com membeberkan tanggal 10 Mei ada penambahan pasien positif sebanyak 4.891 orang dalam 24 jam terakhir. Jumlah kasus Covid 19 totalnya mencapai 1.718.575 orang sejak kasus diumumkan 2 Maret 2020 (1)

Harian Kompas (10/5) di halaman 1 memberi judul jelas, Varian Baru Sars Cov-2 dari India Mulai Mendominasi. Terpantau di Jakarta 7 Januari, 8 dan 12 Januari di RSUP Mohammad Hoesin Palembang, 14 dan 15 Januari di BBLK Palembang, lebih lengkapnya lihat foto di atas.

Larangan mudik, penyekatan agar mudik tidak terjadi. Media sosial dan televisi pun plus media cetak juga sudah secara jelas dan terang agar tidak mudik di lebaran tahun ini dengan dasar lonjakan kasus positif Covid 19 dan mengurangi penularan.

Dorongan untuk mudik adalah kebutuhan rohani. Ketika bahagia melihat orangtua, keluarga dan keluarga dekat, hormon kebahagian mengalir ke seluruh tubuh. Tubuh menjadi ringan. Beban hidup yang selama ini menggelayuti menjadi terlupakan sesaat. Energi baru untuk menjalani tantangan hidup mengalir.

Walaupun terkadang, ketika mudik ada juga yang bermodal pas. Pas sampai dan pas untuk balik lagi. Pas pulang balik bawa oleh-oleh. Jadinya untung. Bagi keluarga dekat yang didatangi oleh para pemudik ada semacam kebahagiaan tersendiri untuk dapat memberikan oleh-oleh kepada pemudik begitupun sebaliknya kalau ada.

Bagi yang tidak lolos mudik atau memang memilih untuk tidak mudik, lebih baik teleponlah orang-orang yang dicintai. 

Mintalah maaf dan katakan sayang dan cinta pada orang tua, istri, suami atau anak. Katakan kangen untuk keluarga dekat. Hanya suara. 

Biarlah suara dan otak yang bermain membayangkan ketulusan dari ucapan sayang, cinta dan kangen. Kalau sampai menitikkan air mata atau menangis menangislah. Biasanya semua menjadi ringan setelahnya.

Bagi yang lolos bisa mudik. Bersyukurlah. Isolasilah selama sekitar 5-6 hari lebih baik adalah 14 hari karena itulah masa inkubasi virus (2). Jika ada demam, batuk, dan sesak nafas melaporlah ke kadus, ataupun ke kepala desa atau ke perangkat rukun tetangga.

Jangan langsung berkumpul dengan keluarga. Jika ternyata pemudik adalah orang tanpa gejala, maka duka dipastikan akan menyelimuti. Keluarga dekat terancam kesehatannya bahkan nyawanya oleh kedatangan pemudik yang tanpa sadar menulari orang-orang yang disayangi, dicintai dan dikangeni.

Video yang dibagikan oleh musisi Adie MS di akun Twitternya kiranya dapat menjadi pembelajaran (3). Semoga juga yang membuat video tersebut disehatkan demikan pula dengan keluarganya. Amiiin.

Covid 19 nyata adanya. Mengapa masih ada yang membantahnya? Mengapa masih ada yang menjerumuskan untuk menantang Covid 19? Mengapa disebut menantang, sudah tahu nyata, tetapi di suatu tempat malah diminta untuk tidak memakai masker. Sudah nyata adanya, malah disuruh untuk mudik. Tidak mudik memang tidak akan menghilangkan Covid 19. 

Kalau memilih mudik, Covid 19 tetap ada, tetapi kalau Anda pembawa virus maka keluarga akan terancam kesehatan dan nyawanya. Jika tidak mudik paling tidak sudah menjaga orang-orang tercinta, terkasih di desa, dusun tidak tertular.

Mari belajar dari kasus tsunami Covid di India mulai April dan Mei lalu (4). Rumah sakit kolaps akibatnya banyak pasien Covid 19 tak tertolong. Kremasi terpaksa dilakukan tidak hanya di rumah kremasi tetapi juga di taman dan di pinggir jalan.

Memang banyak faktor penyebab untuk terjadinya tsunami Covid 19, tetapi kerumunan dan abai dengan protokol kesehatan merupakan salah satu kunci tsunami Covid 19. 

Sekali abai, sebarannya tak terbendung. Kita tak pernah tahu si A atau si B adalah pembawa virus apalagi yang tahu si A atau si B diduga membawa virus hanya dirinya sendiri dengan mengakui adanya gejala atau melalui pemeriksaan medis.

Barangkali cerita penyintas Covid 19 ini bisa menggugah nurani. Lelaki paruh baya di Palembang di minggu pertama April 2021 datang dengan gejala Covid 19. Mendatangi sebuah rumah sakit tetapi karena menganggap prosedurnya agak berbelit, lalu pindah ke rumah sakit lain.

Si lelaki pindah ke rumah sakit dulu dia di lahirkan. Jadi kalau mau mati, mungkin jadi dejavu lahir dan mati di rumah sakit yang sama.

Begitu ke UGD langsung ditanya Satpam yang berbaju hazmat, demikian pula ketika perawat dan dokter berbaju hazmat menanyai kondisi si lelaki. 

Oximeter dipasangkan ke jari tangan, oksigennya terukur 85. Si lelaki lalu didudukkan di kursi roda. Langsung dibawa ke Ruang Observasi Covid 19.

Pemeriksaan darah lengkap plus D-dimer, pemeriksaan jantung, dan pemeriksaan CT Scan. Dan ups, hasilnya di paru-paru sudah ada bercak-bercak putih. Rawat langsung.

Satu lagi yang bikin cemas, sewaktu perawat memberitahu pasien kalau belum bisa masuk ke ruang rawat inap karena ruang perawatan penuh. 

Beberapa hari lalu bahkan pasien harus menunggu di Ruang Observasi Covid 19 ada yang tiga sampai lima hari. Bila ingin pindah ke rumah sakit lain akan difasilitasi. Si pasien kukuh untuk tetap di rawat di ruang observasi.

Petugas pun langsung menutup pelayanan pasien Covid 19 yang datang untuk rawat inap. Ruang observasi penuh. Ruang rawat inap penuh.

Beruntungnya menjelang tengah malam lelaki paruh baya itu mendapat kamar dan langsung pindah dari ruang observasi ke ruang perawatan. Dia tinggal sendirian di ruangan. Tiga hari kemudian diberitahu oleh dokter yang selalu visit setiap hari kalau lelaki paruh baya itu positif Covid 19 setelah sebelumnya swab PCR. Setelah 20 hari dirawat baru boleh pulang setelah tiga kali swab PCR negatif.

Suatu malam ketika masih dirawat, di tengah kesunyian. Roda brankar bergerak keluar dari salah satu kamar. Gerak kaki mendorong brankar. Lelaki paruh baya itu bergidik. Tak tidur hingga subuh. Kepala si lelaki berputar, apakah kamar yang ditempatinya dini hari lalu pasiennya berpulang malam hari? 

Foto I OtnasusidE
Foto I OtnasusidE
Jika dikembalikan ke data temuan kasus Covid 19 varian baru, lihat foto di atas. Kenaikan kasus Covid 19 adalah keniscayaan. Trend kasus di daerah juga meningkat.

Jadi bagi yang sudah terlanjur mudik. Tegakkan protokol kesehatan. Isolasi mandiri terlebih dulu sebelum bertemu dengan keluarga dan sanak. Jujur dengan diri sendiri daripada menyesal apalagi sampai menyalahkan orang lain. Jangan sampai bayang-bayang Tsunami Covid 19 yang tadinya hanya bayang-bayang menjadi nyata pasca mudik.

Mohon maaf lahir batin untuk seluruh Kompasianer dan juga pembaca sunyi.

Salam Kompal

dok. Kompal
dok. Kompal
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun