Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Mental Illness dari Jatuh Cinta

5 September 2020   13:09 Diperbarui: 5 September 2020   12:58 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendefinisikan mental illness itu susah. Definisinya selalu berubah dari waktu ke waktu. Tunggu dulu yang ngomong bukan saya loh. Itu, Marie L Thompson yang membuat buku Mental Illness (2007). Nyarinya susah kalau si Marie ini. 

Ayo disederhanakan, mental illnesses are health conditions involving changes in emotion, thinking or behavior (or a combination of these). Mental illnesses are associated with distress and/or problems functioning in social, work or family activities. Klik ini nanti dianterin ke American Psychiatric Association.

Nah, dengan definisi itu apakah jatuh cinta melibatkan perubahan emosi, pikiran dan perilaku atau gabungan ketiganya. Mari dikulik satu satu sambil ngeteh hitam Gunung Dempo. Emosi, kalau jatuh cinta tidak melibatkan emosi, ya bukan jatuh cinta namanya. Nggak mungkin kan nggak cemburu, misalnya ketika sang pacar jalan bareng dengan orang yang lebih ganteng dan cantik sambil tertawa senang. Tinggal kadar cemburunya encer, sedang atau pekat/kental. Emang teh atau kopi.

Pikiran, la mosok nggak pernah kepikiran toh. Setelah pacaran mau ngapain. Mo kawin kan. La piye kalau ibu bapak e ra setuju pacaran dengan dirimu. Apa nggak pilih jalan belakang. Pasti mikir, sampai kapan bapak emaknyo dak setuju. Biso dak akhirnyo setuju. Ini belum lamaran loh.

Bagi yang pernah merasakan pacaran melalui telepon umum bersyukurlah. Bagaimana pernah bawa duit logam seplastik asoy, jam sepuluh malam di telepon umum? Atau kesal tiba-tiba habis kuota nelpon dan duit cekak.

Ada yang jatuh cinta lalu dia bisa buat puisi, lagu ataupun cerpen yang mendayu-dayu. Tetapi ada juga yang cinta tragis, ditampar pacar, dimarahi pacar, difoto dan direkam videonya aktivitas cintanya (baca: seksual). Bahkan tragedi ketika diperkosa pacar yang baru saja kenal. Jangan mau digituin ya kecuali memang sudah janjian kalau kalah atau salah ditampar atau dipukul.

Cinta bisa bikin trauma sepanjang hayat hingga menutup hati ketika diri tidak bisa membalik luka perawan dan tidak bisa menerima diri sendiri. Apalagi kalau sampai orang baru yang mendekati, mendewakan perawan tetapi maunya nyosor terus.

Bisa jadi mereka yang pernah jatuh cinta itu awalnya bahagia dan terus bahagia hingga tercapai mimpinya. Tetapi ada juga yang itu, kandas di tengah jalan dengan tragis yang tentu saja akan mengganggu kegiatan sosial dan pekerjaan serta hubungannya dengan keluarga.

Ada yang bunuh diri. Ada yang diberhentikan dari pekerjaan karena sudah tidak bisa lagi konsentrasi. Hubungan dengan keluarga retak karena beda perspektif atas nama cinta.

Apakah jatuh cinta sudah bisa disebut dengan gila? Aku dak berani beri label itu. Karena label-labelan itu bukan hak aku untuk menyematkannya. Cuma orang twitterland ada yang pernah bilang, "kamu tak bisa merasakannya kalau kamu tak pernah mengalaminya". 

"Apakah kau cinta padaku," kata seorang perempuan di Jalan Lintas Tengah Sumatra, bertahun lalu.  "Aku tergila-gila padamu," kata seorang lelaki sambil menggenggam tangan perempuan tersebut di Bus IMI tujuan Lampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun