New normal  atau normal baru apakah memang betul-betul sesuatu yang baru ataukah hanya proses daur ulang dengan penyempurnaan-penyempurnaan? Pertanyaan itu mengendap berhari-hari membuat kepala pusing tujuh keliling.
Pada akhirnya, ketika kepala sedang mentok, melintaslah sulung sambil cengar-cengir membawa sepotong kue. Nih, bocah dulu waktu masih balita sungguh bikin mangkel seperti mangga yang sering dibuat rujak. Eh salah, itu bukan mangkel tetapi mengkel.
Tuh bocah, di kampung terkenal bandel. Bahkan dikenal sebagai bocah yang nggak ada takutnya. Nyemplung di got, bantu-bantu angkat kotoran, bersihin halaman sambil megang cacing tanah. Tetangga mah sudah separo jijik melihat tingkah laku duo bujang (Sulung dan Tengah) yang kotoran.
Pengasuh yang ikut dulu pernah ditanya oleh pengasuh tetangga yang kepo. Apakah anak asuhmu tidak pernah sakit diare? Dua pengasuh yang mengawasi Sulung dan Tengah hanya tertawa. "Kalau ada bapak anak-anak terserah mau main apa? Bapak yang ngawasi dan bapak yang tanggung jawab?"
Aku tahunya ketika kami makan malam bareng. Para pengasuh melaporkan pada ibu mengenai pertanyaan pengasuh-pengasuh tetangga termasuk jawaban pengasuh kami. Ibu pun tertawa ngakak. "Bagus itu jawabannya. Dan sudah sesuai dengan SOP".
Antara kami berdua memang sudah ada pembagian tugas yang jelas. Kalau ada silang tugas biasanya dikoordinasikan dan dikolaborasikan.
Suatu sore, kami baru punya Sulung, masih berumur dua bulan, pengasuh anak sudah memasakkan air untuk mandi Sulung. Bukannya memandikan pakai air hangat, justru Sulung aku masukkan ke dalam bak mandi. Terlihat Sulung gelagapan tetapi kurang dari dua menit dia sudah bisa beradaptasi dengan dinginnya air bak.
Istriku yang baru pulang kerja langsung disambut dengan laporan histeris dari pengasuh. "Ibuuu. Sulung dimasukkan dalam bak oleh Bapak. Aku sudah siapkan air panas. Malah dimandikan pakai air bak".
Untung istriku tidak panikan kecuali kalau tidak ada aku, barulah dia panikan. Ditempa di daerah Pantai Timur Sumatra dengan segala keterbatasan agar kreatif dalam melayani masyarakat membuatnya tidak manja kecuali saat-saat tertentu.
Sulung aku gulung dengan handuk tebal. Setelah itu diberi minyak telon dan dipakaikan baju. Tidak nangis dan tetap anteng tuh bocah.
Istriku akhirnya bilang pada pengasuh. "Aman. Kalau Bapak yang ngasuh biarkanlah. Bapak yang tanggung jawab. Bapak sudah tahu apa yang diperbuatnya".
Duo bocah memang ditempa dengan gaya koboi. Habis main kotor-kotoran mereka harus mandi dengan bersih. Tangan harus dicuci terlebih dulu sesuai dengan aturan Kemenkes dan WHO setelah itu baru rambut dan seluruh seluruh badan. Tidak perlu pakai sabun cair yang mahal cukup sabun mandi anti kuman.
Boleh dikatakan duo bocah itu hanya sekali diare dan tidak dan jangan sampai cacingan. Sulung pernah diare gegara sepulang sekolah dia makan jambu air pemberian temannya. Tidak cuci tangan dan jambunya juga tidak dicuci sebelum dimakan. Itu jadi pelajaran berharga bagi Sulung untuk patuh pada SOP.
Lalu bagaimana dengan normal baru setelah Pandemi Covid 19 yang menggegerkan jagad dunia nyata dan dunia maya? Sebenarnya normal baru adalah perilaku setelah. Tidak perlu mengotak-atik siapa yang terlebih dulu menyatakan normal baru.
Pernah berobat ke rumah sakitkan? Setelah dirawat dan sembuh. Biasanya ada nasehat dari dokternya. Kalau sudah sembuh harus begini, begini dan begini. Jangan begitu, begitu dan begitu.
Sederhananya, kalau ada anak sakit diare dan kemudian karena sudah parah kondisinya lalu dirawat. Diinfus biasanya dan diberi obat-obat lainnya. Biasanya sembuh kurang dari tiga hari.
Diare pada anak-anak salah satunya adalah dari joroknya perilaku orang tua. Anak kan perlu diajari dan ditanamkan nilai-nilai kebersihan sejak kecil. Kalau mo disalahkan anak yang diare, apa kata dunia.
Nasehat dokter yang biasa diberikan adalah jaga kebersihan. Cuci tangan setiap setelah bermain. Cuci setiap ingin makan dan minum setelah bermain. Cuci tangannya dengan sabun. Sudah tahu belum cara cuci tangan yang benar? Kalau belum tahu, nanti panggil dokter cilik di sekolah-sekolah untuk mengajari cuci tangan yang benar.
Jadi normal baru itu adalah respon perilaku kita terhadap perilaku yang salah atau tidak benar. Cuci tangan, bersin harus ditutup misalnya adalah perilaku lama yang sekarang banyak ditinggalkan. Begitupun dengan perilaku menjaga kesehatan dengan asupan makanan yang sehat serta asupan vitamin. Olah raga, ah sudahlah.
Normal baru hanyalah respon diri, manusia untuk mempelajari Covid 19 dan pandeminya. Sudah tahu, belum ada obat dan vaksinnya, ya kalau keluar pakai masker. Jaga jarak dan juga ikuti protokol kesehatan Covid 19 maka diri akan selamat.
Tempat-tempat publik mulai dari rumah tangga, perkantoran, hingga hotel dan pusat perbelanjaan menyediakan tempat cuci tangan dengan air plus sabun atau cairan pembersih tangan. Kursi pun sudah dibuat tanda untuk berjarak. Demikian pula dengan mini market selain menyediakan air dan sabun untuk cuci tangan, di depan kasir mereka juga memasang plastik sehingga antara kasir dan konsumen terpisah oleh plastik.
Inilah normal baru. Inilah respon masyarakat dan manajemen terhadap Pandemi Covid 19.
Kalau masih ada yang ngeyel dan membantah dan tidak mengikuti protokol silahkan baca Pandemi Pes di Eropa, Flu Spanyol, Ebola, Sars dan Mers. Silahkan menganggap remeh. Kalau sudah kena di diri nah. Dinikmati saja.
Contoh sudah banyak, silahkan saja cari di internet di media mainstream. Covid 19 itu nyata.
Wajar ada yang mau mengikuti protokol dan ada yang tidak mau. Manusia juga diberi kehendak dan juga otak serta akal budi untuk belajar atas kejadian alam. Ini bagi yang mau belajar. Manusia yang bertahan adalah manusia yang terpilih. Ini juga namanya seleksi alam atas manusia.
Tetap menikmati hidup dengan new normal atau normal baru. Â Normal baru hanyalah respon manusia untuk bertahan hidup.
Salam Kompal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H