Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Modal Sosial, Modal Tak Terbatas Melawan Covid 19

9 April 2020   13:38 Diperbarui: 9 April 2020   13:38 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi ingat dulu, ketika sebuah kabupaten tidak memiliki stadion dan Pemda tidak ada uang. Sang bupati meminta agar masyarakat menyumbang bata, pasir semen ataupun menyumbang tenaga. Dan gotong royonglah seluruh unsur masyarakat, jadilah stadion. Sampai sekarang masih ada tapaknya dan walau sudah berganti ganti bupati, stadion itu tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Jadi ingat dulu seorang dokter muda cantik yang ditugaskan didaerah tertinggal. Mau mengadakan sunatan masal karena banyak anak-anak yang belum disunat. Tidak ada duit. Rembukan dengan camat, kades dan tokoh masyarakat untuk urunan membeli obat-obatan dan peralatan serta hadiah sarung. Meminta tolong pada dokter lain, bidan dan perawat dari daerah lain. Jadilah sunatan masal itu, bupati pun datang ke kecamatan.

Negeri ini punya modal sosial yang besar. Nilai-nilai lokal jumputan beras, tolong menolong ketika hajatan, dan lumbung desa. Setiap daerah namanya berbeda tetapi esensinya adalah membantu, menolong orang-orang yang kesusahan.

Covid 19 membuka mata betapa negeri ini memiliki semangat tolong menolong yang tak pernah pudar walau diri sendiri, UMKM sendiri, perusahaan sendiri sedang susah. Masyarakat swadaya membuat tempat cuci tangan, memortal jalan masuk sebagai bentuk social distancing dan bergotong royong membantu bahan pokok mereka yang terkena dampak Pandemi Covid 19.

Memberi itu dikala orang lain susah dan diri sendiri tergoda untuk tidak memberi. Memberi dikala sama-sama susah, itulah ujian sesungguhnya. Setan memang sungguh indah. Setan itu ternyata diri sendiri yang rakus dan tidak berbuat apa-apa ketika melihat orang lain susah.

Ketika akan meninggalkan Bukit Barisan Sumatra, ada WA masuk, “kak, aku dak lagi dikutuk ijazah kan.” Kubalas, “kau bakal dikutuk kalau kau cuma senang dengan privilage kekuasaan. Duduk di depan kalau ada acara. Makan duluan kalau ada hajatan di desa. Mobilmu terjebak lumpur dan masyarakat rela mendorong dan mengangkatnya.”

#Mari Bersama-sama Melawan Covid 19

Salam Kompal

kompal-5e8eb5ecd541df7a064571c4.jpg
kompal-5e8eb5ecd541df7a064571c4.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun