Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Awas, Omongan Ibu Itu Asin

23 Desember 2019   18:08 Diperbarui: 23 Desember 2019   18:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sulung itu pintar, tetapi itu, tidak bisa memendam rasa tak suka. Dulu waktu kami belum dipanggil ke sekolah, sulung kalau selesai ujian atau mengerjakan tugas selalu berjalan-jalan di kelas yang membuat temannya terganggu.

Sampai di rumah seorang lelaki memeluk anak lelaki.  Let's talk like a man.  Terngiang cerita istri yang mengejar anak lelaki tetangga dengan satang --bambu-- jemuran ketika anak lelaki itu menjatuhkan jemuran yang sudah kering sehingga kotor lagi.

"Nak, kalau sudah selesai ujianmu atau tugasmu di kelas. Mintalah izin ke gurumu untuk duduk di belakang kelas. Bacalah buku kesukaan atau selesaikan soal-soal latihan les matematikamu," kataku sambil memeluknya.

Tidak keluar sepatah katapun. Dalam pelukanku kuyakin lelaki kecil itu meneteskan air mata tanda bersalah. Ada air hangat mengalir merembes ke kaosku. Aku cuma mengusap kepalanya dan mengucapkan terima kasih karena telah berjuang belajar untuk mendapatkan nilai terbaik untuk dirinya.  

Teringatlah lagi ketika dia masih kecil mengejar anak tetangga dengan pisau dapur terhunus karena kesal dan tersinggung dengan temannya tersebut. Apa nggak bikin geger sekampung. Tidak ada yang mengajari. Ataukah itu genetik ataukah muncul dengan sendirinya. Sampai sekarang aku masih berusaha mencari solusinya untuk mempertebal tingkat kesabarannya.

Jadi, itu baru sebagian kecil perbuatan masa kecil muncul pada anak. Karmakah atau ....

Apapun pitutur ibu itu terkadang ada benarnya. Jadi berterimakasihlah pada ibumu yang selalu mengingatkan, memberikan petuah, nasehat kehidupan. Bisa jadi pada saat itu kita mendengarkan masuk keluar dari kuping alias mengacuhkannya.

Pada satu saat anak bungsu kami juga akan menjadi seorang ibu. Apakah dia akan menjadi seorang ibu seperti istriku? Jangan. Karena kuyakin suaminya tidak seperti bapaknya. Semoga dia mendapat suami yang baik, sabar dan mau mengemong dan menghormati perempuan, istrinya.

Omongan ibu itu asin. Percayalah. Itu sudah terjadi sebagian pada kami.

Selamat Hari Ibu.

Semua perempuan pada akhirnya akan menjadi ibu. Ibu bagi anak kandungnya. Ibu bagi anak angkatnya. Ibu bagi bawahannya. Ibu bagi suaminya yang terkadang kangen dengan ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun