Kalau ada orang jujur berkata, "Biasanya tradisi Hari Guru dipenuhi oleh kata-kata inspiratif dan retorik. Mohon maaf, tetapi hari ini pidato saya akan sedikit berbeda. Saya ingin berbicara apa adanya, dengan hati yang tulus, kepada semua guru di Indonesia dari Sabang sampai Merauke".
Apa yang ada di benak pembaca Kompasiana imajiner. Ada yang tersentak. Ada yang itu juga retorika. Atau sudahlah itu juga nggak ngaruh di kota apalagi di pelosok nun di perbukitan apalagi di pegunungan.
Lantas kalau ada orang jujur berkata, "Saya tidak akan membuat janji-janji kosong kepada anda. Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh dengan ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, saya akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia".
Apa yang ada di benak pembaca Kompasiana imajiner, berubah itu bisa hanya butuh keberanian dan pengorbanan. Kalau tidak ada keberanian dan pengorbanan sutralah.
Lantas kalau ada orang jujur berkata, "Besok, di mana pun anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas anda. Â Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Â Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan".
Apa yang ada di benak pembaca Kompasiana imajiner, aturan yang membelenggu guru itu banyak. Belum lagi urusan sertifikasi. Belum lagi berjuang agar anak didik lulus di ujian nasional.
Seorang perempuan cantik dari dunia maya turun. Bangun. Bangun. Bangun.
Aku gelagapan dan aku pun mengamini apa yang disampaikan oleh Pak Nadiem.  Loh,  itu tadi imajiner. Aku nggak mungkin ada di kantor kementerian yang dipimpin Pak Nadiem.  Lah  wong,  aku di dusun di Puncak Bukit Barisan Sumatra.
Pak Nadiem. Surat Bapak bikin aku terharu. Surat Bapak itu mengajarkan aku untuk memulai harus dari diri sendiri. Anak murid itu anggap anak sendiri. Anak itu bisa anak biologis, bisa anak angkat, bisa anak pengadilan, bisa juga karena baptis. Jadi anak itu bisa karena sistem pengajaran.
Surat Bapak aku pahami sebagai bentuk dari perlawanan terhadap birokrasi. Namun, perlawanan bapak sungguh manis. Tidak secara frontal. Pasti dalam beberapa bulan ke depan akan ada kejutan aturan perundang-undangan ataupun revolusi dalam pendidikan.
Perlawanan yang Bapak sampaikan adalah perlawanan untuk memulai segala sesuatu dari guru, dari pendidik yang berhadapan langsung dengan anak murid. Kalau gurunya saja tidak mau melangkah untuk berubah dengan alasan ekonomi dan fasilitas pendukung maka "matilah" sekolah tersebut. Artinya kesederhanaan guru dan fasilitas yang minim tempat anak berkegiatan belajar tanpa kenal menyerah hanya ada di Laskar Pelangi, tidak ada di dunia nyata.