Urusan tuntut menuntut biasanya lebih didahulukan dibandingkan memberikan fasilitas pendukung. "Sudah jalankanlah dulu!". "Perbaikan akan dilakukan sambil jalan!". Kalimat yang sering disampaikan ketika mengirim pelayan publik ke garis depan. Â
Sungguh mesake ketika suatu pagi kami sarapan di sebuah lorong di kawasan pasar Puncak Bukit Barisan Sumatra, berkumpullah tiga orang dari tiga instansi berbeda, dan seorang lelaki pedagang ayam.
Sarapan ini bagi kaum lelaki jomblo sementara disengaja karena pilihan kehidupan merupakan ajang silaturahim sebelum menjalankan aktivitas masing-masing.
Disela obrolan, seorang teman bertanya mengenai info kedatangan tim monitoring pegawai. Si teman mengatakan bersyukur adanya tamu ke kantornya. Dua teman lainnya bengong dengan pernyataan teman ini.
Biasanya orang akan malas didatangi apalagi dievaluasi mengenai kinerja ASN di daerah. Orang yang datang lebih banyak mengkritik mengenai kinerja bla bla bla tetapi tidak melihat kondisi lapangan dan sarana pendukung.
Kalau minta sarana pendukung hal paling normal yang disampaikan adalah sabar dan nanti dianggarkan tahun depan. Tahun berjalan lupa.
Jarak lokasi tempat kami tinggal itu tujuh sampai delapan jam jalur darat dari ibu kota provinsi. Â Itupun kalau lancar jaya. Jalur Lintas Timur Sumatra itu padat. Memasuki musim hujan was was was dengan tebing yang longsor.
Orang yang bekerja di daerah nun jauh itu bosan. Mereka seperti terbuang di buang. Teman ini justru menikmatinya. Aneh....
Ketika sedang menikmati teh pahit. Seorang yang berjaket lusuh yang ternyata seorang pensiunan dari lembaga yang berbeda, tadinya duduk di ujung kemudian gabung di meja kami. Hal yang bikin hati ini senyum-senyum adalah pernyataan dari pensiunan ini.
"Mohon maaf Pak nimbrung. Saya mendengarkan obrolan bapak-bapak. Cuma tolong sampaikan ke atasan bapak di kota yang gemerlap itu, kantor yang kita bicarakan itu lima tahun yang lalu sudah di foto-foto. Kebocorannya. Plafon dan dindingnya. WC. Jaringan listriknya. Cuma sampai sekarang, ini masuk 2020 belum diperbaiki. Entah ke mana laporan itu dan foto itu," katanya.
Temanku yang berkantor di situ tersenyum kecut. Bukan hanya lima tahun lalu tetapi setahun lalu juga sudah disampaikan. Ini datang lagi orang dari kantor pusat semoga kondisinya bisa didengarkan dan disampaikan setelah melihat langsung alias saksi hidup kondisi kantor.
Belum lagi rumah dinas yang sudah main ikat-ikatan dengan kawat karena jendela dan pintu sudah lapuk termakan usia. Rumah itu enak ditempati karena memang selalu dibersihkan dan butuh rehab total.
Pensiunan dari lembaga lain itu lalu bilang, "kalian itu pencari uang alias PAD* di daerah. Tapi fasilitas penunjang kalian tidak pernah diperhatikan. Masih kan kursi dan meja yang diganjal ganjal dengan batu. Di zaman yang sudah digital ini apakah atasan langsungmu di ibu kota tidak percaya dengan laporan kalian, suruh datang dan lihat itu kantormu itu".
Teman yang kantornya disindir oleh pensiunan itu pun tersenyum. "Siap mang. Nanti sampai di kantor kuajak keliling orang yang monitoring itu untuk melihat pegawai dan juga fasilitas pendukung kantor. Semoga dia sampaikan ke atasan kalau meja kursi di kantor sudah tak layak. Beganjal dengan batu begitupun dengan gedung yang sudah lama tak disentuh dengan pembangunan," katanya sembari membayari sarapan kami.
Diri lalu ke pasar untuk menghitung ayam yang dilepaskan ke pedagang pagi dan sore ini. Diri cuma tersenyum. Di satu sisi teman-teman yang bekerja mencari PAD untuk pembangunan daerah agar dapat terus meningkatkan pemasukan bagi daerah tetapi di sisi lain fasilitas pendukung mereka diabaikan.
Biasalah tuntut menuntut beban kerja didahulukan, fasilitas pendukung diabaikan. Itulah salah satu potret negeri ini yang sedang kencang berlari untuk maju.
Semoga potret buram seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan, penjaga perbatasan dan juga penegak hukum di daerah nun jauh mendapat perhatian dan prioritas.Â
*PAD: Pendapatan Asli Daerah
Salam dari Puncak Bukit Barisan Sumatra
Salam Kompal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H