Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayah Ditakdirkan Pejuang

12 November 2019   13:38 Diperbarui: 12 November 2019   13:57 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bersyukurlah bila kita masih punya ayah. Bagi yang waktu kecil suka melawan ayah dan sampai sekarang komunikasi kurang bagus, silahkan kontak sang ayah sebelum semuanya terlambat. Apapun julukan ayah, kaku, keras dan kasar, dia tetap ayahmu.

Ayah jelas berbeda dengan ibu. Ayah itu khas. Bahkan kekhasan itu diturunkan sang ayah pada anaknya ketika sang anak mengasuh anaknya.

Ayah yang keras itu terkadang lebih lembut dari ibu. Ayah juga sering mengorbankan keangkuhan gendernya untuk mengasuh bahkan mengunci hatinya untuk anak-anaknya.

Sang ayah bahkan merelakan pundaknya untuk menjadi sandaran sang anak yang tak mau tidur. Berjam-jam bahkan hingga subuh karena sang anak rindu pada ibunya. Sang ayah bahkan dengan mata mengantuk pun terkadang memilih menggantikan popok ketika sang anak kencing ataupun  beol  dibandingkan membangunkan ibu sang anak.

Ketika Balita, sang ayah yang menemani dan mengajari sang anak untuk  pipis  malam hari. Bahkan sang ayah sampai memasang alarm getar di jam tangannya untuk membangunkan dirinya pukul 3 dini hari dan membimbing anaknya untuk kencing di kamar mandi. Kadang sukses, kadang gagal, karena si anak ternyata sudah  pipis  duluan. Usaha itu berkali kali dan akhirnya anak bisa kencing sendiri ke kamar mandi.

Begitupun ketika mengajari membaca di hari libur sebelum sekolah TK. Sang ayah yang mengajari sang anak dengan keras. Judul harian Kompas sering dijadikan materi pelajaran membaca di pagi hari. Kompas anak minggu juga menjadi favorit sebelum ibadah.

Apapun, ayah memang selalu mengisi relung hati yang memang khusus. Bahkan sebenarnya ayahpun memiliki relung hati yang khusus diisi untuk anak-anaknya.

Ayah juga rela berjalan kaki mencarikan Magnum dari toko ke toko zaman itu yang  booming  dan susah mendapatkannya. Ayah juga rela  menyisihkan uang makannya untuk membelikan es krim dan sepeda bekas untuk sang anak.

Kenanglah hal-hal yang menyenangkan ketika rindu ayah. Kenanglah ketika dia menjemputmu sekolah. Kenanglah ketika dia menggendongmu untuk meraih jambu di depan rumah.

Jangan samakan ayahmu dengan ayah temanmu. Ayahmu adalah ayahmu. Apalagi kalau sampai menggambarkannya sebagai Cliff Huxtable di The Cosby  Show. Jangan karena itu terlalu keren.

Bagi yang karena tugas dan kebutuhan hidup harus berpisah dengan ayahmu. Yakinlah ayahmu selalu merindukanmu menjelang tidur. Yakinlah ketika dia menelpon ibumu yang ditanyakan pertama kali adalah kamu, anaknya. Ayah jarang sekali menanyai kondisi istrinya. Itulah yang membuat ibumu cemburu.

Sebuah lagu Dance  with  My  Father yang dibawakan Luther van Dross kiranya dapat mewakili kekhasan sang ayah untuk anak perempuan dan Ronan Keating dengan lagu  Father  and  Son  untuk anak lelaki. Nikmati lagu-lagu itu dengan sepenuh jiwa maka kuyakin anak lelaki dan anak perempuan akan  ambyaaar  mengingat sang ayah. Meneteskan air mata dengan sendirinya.

Hari ini bersyukurlah karena masih memiliki ayah. Bila sudah tak memiliki ayah, kenanglah yang indah-indah. Doakan dan ucapkan syukur karena ayahmu sudah berjuang untuk menjadikanmu, ketika masih berwujud sperma saja sudah berjuang mencapai ovum. Ayah juga banting tulang untuk menghidupimu serta berdoa dikala semua terlelap.

Ayah itu memang ditakdirkan sebagai pejuang dalam setiap hidup anak-anaknya. Pejuang yang tak terlihat karena yang selalu dilihat ketika seorang anak besar dan sukses adalah ibu bukan ayah. Apakah ayah cemburu seperti itu? Tidak. Walau hatinya remuk. Ha ha ha.

Ayah itu selalu mencuri-curi untuk dekat denganmu. Ayah itu pemalu untuk dekat denganmu. Akhirnya Selamat Hari Ayah Nasional untuk yang pernah mencicipi menjadi ayah. Bagi mereka yang belum mencicipi jadi ayah. Jangan menyerah. Jadilah ayah untuk anak-anak yang ditinggal ayahnya.

Salam Kompal

Salam dari dusun Punggung Bukit Barisan Sumatra

dok. Kompal
dok. Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun