Sekolah dokter umum itu susah. Butuh daya tahan baik mental pikiran dan juga ekonomi termasuk fisik. Belum lagi menghadapi senior-seniornya. Sekolah spesialis apalagi. Kesulitannya lebih lagi. Apalagi S3 kedokteran dan mengambil sekolah konsultan kesulitannya lebih lebih lagi.
Belum lagi ujian-ujian secara berkala yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan skill mereka. Seminar dan pertemuan ilmiah untuk terus meningkatkan pengetahuannya baik di dalam maupun di luar negeri. Semua itu bayar.
Mereka ini adalah orang-orang yang menihilkan kesalahan sekecil apapun karena berkaitan dengan nyawa manusia. Tidak ada dokter yang mau membuat kesalahan dalam tindakannya. Mereka berusaha untuk menyembuhkan pasiennya.
Kalau ada yang menulis di Medsos "dokter busuk". Maafkanlah. Kalaupun dokter Indonesia dibandingkan dengan dokter tetangga, maafkanlah sekali lagi. Anggap saja orang tersebut mencari  second opinion. Semoga juga second opinion yang didapat lebih bagus dan orang tersebut disembuhkan dari penyakitnya.
Dokter busuk.  Ah  itu seperti teman saya yang rezekinya dari kotoran, buangan pasien.
Dokter busuk.  Ah  itu seperti teman saya yang rezekinya di IGD membuat orang bisa kentut karena sakit maag.
Dokter busuk.  Ah  itu seperti teman saya yang melihat bagian-bagian tubuh yang sakit yang terkadang malah sudah membusuk.
Dokter busuk.  Ah  itu dokter forensik yang terkadang harus mengotopsi tubuh yang sudah membusuk untuk mengungkap kebenaran.
Jadi kalau ada orang menjuluki rekan sejawat dengan dokter busuk, dituliskan di Medsos tanggapilah dengan baik. Tanggapilah dengan elegan.
Kalau ada dokter busuk tentunya ada juga dokter wangi. Nanti saja nulis dokter wangi karena si dokter ini pernah membeli minyak wangi cukup mahal tetapi tak menyangka ketika berpadu dengan feromonnya malah menjadi bau asap. Bukan asap Karhutla yang pasti.