Anda pernah merasakan jatuh cinta? Bersyukurlah! Anda pernah merasakan menikah? Bersyukurlah! Anda pernah merasakan menunggu kelahiran bayi? Bersyukurlah! Anda pernah kesal dengan anak? Bersyukurlah!
Anda pernah berkelahi dengan pasangan anda? Bersyukurlah! Anda pernah adu mulut dengan pasangan anda? Bersyukurlah!
Anda pernah pada satu waktu tidak ada uang sedangkan saat itu anda sangat butuh uang untuk makan? Bersyukurlah!
Itulah drama cinta. Bagi yang tidak pernah mengalaminya berarti cintanya mulus semulus muka temanku dulu waktu kuliah. Nyamukpun jatuh ketika menempel di mukanya. Perumpamaan itu memang bikin ngakak. Dan hampir semua lelaki di jurusanku mengakui kemulusan teman perempuanku itu.
Seorang teman bahkan rela tidak menjalin hubungan dengan seorang perempuan cantik lagi pintar dan kaya. Padahal perempuan itu sudah mengajaknya berhubungan. Berhubungan itu berpacaran maksudnya bukan berhubungan badan.  Payo   ngakaklah.
Pasalnya sang lelaki dan si perempuan terjadi silang pendapat yang sangat tajam. Dalam satu diskusi sore di kampus, di bawah pohon cemara ditemani burung gereja dan pempek plus kemplang  tunu,  si perempuan mengungkapkan kalau dalam berhubungan adalah penjajakan terlebih dulu. Bukan nantinya langsung kawin.
Beda dengan sang lelaki. Si lelaki bersikukuh kalau dalam berhubungan muara tertinggi adalah perkawinan. Perbedaan itu menajam sehingga si lelaki menyatakan kalau mereka hanya berteman saja. Tetapi si perempuan bersikukuh kalau mereka tetap pacaran. Puzziiing palak.
Si lelaki sempat menuliskan pandangannya di sebuah koran lokal. Dibalaslah pendapatnya oleh si perempuan melalui sebuah surat. Akhir cerita hubungan itu tak berbekas. Menjelang tamat kuliah si perempuan menemui si lelaki dan pamit untuk kerja di sebuah bank swasta ternama. Wak wak wak. Kalem.
Pada satu waktu, teman lelaki betul-betul jatuh cinta. Jarak dilibas. Hujan tak dirasa. Panas tak terasa.
Telepon umum menjadi tujuan menjelang malam. Satu waktu pernah apes. Telepon umum yang biasa digunakan rusak. Berjalan mencari telepon umum hampir sama semua, kalau tak rusak, lagi dipakai orang pacaran. Akhirnya malah di dekat rumah sang dewi ada telepon umum.
Begitu koin dimasukkan dan  say hello.  Sang dewi bertanya di mana, ketika dijawab oleh si teman di dekat rumahnya, sang dewi ngambek kenapa nggak mampir sekalian. Jantung berdegup kencang. Tangan ini bergoyang ketika untuk pertama kalinya minum teh pakai tatakan. Gugup.
Pulangnya senyam-senyum sendiri. Dan ketika bertemu waktu kuliah. Woooowwwww  gitu.
Satu hari, sang teman bertemu dengan seorang perempuan. Pada pandangan pertama langsung jatuh cinta. "Kamu cantik," kata si si teman lelaki. "Aku tahu," kata si perempuan. Dan selanjutnya terserah anda meneruskannya.
Cinta remaja. Cinta anak kuliahan. Cinta para pekerja itu berbeda. Satu sama lain membawa karakter yang mematangkan atau menjerumuskan. Hamil di luar nikah itu paling banyak disusul ditinggal pacar kabur padahal sudah diberi semuanya.
Role model, jelas ada. Mau yang bagaimana, ada semua. Mereka yang tak berpacaran tetapi kemudian menikah ada. Mereka yang menikah ketika kuliah ada. Mereka yang kehilangan kehormatannya pun banyak. Baik itu lelaki maupun perempuan. Tak usah selalu mengorbankan salah satu jenis kelamin kecuali memang main rudapaksa. Bahkan ada seorang lelaki tiba-tiba nangis di tempat kontrakan. Usut punya usut ternyata mengaku sudah membuat dosa. Semua teman pun terdiam seribu bahasa. Ada seorang perempuan yang kehilangan kehormatannya misuh-misuh ketika ditanya enak, sakit goblok katanya.  Swear  bukan aku pelakunya.
Tabu. Sungguh jangan bilang tabu. Saatnya terbuka dengan bertanggung jawab. Daripada mendapat info salah jalan. Info itu ada di genggaman tangan anak-anak, remaja, dewasa bahkan orangtua. Telepon pintar. Mau yang baik ada. Mau yang buruk juga ada. Biasanya sih... silahkan dilanjutkan. Siapapun loh.
Role  model couple  goals  kalau dilihat semuanya indah. So sweet. Romantis sekali. Cakep dan cantik.  Body  jozzz. Perhatian. Itu semua impian orang. Semua dipamerkan di IG, FB, Youtube dan Twitter. Masuk TV lagi. Nah....
Tiba-tiba cerai. Dah.... Bingungkan.
Kaki kupu-kupu memang liar. Seliar bunga putri malu. Wak wak wak. Dia lawan yang tangguh. Teman yang tangguh. Seorang istri sekaligus seorang ibu. Pacar dan teman. Sempurna tidak. Justru jauh dari sempurna.
Ini serius. Setiap pasangan kalau sudah kawin menjadi satu keluarga yang unik. Setiap keluarga tidak ada yang sama. Jangan pernah menganggap kita bisa mencontoh  role model artis atau  couple goals  yang bisa mesra di media sosial dan yang biasa mesra di televisi. Keluarga kakak, keluarga adik saja berbeda-beda cara menjalankannya, apalagi keluarga orang lain.
Sesuatu yang tadinya penuh harum bunga bisa menjadi penuh kebusukan. Sesuatu yang tadinya bahagia bisa menjadi neraka. Sesuatu yang tadinya penuh cinta berubah menjadi penuh kebencian. Sesuatu yang tadinya penuh kesabaran menjadi cepat marah. Janji tinggal janji.
Jangan pernah mengkhianati. Kalau kau dikhianati jangan balas. Jika kau balas, mana imanmu? Selesaikanlah baik-baik. Bisa dengan perceraian atau  melem lagi gelas yang sudah pecah. Semua butuh lapang dada. Enak diucapkan sulit dilakukan.
Dengan gambaran semua itu apakah lalu diri takut membina hubungan untuk kawin?  Please  jangan. Kecuali memang sudah menyiapkan diri lahir batin untuk tak kawin.
Ah, Â lebih baik mencoba seperti teman perempuanku dulu apakah kandas ataukah lanjut ke jenjang perkawinan. Cuma sayangnya mungkin karena banyak pertimbangan dia sampai sekarang belum juga naik ke pelaminan. Diri sudah beranak pinak dengan segala kekurangannya.
Perlu disampaikan Kompasianer yang nulis ini terus terang jauh dari sempurna apalagi menjadi role model, couple goals.  Jalani saja dengan penuh cinta. Jalani untuk saling menguatkan dan saling membantu. Terimalah pasangan apa adanya.
Ada pernyataan bijak dari kaki kupu-kupu yang terkadang sakit di kuping tetapi juga kadang aku balas yang membuat dirinya geram. "Akhirnya sesuatu yang luar biasa menjadi hal yang biasa saja".
Salam Kompal
Salam dari Puncak Bukit Barisan Sumatra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H