Berjalan-jalan di kepingan surga, hampir tak ada habisnya keindahan yang bisa dilihat. Semua indah, mulai dari sungai, air terjun hingga ke kehijauan kebun kopi, serta kehijauan kebun teh.
Melihat pekerja PTPN VII Gunung Dempo dari kejauhan sungguh indah. Mereka bergerak beraturan dari satu tempat ke tempat lainnya. Ehhmmm ternyata mereka sudah memiliki batas alamiah dan batas buatan untuk kerja satu hari.
Sebagian besar pemetik teh adalah perempuan. Mereka adalah perempuan perkasa. Silahkan  membawa kinjar di punggung berisi teh seberat 30 kilogram sampai 40 kilogram akan membuat tubuh menahan nafas, ngeden. Kalau nggak percaya silahkan dicoba. Aku saja sesak nafas dan dengkul bergetar. Monggo dicoba kalau nggak percaya.
Upss. Ternyata mereka adalah pekerja yang ramah-ramah pula. Mereka yang biasa bekerja satu kelompok mengejar target daun teh muda. Bukan mencari daun muda istilah yang lain ya. Ini benar-benar daun muda. Daun teh maksudnya. Ha ha ha.
Mereka ramah-ramah loh. Silahkan dihampiri. Mau pinjam caping dipinjamin. Mau foto bareng diladeni. Mau nyoba motong daun teh muda alias pucuknya juga diajari. Ramahkan.
Mereka rata-rata orang jawa. Mereka yang bekerja kini sudah generasi kedua dan ketiga. Sebagian juga sudah kawin mawin dengan penduduk asli Besemah.
Jika kita melihat dari jauh. Maka mereka seperti kumbang yang sedang merumputi hijaunya hamparan karpet surga.
Dekatilah maka kita akan tahu betapa beratnya kehidupan mereka. Menembus dinginnya pagi. Bahkan terkadang menembus rinai. Di saat aku, teman perempuanku serta tiga mataku sedang menarik selimut dini hari, mereka sudah bersiap untuk bekerja memetik atau lebih tepatnya memotong daun teh muda.
Menjelang siang. Mereka pun harus bersiap menangkis sinaran matahari yang semakin siang semakin terik. Target kelompok dalam memetik daun teh muda harus tercapai.
Jangan tersinggung, ketika mereka tertawa ngakak melihat diri terhuyung karena keberatan, tak seimbang menggendong kinjar berisi daun teh muda. Atau diri agak ngeri geli melihat ulat daun merayapi kaos.
"Beratkan. Nah itulah kehidupan pemetik teh," ujar salah seorang dari mereka.
Walau berat mereka masih suka berbagi kegembiraan. Dengan ramah mereka selalu membalas sapaan para pengunjung Gunung Dempo. Membuat tersenyum itu membuat diri dan orang lain bahagia. Otak untuk berpikir menjadi lancar jaya.
Beratnya kehidupan menjadi ringan ketika kita bekerja dengan bahagia. Semangat terus bekerja dan mencari rezeki. Ekonomi wisata mungkin bisa lebih dikembangkan lagi.
Salam Kompal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H