Loh pernah, Maknya dibuat marah besar karena Kevin nggak mau les karena materi pelajarannya hari ini susah dan Kevin lagi nggak mau menghadapi materi yang susah. Langsung dah, tuh bocah diultimatum oleh Maknya. Mencret dah tuh bocah kalau sudah diultimatum.
Satu siang di sebuah taman kota, seorang lelaki tua mengajak bicara seorang lelaki kecil. Â Man to man. Â "Game di android sudah level berapa? Dirimu selalu ingin berusaha untuk naik level di game kan. Â Kenapa Kevin nggak berusaha seberusaha main di game ketika Kevin ingin naik level di pelajaran matematikamu!,".
Lelaki kecil yang terkadang bau keteknya minta ampun itu lalu memeluk lelaki tua sambil berkata, "maafkan Kevin".
Lihatlah rumputmu. Jangan lihat rumput tetangga. Lihatlah uban teman perempuanmu sebagai keindahan. Lihatlah kenakalan anak-anak yang mbrojol dari teman perempuanmu dengan senyum bahagia.
Aku yang biasa melihat detil, kemudian teringat ketika daku bersama teman perempuanku membaca tulisan, ungkapan di kaos-kaos anak sekolah S yang sedang menunggu jemputan sekaligus makan siang di warung kopi, Â salah satunya begini, "Santai. Kalem. Waktu ujian merem".
Aku tahu mereka buat kaos itu untuk hiburan saja. Aku tahu juga mereka di lingkungan yang  legend.  Mereka buat tulisan di kaos untuk membuat orang tersenyum. Aku tersenyum sedangkan temanku tersedak. Perjalanan Kakak, Kevin dan Kayla masih panjang tetapi perjalanan itu tentunya harus sudah punya arah. Tujuan mereka masih jauh, langkah pertama harus diayunkan.
Ketika aku pulang ke dusun. Di pesawat aku tersenyum sendiri. Bukan melihat pramugari yang berkebaya warna biru dan kuning kunyit tetapi aku tahu kenapa teman perempuanku tersedak ketika membaca tulisan, "Santai. Kalem. Waktu ujian merem".
Salam Kompal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H