Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Takut Menikah Anakku

3 Februari 2019   00:08 Diperbarui: 3 Februari 2019   00:10 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang perempuan terdiam di sebuah pusat jajanan di Kawasan Kambang Iwak. Rerimbunan pohon sore itu membuat suasana menjadi adem.

Perempuan muda berumur kurang dari 25 tahun itu diam. Tangan lentiknya mengambil pempek goreng, mencelupkan ke cuka. Menikmati setiap rasanya.

Perempuan itu lalu menyeruput teh hangat. Sungguh dinikmatinya momen itu.

Walau terlihat tenang tetapi dari sudut matanya perempuan itu terlihat gelisah. Matanya memandangi beberapa orang yang sedang olahraga sore di Kambang Iwak.

Si perempuan itu menjadi saksi dari ibunya yang menjalin hubungan dengan lelaki lain selain dengan bapaknya. Sudah beberapa kali si perempuan itu sebenarnya ingin menyela ibunya, tetapi dia menganggap hal itu kurang sopan.

Akhirnya si perempuan itu berdoa dalam sunyi. Si perempuan itu berzikir dalam diam.

Ahhh. Teknologi kembali memakan korbannya. Ketika teknologi berhasil melucuti hijab, pembatas antara lelaki dan perempuan. Antara suami dan istri. Saat itulah sebenarnya iman dipertaruhkan.

Bahasa badainya, tidak ada yang tahu sampai batas mana apa yang bisa dilakukan oleh lelaki dan perempuan ataupun suami atau istri dengan teknologi. Saat itulah batas luntur. Bukan luntur tetapi hilang.

Si perempuan itu terhenyak ketika bapaknya yang sudah mentasbihkan diri memasuki neraka satu waktu menghormatinya ketika mengenakan hijab. Tetapi pada satu waktu yang lain bapaknya meminta si perempuan itu melepas hijabnya untuk belajar lagi mengenai hijab dan tujuan shalat.

Si bapak sebelumnya terpingkal-pingkal ketika si perempuan itu tak bisa membedakan antara hijab dengan teknologi dan urusan silaturahim ibunya dengan lelaki selain bapaknya. Si ibu sudah bervideo call dengan lelaki lain selain bapaknya tanpa izin. Ada rasa senang. Ada rasa rindu. Ada rasa bahagia ketika bervideo call dengan lelaki tersebut. Dilakukan hampir setiap hari.

Nak, itu sama saja dengan memasukan lelaki lain ke dalam rumah tanpa izin suaminya. Apalagi ibumu juga tidak mengenakan hijab. Apalagi ibumu bergaya sensual ketika membagi foto dengan lelaki yang ternyata juga sudah beristri.

Bahkan mereka bertemu tanpa sepengetahuan suaminya. Walau katanya pertemuan itu tidak berdua saja tetapi sudah ada syahwat rindu dan bahagia yang terlampiaskan dalam diri mereka masing-masing.

Lalu di manakah malaikat pencatat kebaikan dan keburukan? Lalu di manakah Tuhan. Padahal Tuhan itu ada di dekat urat lehermu. Apakah mereka sudah menipu Tuhan?

Si bapak yang sudah berdoa agar dimasukkan ke neraka karena dosa-dosanya pun kembali tertawa ngakak. Pasalnya istrinya rajin mengaji dan ikut pengajian serta rajin membaca Surat Yaasiin tetapi tidak mengerti makna terdalam dalam surat tersebut.

Selain soal kepatuhan, kekuasaan Tuhan dan juga proses penciptaan dan pembangkitan manusia ketika hari akhir, Tuhan juga menerangkan proses keadilan bagi manusia. Tidak ada manusia yang dianiaya. Tidak ada manusia yang mendapat balasan kecuali apa yang telah mereka kerjakan.

Si bapak lalu meminta pada perempuan yang beranjak dewasa itu untuk memperbaiki shalatnya. Shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar. Carilah apa yang dimaksud dengan perbuatan keji dan munkar itu!

Si perempuan itu kembali terguncang beberapa hari lalu. Pasalnya di rumahnya kedatangan anak dari lelaki yang menjadi pacar ibunya. Anak itu membawa oleh-oleh umrah dari si lelaki yang menjadi pacar ibunya.

Si anak itu tersenyum. Si perempuan itu remuk redam. Di dalam hatinya, dirimu tak tahu ya kalau bapakmu itu sudah merusak keluarga kami. Keluarga kami menjadi keluarga seperti neraka. Bapak kami mati.

Si perempuan itu ingin teriak dan membocorkan rahasia bapak si anak itu tetapi senyum ruh bapaknya mencegahnya berbuat memakan daging busuk dan menyeret orang yang tak berdosa dan tak tahu menahu. Anak-anak dan istri dari lelaki pacar ibunya itu tak bersalah kenapa harus ikut masuk ke neraka dunia?

"Weee bapak," kata si perempuan.

Si bapak tersenyum. Semoga engkau tahu artinya hijab yang sesungguhnya. Bukan soal cemburu tetapi ini soal syahwat dan juga soal niatan yang tak diketahui kecuali oleh Tuhan.

Perempuan di sebuah pusat jajanan itu menerawang jauh. Dirinya takut menikah. Takut mendapat suami seperti bapaknya yang masuk neraka atau mendapat suami seperti pacar ibunya yang ternyata sudah tua dan beristri tetapi istri orang diembat juga.

Dengan setengah berbisik ruh bapaknya yang sedang jalan-jalan sore di Kambang Iwak itu terbang mendekati si perempuan. "Jangan takut menikah. Menikahlah karena kau sudah menjalankan setengah agamamu. Kalau suamimu masuk neraka itu takdir. Tetapi kau adalah surga bagi anak-anakmu. Jagalah dirimu dengan hijab lahir batin dan iman. Kau adalah gerbang surga bagi keluargamu. Jangan makan daging busuk".

Si perempuan terhenyak dengan suara itu. Awalnya bau busuk tetapi berubah menjadi wangi ketika lamat-lamat perempuan itu berzikir dengan jiwanya.

Full moon ternyata. Si perempuan sudah tiga jam duduk tetapi tidak ada satupun pelayan yang menyapanya. Gelap merayap.

Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatra

Salam Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun