Ketika aku duduk di teras sambil membaca koran dan menikmati sinar mentari plus teh poci, ketika aku mundur beberapa menit, hadewww. Aku ternyata sama saja dengan tiga mata yang menuliskan pesanan bekal sekolah di white board ataupun kertas yang ditempelkan di pintu kulkas. Ada pisang goreng ataupun pisang rebus plus kue kering ataupun minta digorengkan pempek, pempek kapal selam, atau minta dipanaskan tekwan, model kalau lagi beruntung mendapat kiriman dari Palembang.
Akupun mundur belasan tahun lagi. Sungguh suatu momen yang bikin Baper. Seorang perempuan yang cantik dan tinggi belum bertato kupu-kupu di kaki kanannya mengambilkan nasi dan meletakkannya di piringku.
Tidak hanya sekali. Dalam banyak momen tanpa sungkan aku dilayani di ruang publik. Padahal sudah kusampaikan untuk tak perlu begitu karena aku tak mau dia malu dengan pendidikan dan kedudukannya di sebuah lembaga.
"Perempuan itu swargo nunut neroko katut," katanya suatu waktu berbisik di telingaku di tengah gemuruhnya mesin 200 PK di perairan Sungai Musi.
Satu waktu perempuan itu bahkan melakukan apa saja untuk mendapatkan buah hatinya. Dan jujur itu pengorbanannya yang sangat besar. Aku tahu itu. Demikian pula ketika dia harus menyuntikkan sesuatu yang sangat menyakitkan ke tubuhnya.
Sebelum itu disuntikkan. Aku justru diminta untuk membaca side effect di kemasannya. Tubuhku bergetar. Air mata ini mengalir deras. Tetapi sungguh perempuan itu sangat tegar.
Setelah mengalami perjuangan yang sangat panjang. Perjuangan dan juga jatuh bangun hingga ke paling dasar kesadaran. Tiga mata keluar dari rahimnya dan dia tetap perempuan sederhana plus tradisional.
Pagi ini aku menyeruput teh poci dan bersyukur karena tafakurku bisa melihat perempuan bertato kupu-kupu di kaki kanan dari sudut yang berbeda. Satu kecupan di keningnya pagi ini kudaratkan dan kuucapkan terima kasih karena sudah menjadi perempuan untukku dan untuk anak-anakku. Perempuan yang sudah selesai dengan dirinya.
Bagaimana dengan Kompasianer? Lihatlah pasangan kita, suami, istri, pacar kita. Lihatlah dan mundurlah! Ada waktu, momen terindah dan momen terburuk. Nikmatilah.
Salam Kompal.