Mundurkan waktu kita melihat istri? Betul itu judul tulisan. Bisakah? Karena mundur sehari sebenarnya itu sudah sejarah hidup kita. Padahal waktu tidak pernah bisa diputar ke belakang. Jika sebuah kejadian sudah terjadi tidak bisa dibatalkan kecuali dalam film, kita punya mesin waktu yang bisa membatalkan sebuah kejadian.
Seorang teman yang sering menjadi panitia seminar ataupun panitia menyambut tamu di sebuah pesta mengungkapkan, "kalau penyesalan itu selalu ada di belakang. Sedangkan kalau di depan itu namanya pendaftaran alias daftar ulang".
Mari melihat diri kita ke belakang sejenak. Pilihlah satu waktu yang paling indah ataupun yang paling mengesalkan diri kita.
Masuklah kita pada waktu itu bagaimana bahagianya kita menjalani waktu itu atau momen itu! Ada perasaan bahagia. Ada perasaan damai. Saat itu pasti momen yang membuat tubuh kita begitu sehat dan sangat ringan. Tubuh serasa melayang.
Kini masuklah kita pada waktu bagaimana diri kita sangat kesal! Pada saat itu pasti tubuh kita terasa berat. Kepala terasa berat. Pikiran berkecamuk tak jelas juntrungannya. Nafas dipastikan tak beraturan. Itulah amarah, kekesalan, kebencian atau apapun itu namanya. Tubuh kita sakit. Bisa-bisa pecah pembuluh darah bila tidak bisa meredamnya.
Perempuan bertato kupu-kupu di kaki kanan yang menjadi teman dan musuhku serta pacarku setiap pagi selalu menyediakan teh. Teh itu diseduh di poci yang terbuat dari tanah liat dengan gelas yang juga dari tanah liat.
Tak lupa dia pun menyiapkan Koran Kompas yang selalu dilempar di teras. Terkadang pisang goreng ataupun pisang rebus atau kue kering menjadi teman teh di pagi hari.
Perempuan itu ternyata bangun lebih awal untuk menyiapkan pesanan sarapan plus bekal sekolah pagi tiga mata. Betul, tiga mata malam hari selalu meminta dibuatkan makanan untuk dibawa ke sekolah. Pesanan itu sudah ditempelkan di pintu kulkas ataupun white board di dinding. Parahnya ketiganya memesan sarapan dan bekal yang berbeda satu sama lain.
Aku kalau pulang ke rumah selalu meledek mereka, "apakah ibumu itu koki, kok kalian memesan makanan yang akan dibawa ke sekolah?". Jawaban mereka adalah tertawa sambil memeluk ibu mereka rame-rame.
Perempuan itu ternyata selama sekitar satu setengah jam mulai dari pukul 05.00 hingga pukul 06.30 melakukan segalanya setiap pagi. Multy tasking. Sebuah pekerjaan yang menguras fisik dan juga kesabaran.
Tiga mata bukanlah anak-anak yang digambarkan di sinetron selalu patuh dan selalu membantu orang tuanya. Kadang sifat kekanakan mereka muncul di saat yang tidak tepat. Itulah kejengkelan dan teriakan ibunya memberikan kesadaran pada mereka untuk melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan untuk berangkat ke sekolah.