Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dua Jam Memburu Dokter Gadungan

13 Oktober 2018   00:07 Diperbarui: 13 Oktober 2018   05:13 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi I Sumber: http://pluspng.com

Mencari kebenaran atas sebuah informasi bisa dilakukan asal mau. Memang pada awalnya akan menemui jalan buntu, tetapi kalau pantang menyerah, ibarat bola salju, informasi mengenai apa yang dicari pasti akan semakin banyak.

Beberapa hari lalu, dalam perjalanan di liukan Jalan Lintas Tengah Sumatra, aku mendapat informasi salah seorang teman yang sudah kuanggap keluarga akan menikah. Sebelumnya, teman ini jomblo yang suka tebar pesona dengan para perempuan yang dikenalnya. Pernah punya teman dekat tetapi kemudian dijauhi dan mendekati perempuan lainnya.  Hadeeewwww.

Entah kenapa, Jumat lalu si teman  mengabari  kalau akan menikah. Bulan dua 2019 pernikahan akan dilakukan.

Mendengar kabar baik tentu saja, senang.  Loh,  siapa yang tak senang ada teman bahagia.

Satu hal yang masih menjadi tanda tanya dan ganjalan adalah pasangan yang akan diajak menikah. Seingat aku, si teman ini sedang dekat dengan seorang perempuan. Perempuan mandiri yang memiliki usaha sendiri.

Nah, ini malah tiba-tiba ingin menikah dengan perempuan lain lagi.  Piye iki.

Usut punya usut ternyata si teman ini terpesona dengan penampilan perempuan yang baru dikenalnya tetapi sebenarnya teman lama waktu di SMA. Si perempuan pada pertemuan pertama menggunakan mobil menengah atas di kisaran harga Rp 400 jutaan hingga Rp 500 jutaan.

Pada pertemuan selanjutnya si teman perempuannya mengungkapkan jati diri sebagai seorang dokter yang bertugas di RS B... dan juga membuka praktek di Kecamatan J.... Sebulan satu kali praktek di RS D. Perempuan ini juga mengaku sudah diangkat menjadi ASN di RS B.

Selain sudah bertemu dua kali, mereka juga sering melakukan chat di WA. Ungkapan perasaan satu sama lain sudah dibalas dan berbalas. Ibaratnya cinta tidak bertepuk sebelah tangan.

Wajahnya manis dan imut. Nah,  loh.  Lelaki mana yang tidak  klepek-klepek  dengan segala macam hal yang melekat pada si perempuan yang di atas rata-rata itu.

Ketika bertemu sesaat dalam perjalanan ke dusun. Si teman yang entah sadar atau setengah sadar meminta padaku untuk menyelidiki kebenaran jati diri si perempuan yang digandrunginya.

Sedari awal ketika si teman yang sering menjadi Don Juan ini menceritakan jati diri si perempuan ada semacam tanda tanya yang kurang masuk akal pada diri si perempuan.  Pengakuan sebagai seorang dokter dan telah menjadi seorang ASN di sebuah rumah sakit pada umur 28 tahun. Sampai titik ini, ini sebenarnya bisa menjadi perdebatan tetapi kita akhiri saja. Mari kita lihat realitasnya di lapangan.

Susahnya menjadi dokter pernah kutulis di sini.

Pertama,  jelas menghubungi rekan di kecamatan dan juga Puskesmas.  Kedua,  menghubungi rekan yang bekerja di RS B, tempat si perempuan ini mengaku dinas sebagai ASN.

Jawaban dari pihak kecamatan mengungkapkan kalau tidak ada dokter dengan inisial W membuka praktek di Kecamatan J. Walau demikian pihak kecamatan menyarankan untuk mengkonfirmasi lagi pada Puskesmas, ke Dokter C. Dokter C pun dihubungi dan ternyata beliau menerangkan kalau tidak ada dokter dengan nama W yang praktek di Kecamatan J ataupun praktek di Puskesmas.

Menghubungi dan meminta penjelasan dari RS B merupakan tindakan yang paling tepat untuk mengetahui siapa sebenarnya Dokter W. Hasilnya, tidak ada nama Dokter W, bahkan nama W tidak ada sebagai perawat ataupun bidan.

Terakhir tinggal menghubungi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) daerah L sebagai organisasi yang menaungi para dokter. Setelah dihubungi ternyata sama, tak ada Dokter W di L.

Selama dua jam aku memburu Dokter W yang kemungkinan merupakan dokter gadungan. Semua prosedur sudah aku jalankan agar aku tidak menjadi pembawa berita hoaks pada temanku. Kalau sampai membawa berita hoaks dan menjadi fitnah. Sungguh aku tak kuat memanggul bebannya.

Aku masih takut mati dengan memanggul dosa yang merugikan orang lain. Kerusakan orang lain kupanggul. Aku nggak  kuaaattt.  Tubuhku menjadi saksi bagi diriku sendiri. Lidah dan otakku tak lagi bisa berkelit membela kepentinganku.

Ketika beberapa hari kemudian kami bertemu dengan temanku di sebuah tempat makan, kami berbincang dengan santai. Sate ayam dan juga ayam bakar plus es teh jeruk nipis menemani malam di Punggung Bukit Barisan Sumatra.

Pesanku pada si teman adalah agar tidak memutus tali silaturahim dengan teman perempuan yang mengaku berprofesi sebagai dokter. Ikutilah permainannya hingga akhirnya dia mengakui sendiri bukan berprofesi sebagai seorang dokter. Metodenya sebenarnya sederhana dan sudah kusampaikan pada si teman. Apakah akan melanjutkan ke jenjang pernikahan silahkan diputuskan sendiri?

Ada begitu banyak kebohongan dalam kehidupan ini. Ada begitu banyak manipulasi dalam relasi sosial agar dilihat orang  wah. Agar dilihat lebih pintar, pahlawan dan juga orang yang tepat untuk mewakili ataupun memimpin.

Berhati-hatilah. Cernalah selalu informasi yang masuk. Cek silang. Lebih baik kehilangan waktu dan duit yang tidak seberapa untuk mengetahui informasi yang benar daripada dimasukkan ke otak dan disebarkan yang ternyata hoaks. Jadilah diri yang sadar plus hati-hati terhadap informasi, termasuk untuk memilih pasangan hidup, orang yang mewakili kita di DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPRD RI, DPD dan presiden/wakil presiden.

Salam hati-hati mencerna informasi.

Salam Kompal

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun