Dulu terus terang aku nggak suka dengan jengkol (Archidendron pauciflorum) dan petai. Jengkol membuatku trauma karena pernah membuat seorang teman setelah makan jengkolan dibawa ke IGD.
Si teman, usai makan jengkol, malamnya sakit pinggang dan kencing disertai rasa sakit. Lah, kalau petai, setelah tugas di Bukit Barisan Sumatra, membuat aku suka makan petai yang seger.
Jengkol itu bisa dibuat semur jengkol, rendang jengkol, keripik jengkol, sate jengkol dan lainnya tergantung kreatifitas. Bahkan, menurut Anne Yaa, jengkol dapat diolah menjadi 17 macam makanan olahan yang super lezat (1).
Ada beberapa cara untuk menghilangkan bau, rasa pahit dan juga agar jengkol tidak membuat jengkolan bagi yang mengkonsumsinya. Pertama, buang bagian benih. Belah jengkol jadi dua bagian. Simpan di tanah. Biarkan Sekitar 3-4 hari. Taraa. Jengkol siap diolah.
Kalau cara itu agak gimana gitu, maka bisa dengan cara kedua ini. Buang benih jengkol, belah jengkol jadi dua, lalu direbus selama kurang lebih 7 jam. Selama proses perebusan, buang setiap buih yang muncul sampai tampak tidak lagi berbuih (2).
Dwi Kartika selaku pegiat olahan jengkol dan Leo Gendro chef dari Asosiasi Chef Indonesia (ICA) mengungkapkan kalau jengkol terasa pahit, kemungkinan besar kulit jengkol masih tersisa, dan tidak dikelupas dengan bersih. Jadi mengelupasnya harus bersih dan juga nyucinya harus bersih. Jengkol lalu bisa direndam di air cucian beras selama satu malam sebelum dimasak (3).
Harus diakui jengkol kalau tidak diolah dengan baik maka akan membuat jengkolan. Jengkolan itu bisa membuat ginjal menjadi sakit. Sakit kalau kencing. Jengkolan juga tidak bisa dianggap remeh karena bisa sampai operasi ginjal bahkan bisa menyebabkan kematian (4).
Jengkolan itu disebabkan oleh Djenkolic acid. Djenkolic acid ini ada 42 nama. Namanya cantik-cantik loh, nggak percaya silahkan (5).
Jengkol ternyata memiliki banyak kandungan yang bermanfaat bagi tubuh. Kandungan vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C juga banyak di jengkol. Kalsium dan pospor juga ada sehingga bermanfaat untuk mengatasi tulang keropos.Â
Besi juga ada dalam jengkol sehingga bermanfaat untuk tubuh yang mengalami anemia. Manfaat jengkol bagi tubuh bisa dilihat di link ini (6).
Petai memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi. Kandungan tryptophan dan vitamin B6 di dalam pete juga bisa membantu emosi seseorang untuk menjadi lebih tenang dan bisa mengurangi tingkat depresi. Kandungan kaliumnya yang tinggi membuat petai menjadi obat tradisional untuk mencegah penyakit darah tinggi, diabetes dan juga ginjal (7).
Harga jengkol di pasaran sangat tinggi. Di Jawa, harga jengkol bahkan di kisaran Rp 30.000 hingga Rp 60.000,- per kilogram. Sekitar tiga tahun sebelumnya (2015) harga jengkol sudah Rp 30.000,- per kilogram dan ditingkat eceran mencapai Rp 60.000,- per kilogram (8). Di bulan Agustus 2018 harga jengkol Rp 70.000.,- per kilogram (9).
Terlihat kalau harga jengkol sejak 2015 memiliki kecenderungan untuk terus merangkak naik. Di tahun 2018 mencapai puncaknya Rp 70.000,- per kilogram. Sebuah harga yang sangat menggiurkan petani.
Harga petai per papan, Rp 5.000 di Palembang bulan September 2018 ini. Di bulan Juni 2013 harga petai seharga Rp 150.000,- per kilogram di Malang Jawa Timur (10). Di Bandung bulan Juni 2018 harga petai di Pasar Induk Ciroyom Rp 300.000,- per kilogram (11).
Si kapsul hijau ini memang bikin pusing. Harganya terus meroket. Bahkan di Bandung mencapai Rp 300.000, per kilogram. Apa nggak gila?
Sungguh aneh tapi nyata, ternyata jengkol dan petai yang harganya selangit tidak tercium oleh elit. Jengkol dan petai yang bau, ternyata tidak seksi dan tidak menjual dibandingkan telur, daging ayam dan daging sapi.
Aneh, padahal jengkol dan petai memiliki manfaat yang sangat banyak bagi tubuh. Apakah ada yang salah dengan jengkol dan petai?
Apakah jengkol dan petai bukan makanan elit? Apakah jengkol dan petai hanya makanan rakyat jelata sehingga tidak gaduh padahal harganya selangit?
Sudahlah nggak usah gaduh! Ngapain gaduh makanan bau. Bau itu tidak seksi.
Ahhhh. Jadilah jangan mengeluh. Kalau mengeluh terus memang bisa makan. Justru kalau mengeluh malah membuat tubuh menjadi luluh lantak menyalahkan semuanya pada orang lain. Padahal diri sendiri itu bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Jangan pernah minta belas kasihan orang lain.
Jadi kalau elit politik negeri ini tidak mencium jengkol dan petai yang bau dan yang harganya selangit mengalahkan telur, daging ayam dan daging sapi, lebih baik rakyat jelata diam-diam saja.
Mari kita rakyat jelata berkebun jengkol dan petai karena nilai jualnya yang tinggi di dalam negeri. Informasinya harga jual jengkol dan petai juga tinggi di luar negeri karena menjadi bahan kosmetik dan ekstrak obat. So ayo penuhi kebutuhan dalam negeri lalu diekspor.
Salam makanan bau.
Eits. Sebelum makan. Makan jengkol dan petai itu tidak boleh berlebihan loh. He he he. Mau jengkolan. Mau kamar mandi harum semerbak. Wak wak wak.
Salam Kompal
(1) idntimes.com
(2) insomniaku.co
(3) travel.kompas.com
(4) www.ncbi.nlm.nih.gov
(5) pubchem.ncbi.nlm.nih.gov
(6) informasitips.com
(7) ncbi.nlm.nih.gov
(8) finance.detik.com
(9) megapolitan.kompas.com
(10) nasional.kompas.com
(11) news.detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H