Untunglah ketika banyak buaya muara yang makin mendekat motor kapal bisa hidup kembali. Kami pun bisa sampai ke Palembang dengan selamat.
Pernyataan itu menjadi pernyataan super ampuh sampai sekarang. Nikmatilah waktu bersama keluarga. Nikmatilah waktu bersama istri. Nikmatilah waktu bersama anak-anak. Jadilah pengasuh kalau istri sedang keluar kota. Jadilah pembantu kalau Mbok Asih sedang libur.
Ketika kita menikmati hal-hal yang kalau dilihat seperti  remeh  temeh akan muncul perasaan bersyukur karena kita menjadi manusia yang sempurna dan juga masih bisa menikmati kehidupan. Kita menjadi manusia yang bebas lepas. Ada perasaan ringan dan bahagia yang menyelusup di relung serta sendi tubuh.
Emang seluruhnya indah seperti foto keluarga yang sering dipajang di ruang keluarga ataupun medsos, ternyata tidak loh. Itulah dunia perkawinan. Pasti akan muncul rasa kesal, cemburu, capek dan sesekali emosi melihat anak yang jahil ataupun merasa tak diperhatikan oleh istri atau suami.
Nikmatilah. Itulah sebabnya walau kami jauh ratusan kilo tetapi tetap ada yang menyatukan yaitu kenikmatan bersama-sama.
Bahkan, kaki kupu-kupu walau sudah berumur, sering terkena  cystitis honeymoon saking semangatnya hidup kami. Kalau sudah begitu dia cuma sering misuh-misuh menolak tapi memeluk.
Satu pagi, ketika sarapan di teras rumah diterangi oleh sinar mentari pagi, si kaki kupu-kupu mengungkapkan kalau dirinya sudah tua. Sambil menyeruput teh poci, dirinya memintaku untuk menjaga kesehatan.
"Lu enggak se-fit yang lu pikir, tapi masih  proper lah," kata si kaki kupu-kupu sambil senyum dikulum.
Aku yang sedang minum teh poci pun jadi tersedak. Hadeeww. Bahasa anak Jaksel keluar.
Bukan bahasanya yang membuat aku tersedak! Apakah Kompasianer ada yang tahu? Silahkan berkomentar! Terimakasih.
Salam dari dusun Punggung Bukit Barisan Sumatra