Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Beda Politik Praktis Pedagang dan Politikus

14 September 2018   19:32 Diperbarui: 15 September 2018   14:10 2091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Telur yang sekarang sudah turun harga jadi Rp 20 ribu perkilogram I Foto: OtnasusidE

Aku belajar dengan seorang penjual sarapan pagi ketika harga telur mencapai Rp 30 ribu perkilogram tetapi dia masih tetap menjual satu potong bolu Rp 1.000. Ketika ditanya apakah tidak rugi? Dengan lugas si penjual kue di jalan gunung Pagaralam itu berkata, "Kalau rugi. Kami tutup. Tidak jualan lagi. Tidak jual bolu lagi,".

Satu kenangan masa kecil muncul ketika Mak Acok, memberikan permen kojek kepada seorang anak kecil yang menangis. Anak kecil itu menangis karena emaknya nggak ada duit untuk membelikannya permen kojek. Duit emaknya hanya cukup untuk membeli minyak tanah seperempat liter dan gula seperempat kilogram.

Emaknya menolak keras karena malu dengan tingkah dan keinginan anaknya. Tapi sentuhan lembut Mak Acok dipundak si emak meluluhkan kekerasan hati si emak. Permen kojek itupun diterima dan diberikan kepada si anak. Si anak diam dan tersenyum.

Aku yang menjadi saksi di warung Mak Acok karena aku adalah cucu laki-laki yang paling nakal dan dimanja setiap liburan sekolah di salah satu dusun di Punggung Bukit Barisan Sumatra. Satu sore di bale-bale, Mak Acok bilang, "hidup itu hanya numpang minum. Jadi berbuat baiklah pada sesama. Jangan takut tidak makan,".

Senyuman konsumen ketika boleh nguntang dan baru bayar ketika panen. Anak-anak kecil yang tertawa ketika diberi bipang dan makanan kecil lainnya merupakan roh warung Mak Acok.

Itu misteri. Tapi satu hal yang mungkin diatur oleh yang Maha Hidup ketika penjual makanan di jalan gunung, penjual bakso di depan Terminal Nendagung, warung makan di depan rumah dinas walikota Pagaralam dan gado-gado Kampus POM IX Palembang berlaku jujur, membuat pelanggannya tersenyum karena masih bisa makan. Mereka tidak menaikkan harga makanan. Mereka menahan rezeki mereka untuk mereka yang sedang membutuhkan makanan.

Pedagang mengambil secukupnya. Mereka tidak ikut berpolitik praktis ambil untung seperti politikus tetapi justru pedaganglah yang berpolitik praktis membantu sesama dengan apa yang mereka punya.

Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatra
Salam Kompal

logo kompal
logo kompal
(1) nasional.kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun