Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | 2 Perempuan dengan Tiket Sekali Jalan

13 September 2018   21:47 Diperbarui: 13 September 2018   21:54 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aliran Sungai Lematang musim kemarau ini terlihat samar dari tempat duduk kami yang berada tepat di garis sepandang sungai. Angin sepoi malam yang menerpa wajah kami pun belum membukakan satu katapun sebagai kata pembukaan pertemuan.

Ketika tadi bertemu pun tidak ada kata yang keluar dari mulutku ataupun mulutnya. Kata yang keluar adalah ketika memesan makanan dan minuman pada pelayan.

Akupun jengah untuk memulai keterkejutanku pada perempuan yang kuanggap sempurna ini. Hal yang sama sepertinya terjadi pada si perempuan. Apakah kesunyian ini akan terus berlanjut sampai pesanan kami datang. Aku tak tahu.

"Terkejutkah kalau aku perokok dan tidak sesempurna seperti perempuan pada umumnya?," tanya si perempuan membuka pembicaraan.

Aku yang bertubuh mbulet, hitam dan jarang gunting rambut serta tak pernah berpakaian yang baik berusaha untuk berkata, tetapi mulutku terkunci.

"Apa komentarmu kalau aku mulai sekarang menunjukkan pemberontakan yang ada dalam diriku yang sebenarnya. Aku bukan perempuan baik-baik seperti yang dibayangkan oleh orang banyak. Aku perempuan yang tak bermoral," katanya nyerocos.

Keningku yang memang sudah berlipat menjadi berkerut. Dan akhirnya aku bisa mengeluarkan keberanian untuk mengatasi keadaan dari keterkejutanku.

"Kamu ngomong apa? Lebih baik kau simpan saja apa yang ingin kau katakana padaku. Janganlah diumbar. Lepaskanlah ketika kau berlari. Lepaskanlah ketika kau aerobik," kataku.

"Aku kira kau lelaki bajingan seperti yang lain. Mau mendengarkan curhatan perempuan dan kemudian mengambil keuntungan dari perempuan yang curhat. Menciptakan ketergantungan curhat dan kemudian cinta-cintaan setepuk dua tepuk kemudian ditinggalkan," kata si perempuan.

"Setelah... ternyata dia tidak berani meninggalkan istri dan anak-anaknya,".

"Berhentilah. Stop. Besok lari pagi  ya.  Cuma aku tidak sekuat dirimu. Aku akan di lapangan. Aku tak ingin mendengar ceritamu.  Ndak  usahlah diumbar itu cerita. Kalau sekarang kau mau merokok. Silahkanlah. Tunjukkanlah apa yang ingin kau tunjukkan. Nggak usah lagi bersembunyi," kataku tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun