Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ihwal Duit Merah, Budaya, dan Perempuan

11 September 2018   08:57 Diperbarui: 13 September 2018   17:45 1801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini, udara sejuk menyelimuti punggung Bukit Barisan Sumatra, aku duduk ngobrol dengan seorang perempuan. Segelas kopi dan segelas teh serta empat potong gunjing menemani kami.

"Apa yang membuat pernyataan Pak Sandiaga sehingga menghebohkan orang, khususnya perempuan. Ini di luar politik praktis," tanyaku.

Perempuan itu menyeruput kopi. Menikmatinya. Sambil memegang gelas, si perempuan memandang ke bawah, ke kota yang sering disebut dengan kota perjuangan di Sumatra Selatan.

"Kata kuncinya uang belanja. Itu saja. Perempuan itu kalau didikan orangtuanya benar maka dia akan memegang adat budaya. Dalam setiap adat budaya di Indonesia, perempuan itu memiliki nilai-nilai yang harus mereka jalankan untuk membangun rumahtangga dan keluarga," kata si perempuan.

Tunggu tubang di Semendo Muara Enim, misalnya. Bukan hanya soal perempuan yang diberi tanggungjawab untuk mengurus harta pusaka jurai, tetapi juga bagaimana menjaga dan mengembangkannya untuk mengurusi orangtua, kakek dan nenek serta keluarga besar. Sebuah tanggungjawab tidak hanya sosial ekonomi tetapi juga adat istiadat.

Jimpitan beras. Setiap masak diambil sedikit dengan jari untuk tabungan kalau nanti tidak ada beras.

"Emak aku almarhum, satu waktu malah pernah ngomong. Kalau kau punya uang simpanlah. Jangan tahu suami. Tapi kalau suami kesulitan, keluarga susah. Keluarkanlah. Bantulah suami. Bantulah keluarga dengan segenap segala kemampuanmu," kata si perempuan yang rambutnya terurai diterpa angin gunung.

Matahari yang nampak malu-malu menampakkan diri membuat perempuan yang ada di depanku berusaha menggerakkan tubuhnya untuk menghangatkan tubuhnya. Sambil merenggangkan kakinya, dia tersenyum padaku.

"Kamu mau mempermainkan aku ya," kata si perempuan.

"Maksudnya?".

"Kamu dulu awal 90-an melakukan penelitian mengenai Perempuan Palembang, kamu pasti tahu mengenai kepacakan Perempuan Palembang mulai dari masak hingga membuat songket. Nilai-nilai perempuan dalam keluarga. Bagaimana adonan ikan dan sagu, bisa menjadi tekwan, model, pempek. Bagaimana mereka belajar membuat songket dan kemudian songketnya disimpan dan akan dikeluarkan pada saat keluarga membutuhkan uang. Kamu tahu itu," katanya sambil menunjuk hidungku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun