Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Saatnya Menikmati "Signature Fruit" ala Dusun

21 Januari 2018   14:58 Diperbarui: 22 Januari 2018   00:59 1989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Durian yang menarik warga di pinggir Jalan Lintas Tengah Sumatra I Foto dokumentasi pribadi

Bulan Desember hingga Februari merupakan panen buah tahunan yang menggiurkan. Bagi yang sering bepergian di jalur Jalan Lintas Tengah Sumatra mulai dari Martapura, Baturaja, Muara Enim dan Lahat maka akan bermunculanlah pondok-pondok sederhana beratap rumbia yang menjual duku, durian dan rambutan.

Satu hari di bulan Januari awalnya kami melintasi jalan alternatif Pagaralam-Lahat di kawasan Gumay Ulu, Lahat. Maksud hati untuk mencari durian tetapi ternyata belum panen. Biasanya durian itu bergelantungan di pohon yang bisa di lihat dari jalan.

Melintasi Lahat berhenti di Pasar Lematang yang kalau lagi panen besar maka durian itu akan digelar di pinggir jalan. Malam hari kami bergerak kembali ke pasar untuk mencari durian ternyata masih belum ada. Biasanya kalau panen melimpah, malam hari di Pasar Lematang penjual durian sampai-sampai mengokupasi kaki lima untuk menggelar dagangannya.

Pagi harinya, kami pun memilih pulang ke Palembang. Dalam perjalanan di Jalan Lintas Tengah Sumatra di Kawasan Merapi Raya, terlihat satu dua di depan rumah warga ada yang menjual durian yang diletakkan di meja sederhana. Jumlahnya tak banyak hanya empat hingga enam buah durian.

Setelah meninggalkan kota Muara Enim, barulah kami menemukan pondok-pondok sederhana yang menjual durian. Di sebuah tikungan di Desa Pinang Belarik kami akhirnya memilih untuk berhenti.

Kami langsung ditawari untuk membeli durian secara borongan, satu kinjar berisi 12 durian kecil-kecil yang dihargai Seratus Ribu Perak. Sebelumnya kami dimintai untuk mencicipi dulu dua buah durian kecil yang dibukakan langsung oleh penjualnya.

Harum bau durian pun membuat otak memerintahkan mulut untuk memproduksi air liur. Durian kecil itu di setiap "rumahnya" hanya berisi satu atau buah durian. Rasanya itu susah untuk dijelaskan. Otakku menjadi tenang. Ha ha ha.

Otak sepertinya melepas hormon kebahagian. Layaknya orang selesai bercinta. Itu kata istriku yang kurang suka dengan durian setiap kali selesai melihat aku menikmati buah-buah durian yang masuk ke mulut.

Ada juga durian besar yang dihargai tiga puluh lima ribu perak perbuahnya. Kami mencicipi satu dan kalau menurutku rasa durian kecil lebih menggigit daripada yang besar. Memang kulit buahnya lebih tebal tetapi kalau rasa masih lebih  jozzz gandozzz  durian kecil.

Kami pun ke pondok sebelah yang menjual duku. Duku dibungkus dengan karung plastik beras yang beratnya ditaksir sekitar 10 kilogram. Ditawarkan seratus ribu perak tetapi akhirnya dilepas sembilan puluh ribu perak.

Suasananya sangat cair. Tawar menawar terjadi. Walaupun sudah dicicipi durian ataupun duku kalau tidak jadi membeli pun tak mengapa.

Rahmad salah seorang penjual duku, durian dan rambutan mengungkapkan kalau mereka sengaja memelihara pohon durian dan duku ini karena pesan dari nenek kakek mereka. Pohon-pohon yang berada di belakang pondok itu usianya sudah di atas 60 tahunan. Ditanam oleh nenek dan kakek mereka yang dinikmati oleh cucu-cucunya sekarang ini.

"Ada penyuluh pertanian yang memperkenalkan bibit durian dan duku yang bisa cepat tumbuh dan berbuah. Tapi kami sepertinya kurang bisa nerima kecepatan itu. Kami ingin menikmati prosesnya. Entah kalau nanti kami punya tanah lain lagi yang cukup luas mungkin kami akan bertanam pohon durian dan duku yang cepat tumbuh dan berbuah,"kata Rahmad.

Rahmad pun menunjukkan salah satu pohon duku miliknya dan memanjatnya tanpa ragu. Dia pun memetik buah duku yang menempel di ranting sambil bergaya.

Bagi yang tidak membawa air putih. Jangan takut pemilik pondok menyiapkan air untuk cuci tangan dan juga lap sederhana. Selain itu bagi yang ingin minum usai makan durian juga dijual air putih botolan ataupun yang gratis yang disediakan oleh penjual duku, durian dan rambutan.

Inilah kearifan lokal penduduk desa yang sederhana yang belum tergerus zaman. Walaupun demikian mereka sendiri sudah mengakui akan berkebun, menanam pohon duku, durian dan rambutan yang cepat tumbuh dan berbuah. Semoga dipisahkan buahnya nanti karena aku menyukai rasa buah otentik alias  signaturefruit,  buah dusun dari nenek moyangku.

Rasanya itu yang bikin otakku melepaskan hormon kebahagian.  Ah,  semoga di Gumay Ulu, Gumay Talang, Kikim Raya dan Merapi Raya serta Kota Agung (semua daerah itu di Lahat) buah duku dan duriannya bagus hasilnya. Artinya aku masih bisa bercinta dengan mereka hingga bulan Februari.

Salam dari dusun di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra, Sumatra Selatan

Lets  check  it  dot  signature  fruit dusun yang dapat melepaskan hormon kebahagian bagi penikmatnya. he he he he he.

Durian yang menarik warga di pinggir Jalan Lintas Tengah Sumatra I Foto dokumentasi pribadi
Durian yang menarik warga di pinggir Jalan Lintas Tengah Sumatra I Foto dokumentasi pribadi
Rahmad penjual duku durian dan rambutan di pondoknya I Foto dokumentasi pribadi
Rahmad penjual duku durian dan rambutan di pondoknya I Foto dokumentasi pribadi
Rasanya yang bisa memproduksi hormon kebahagiaan bagi penikmatnya I Foto dokumentasi pribadi
Rasanya yang bisa memproduksi hormon kebahagiaan bagi penikmatnya I Foto dokumentasi pribadi
logo-kompal-baru-5a644806cbe523033326f084.jpg
logo-kompal-baru-5a644806cbe523033326f084.jpg

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun