"Aku cuma butuh sunyi denganmu dua jam saja," katanya sambil merangsek.
Kamar 8338 itupun  sunyi. Di gagang pintu tergantung,  dont  disturb.
"Sayang kamu belum jawab pertanyaanku tadi di Sungai Musi, apakah aku mesti terima proposal satu kota lagikah atau aku berhenti?" tanyanya usai dua jam lebih sedikit sunyi.
Tergantung dirimu. Kalau bisa menanganinya silahkan. Tergantung juga dengan izinmu cukupkah? Saranku ambil saja kalau masih ada kuota izinmu".
"Bagaimana dengan kebunmu?" tanya istriku.
"Kebunku masih belum menghasilkan. Masih butuh pemupukan sekali lagi dan proses pertumbuhan".
"Kita masih mengandalkan kebun tujuh inchimu itu," kataku.
Istriku kini kembali bekerja dengan kebun tujuh inchinya. Melayani empat kota.
"Satu syarat. Kamu harus punya minimal satu juta di tabunganmu untuk berangkat kapanpun aku membutuhkanmu," katanya sambil menatap mataku.
Aku tak menjawab. Aku justru mengangkat mukanya dengan mendongakkan dagunya dari ipad dan mencium keningnya. "Siap. Sayangku".
"Sayang. Aku berjibaku seperti ini untuk keluarga kita. Walau demikian aku butuh kamu. Aku tak bisa sendiri. Beberapa kasus pekerjaan yang lalu, kamu mampu mencarikan solusi. Kamu keberuntunganku".