Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen ǀ Sepatuku Tersambar Boikot

23 Desember 2017   15:05 Diperbarui: 24 Desember 2017   23:38 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Aku menelpon istriku mengabarkan kalau sepatu lapangan kesayanganku rusak.  Tak lupa kuperkuat dengan mengirim foto melalui WA sebagai bukti bagian yang rusak terutama di tengah yang kalau jalan sering menekuk. Dulu pernah dilem dan dijahit. Sekarang lepas lagi bahkan sol sepatunya koyak.

Setelah mendengarkan dengan baik. Istriku menyampaikan apakah masih ada sepatu lainnya. Kujawab masih ada.

"Sudah gitu aja?".

"Ia. Memang kenapa?" jawab istriku.

Begitulah keras kepalanya istriku kalau dia lagi ingin keras kepala. Kekerasan kepalanya juga aku yang menjadikannya. Itu kesalahanku ketika dia kuliah lagi dan lagi.

Waktu itu keuangan kami lagi  cekak,  istri minta sepatu, kubelikanlah sepatu hitam  nonbranded.  Dalam dua tahun dipakai hilir mudik kuliah dan sudah beberapa kali dijahit oleh tukang sol sepatu keliling. Jualan kemplang dan juga jualan pempek untuk kuliah lagi dan lagi juga dilakoni sambil kerja sambilan.

Sampai saat ini ketika dia sudah berjaya pun dia cuma punya empat pasang sepatu. Berjaya maksudnya sudah merdeka secara ekonomi dalam ukuran standar. Alias kalau mau makan pisang enak, dulu nunggu dulu sampai pukul 21.00 untuk potongan harga di sebuah toko terkenal. Sekarang nggak perlu nunggu waktu potongan harga.

Dalam beberapa hari terakhir istriku mengungkapkan berseliweran WA kiriman teman untuk boikot produk USA. Tetapi apa yang sudah dilakukan ternyata hanya penggalangan boikot-boikot saja. Tidak ada aksi nyata untuk menandingi apa yang diboikot.

"Perangkat lunak pengganti WA tak ada yang buat. Pengganti FB apalagi. Pengganti google lewat. Pengganti android jauh. Pengganti IOS woooo. Pengganti Windows dan Office malah kelilipan".

"Perangkat keras apalagi. Intel, AMD, Qualcomm. Walah itu malah jauh bingit. Itu di teknologi. Belum di farmasi dan juga makanan minuman. Industri kreatif walah walah walah".

"Belum lagi kaos, raket tenis, sepatu, celana, wearable. Mereka itu punya lisensi dan hak patennya yang harus dibayar bila kita menggunakannya".

"Stop. Maksud ibu apa sih?".

"Mikir-mikir!".

"Emang Cak Lontong apa?" balasku.

"Dengarkan dulu. Atau tak kukirim pulsa lagi".

"Ia," kataku.

"Iran punya  Cloob. Tiongkok punya  Weibo.  Itu untuk Medsos.  Untuk nandingin android, Samsung sudah bikin  Tizen.  Mereka boleh ngomong boikot karena mereka sudah punya perangkat untuk melakukan perlawanan."

"Mestinya kalau kita konsisten.  Oorth,  media sosial yang buatan Indonesia melonjak tajam unduhannya dan  dipake  untuk  nggantian  FB  and the gank dong".

"Sudahlah Bu, sudah. Aku cuma minta beliin sepatu,".

"Enak aja. Itu tapak bawahnya masih bagus. Sol  kan lagi  bae!".

"Ingat ya. Dulu. Waktu kau beliin aku sepatu hitam. Aku sol sampai 4 kali. Dan kau tiba-tiba datang membawa sepatu  oshkosh  untuk anakmu. Perbuatanmu itu kucatat di batu nisan.

"Upsss. Ampun Dj. Terus apa hubungannya sepatu dan boikot?".

"Butuh berapa sepatu untuk kerja?".

"Satu".

"Nah sudah".

"Terus boikotnya apa?".

"Kreatif donk.  Kan  itu sepatu baru sekali dijahit. Kau jahit lagi. Jahit lagi. Jahit lagi. Untuk boikot itu butuh pengorbanan dan kerja keras untuk menggantikannya. Bukan asal ngomong. Nulis boikot di FB, WA dan IG. Lucu  deh.  Berenti pake FB, WA dan IG serta Twitter baru jempol tiga. Ada yang sudah diakuisisi lagi. Coba cek ?".

"Hayo sekarang  pake  Oorth.  Jangan ngomong  bae!".

"He he he, masih ada lagi tuh layanan  online  palu  gada  cek investornya".

"Bu, kok aku jadi kena samber ini".

"Mau tahu. Anakmu tadi pulang sekolah dengan sepatu futsalnya yang robek dan sepatu sekolahnya juga sudah lama robek, itu merek Nike. Tahu  kan. Nah, anakmu dengan enteng bilang. Bu ada diskon akhir tahun beliin sepatu ya. Aku  kan  sudah kerja keras mempertahankan juara kelas".

"Satu hal kelemahanmu adalah kau selalu memakai barang  branded  untuk beberapa barang kebutuhanmu.  Bye.  Aku urusi anakmu dulu  ya.  Kamu dihatiku sudah nomor dua sayangku".

"Kejam," lontarku.

"Hidup memang kejam sayangku," balasnya sambil mematikan telepon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun