Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

You Will Never Walk Alone

20 Agustus 2016   10:04 Diperbarui: 20 Agustus 2016   12:03 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pelatih itu kejam. Tidur dak boleh lebih jam 10. Bangun jam 4 subuh. Piket harus membersihkan sekeliling Desa Bahagia. Bersih-bersih. Subuhan sekitar jam 5. Lari pagi, dan senam pagi. Mandi, sarapan pagi. Telat sedikit menghukum diri,” kata seorang Paskibraka.

Pernyataan itu disampaikan ketika awal-awal pelatihan. Paskibraka ini terkejut dengan jalan disiplin yang mereka tempuh.

Melihat Paskibraka berbaris rapi dan dengan tegap, kawalan TNI Polri ditambah suara derap langkah kaki dan tangan yang seirama merupakan pagelaran yang indah. Belum lagi suasana hening dan juga emosi ketika Sang Saka Merah Putih siap dikibarkan. Lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan dengan khidmat menambah suasana menjadi makin syahdu. Tarikan dari Paskibraka pada tali bendera yang teratur dan penuh kepastian.

Mereka yang hanyut akan teraduk emosinya. Mengenang para pejuang kemerdekaan yang rela mengibarkan dan mempertahankan Merah Putih. Mengenang ketika pertama kali Merah Putih dikibarkan dalam upacara kemerdekaan yang sederhana.

Tangisan. Ledakan emosi akan muncul. Rasa cinta tanah air yang bergolak.

Panas terik. Otot kaki yang kejang. Otot perut yang kejang. Kehausan. Kulit terbakar sinar matahari.

Pelatih kejam. Membakar mereka di terik matahari. Meminta mereka mengakui kesalahan yang mereka perbuat dan menghukum diri sendiri.

Menjelang akhir justru Paskibraka merasa kehilangan. Mereka baru merasakan kalau pelatih itu mengarahkan disiplin bukan kejam. Pelatih itu ternyata manusia. Punya rasa. Punya sayang. Bahkan punya cinta pada Paskibraka yang sudah dianggap sebagai darah dagingnya sendiri.

Itulah rasa sesungguhnya yang tak mereka ketahui diawal dan baru mereka ketahui diakhir. Perpisahan itu terlihat jelas. Bukan pada saat mereka keluar dari Desa Bahagia tetapi ketika mereka berjalan bersama mengikuti pawai Kemerdekaan RI ke-71 yang digelar 18 Agustus lalu. Saat itulah sebenarnya pelatih melepas mereka kembali kepada masyarakat, kembali kepada keluarga mereka.

Pelatih berjalan kaki bersama. Bernyanyi bersama di sepanjang jalan. Tetap membimbing dan memberi semangat untuk terus berjalan.

Semoga jalan disiplin dan juga semua nasehat yang sudah disampaikan selama pelatihan Paskibraka tertanam. Mereka sekolah dan terus mengembangkan diri membangun bangsa, membangun benih cinta tanah air. Membangun bangsa ini dengan air mata yang pernah tumpah di tanah ibu pertiwi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun